Bab. 21
Versi lengkap bisa diakses di karya karsa dan google playstore.
###
"Siapa, Om?" tanya Mayang pada papa Rico di hadapannya. Pria itu hanya mengulas senyum.
"Pasti pacarnya Rico, ya?" tebak Mayang.
"Yang saya tahu, pacar Rico bernama Mayang dan gadis itu saat ini sedang makan malam bersama saya." Lagi-lagi Mahesa mengulas senyuman.
"Saya bukan pacar Rico, Om. Kami hanya dekat saja."
"Kan kalian sedang berproses menuju ke arah itu." Kalimat ayah Rico membuat Mayang tersenyum canggung.
"Kami lebih cocok berteman, Om. Dan kami sudah pernah membahas hal itu." Mayang tidak berbohong. Ia dan Rico sudah sepakat untuk tetap berhubungan baik selepas penolakan Mayang di pesta ulang tahunnya beberapa waktu lalu.
"Tapi sepertinya Rico masih terus berjuang untuk mendapatkan hati kamu."
"Itu hanya pendapat Om saja. Kedekatan kami saat ini hanya sebatas teman saja. Memang Rico sering kali melontarkan candaan-candaan seolah-olah kami berpacaran. Rico kan dari dulu seperti itu. Om pasti lebih tahu." Yah meskipun sebenarnya Mayang tak begitu tahu tapi kabar di luar sana yang membuat Mayang tahu.
"Wah, sayang sekali ya, Yang. Padahal saya sudah terlanjur menyukai kamu." Mahesa tergelak. Membuat Mayang seketika salah tingkah.
Menyukai? Menyukai dirinya? Mayang membatin. Namun, saat menyadari gelak tawa pria itu Mayang seketika merasa malu sendiri. Tentu saja Mahesa Sastrawijaya menyukai Mayang. Ya, menyukai sebagai kekasih anaknya. Dasar otak kamu kurang piknik, Yang. Mayang mengeluh dalam hati.
Tak lama berselang, ponsel Mahesa berdering. Pria itu mengerutkan alis sebelum kemudian menerima panggilan telepon.
"..."
"Kalau kamu menginap sama Meylin lalu untuk apa aku menginap di sini sendirian. Lebih baik aku pulang saja." Pria itu menjawab kalimat seseorang di seberang sana yang bisa Mayang pastikan adalah mama Rico.
Mayang meneguk sisa lemon tea di gelasnya lalu berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Ia tak ingin terlihat menguping pembicaraan orang.
"..."
"Aku tahu kamu sudah belasan tahun tidak bertemu Meylin, tapi masak harus malam ini juga kamu menginap. Lebih baik aku berkemas saja lalu pulang. Untuk apa aku tidur di hotel sendirian."
"..."
"Lagi pula Rico juga baru saja pergi. Aku sekarang hanya berdua dengan Mayang. Kalau Rico tidak kembali lebih baik aku pulang dan sekalian nganterin Mayang pulang."
"..."
"Besok belum tentu kamu langsung ke sini. Pasti masih jalan atau mungkin mau ngobrol sama Meylin"
Entah mengapa, Mayang bisa menarik kesimpulan dari apa yang didengarnya. Sepertinya mama Rico tidak akan kembali ke tempat ini dan yang lebih buruk ia lagi-lagi terdampar hanya berdua saja dengan pria ini.
Sedikit rasa kasihan terselip di benak Mayang. Pria ini pasti begitu kecewa saat kebersamaan yang sudah ia rencanakan bersama sang istri akhirnya lenyap begitu saja. Tidak hanya sekali, tapi dua kali. Itupun kebetulan melibatkan Mayang di dalamnya. Entah bagaimana keseharian pria itu. Apakah mungkin kejadian seperti saat ini sering kali terjadi?
"Mayang." Mayang tersentak mendengar namanya disebut. Ia seketika mendongak mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Ehm." Pria itu berdeham. Sepertinya hendak menyampaikan sesuatu yang lebih berat.
"Mama Rico sepertinya tidak akan kembali ke hotel. Kita tunggu Rico saja ya. Kamu tidak masalah, 'kan?"
Mayang mengangguk. "Iya, Om. Tidak apa-apa. Saya bisa menunggu kok."
Pria itu tersenyum lega. Hal berikutnya mereka isi dengan lagi-lagi mengobrol santai saling berbagi cerita. Dari sana Mayang tahu, pria ini makin lama tidak terlihat semenyeramkan seperti sebelumnya. Dulu, saat Mayang hanya melihat pria ini di layar kaca saat menangani kasus-kasus kliennya, Mayang mengira Mahesa Sastrawijaya adalah sosok yang sedikit kejam dan tak berperasaan. Apalagi jika sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh awak media. Namun kini. Setelah berkali-kali bertemu, penilaian Mayang berubah. Pria ini adalah pria yang hangat dan penyayang. Sama halnya dengan Rico meskipun karakter mereka berbeda.
Rico yang terlihat playboy, doyan tebar pesona dan suka melontarkan kata-kata yang mengandung rayuan. Sedangkan sang ayah terkesan lebih serius dan kejam. Mungkin karena profesi pria itulah yang menyebabkan. Namun dari semua itu, mereka adalah sosok yang baik dan menyenangkan. Sosok yang begitu menghargai orang lain yang bukan siapa-siapa seperti Mayang.
Tiga puluh menit berlalu, namun Rico yang ditunggu tak kunjung datang. Mayang nyaris putus asa menunggu kedatangan pemuda itu apalagi panggilan yang ia dan ayah Rico lakukan tak satupun diterima oleh Rico. Membuat Mayang yang sedari dua jam lalu berada di restoran terbuka itu semakin menggigil kedinginan. Udara dingin Batu dipadu dengan kardigan tipis yang ia kenakan rupanya benar-benar kombinasi yang buruk untuk malam ini. Ia menyesal kenapa tadi hanya mengenakan blus tanpa lengan dibalik kardigan. Seandainya ia mengenakan kaus yang sedikit tebal, saat ini mungkin ia tak akan menggigil.
"Kita masuk saja ya, Yang?" Mahesa sepertinya menyadari kondisi Mayang.
"Eh? Masuk ke mana ya, Om?" Mayang sama sekali tak paham maksud pria itu.
"Ke kamar. Kamu kedinginan. Dari tadi menggigil," tebak pria itu yang begitu tepat.
"Eh, kamar ya?" Mayang berucap pelan sebelum kembali berkata, "Saya nunggu Rico di sini saja, Om. Saya enggak kedinginan kok." Bohong! Kata itu hanya Mayang ucapkan dalam hati. Ia tak mau melontarkannya pada pria di depannya itu.
"Bagaimana kalau saya antarkan kamu saja, Yang. Saya khawatir Rico tidak segera datang. Pasti indekost kamu memiliki peraturan jam malam kan?"
"Tidak usah, Om. Sebentar lagi Rico pasti datang kok."
"Kalau terlalu malam bagaimana? Sekarang sudah pukul setengah sembilan. Jika saya mengantarkan kamu sekarang mungkin kamu akan sampai indekost tiga puluh menit lagi. Rata-rata jam malam sampai jam sembilan, 'kan?" Mau tak mau Mayang merasa terharu. Pria ini mengkhawatirkannya dan begitu tahu kapan ia seharusnya pulang.
"Iya, sampai jam sembilan, Om. Tapi karena sekarang Sabtu malam Minggu jadi kami masih diizinkan di luar sampai pukul sepuluh."
Desahan lega terdengar dari mulut Mahesa. Namun beberapa saat kemudian pria itu kembali berucap, "Tuh, kamu menggigil lagi. Lebih baik kita masuk saja. Saya janji jika tiga puluh menit lagi Rico tidak datang atau masih tidak bisa dihubungi, saya akan mengantarkan kamu pulang."
"Saya tidak apa-apa kok, Om." Mayang bahkan tak bisa menutupi gerak rahangnya yang menunjukkan jika ia menggigil kedinginan.
"Kamu pakai ini saja." Mahesa bangkit lalu melepas jaket semi formalnya yang terlihat begitu hangat. Pasti akan sangat nyaman jika ia tenggelam di dalamnya. Tapi.... Tidak! Pasti kecanggungan di antara mereka kembali terjadi. Mengenakan jaket atau baju seseorang adalah hal yang intim bagi Mayang. Ia tak pernah melakukan sebelumnya.
"Tidak usah, Om. Saya baik-baik saja, k---" Kalimat Mayang terpotong saat jaket itu telah tersampir dipundaknya. Mayang mendongak memandang pria itu yang telah berjalan kembali ke tempat duduknya.
"Pakai, tidak usah merasa tak nyaman. Pentingin tubuh kamu."
Mayang akhirnya mengangguk pasrah lalu menyelipkan kedua tangan ke dalam lengan jaket itu. Ia berdiri sejenak untuk merapikan jaket yang ternyata panjangnya selutut itu. Yah, tentu saja, pria di hadapannya ini termasuk golongan bertubuh tinggi dibanding pria kebanyakan. Sama halnya dengan Rico dan mamanya.
Aroma segar yang tak Mayang tahu seketika menyeruak. Menimbulkan gelenyar aneh yang membuat Mayang bergidik sendiri. Rasa hangat seketika menyelimutinya. Membuat rasa menggigil di sekujur tubuhnya perlahan berkurang.
"Om jadi tidak pakai jaket." Mayang berucap sungkan.
"Tidak masalah. Saya pakai lengan panjang."
Mayang menganggukkan kepala membenarkan. Kini pria itu hanya mengenakan kaus berlengan panjang yang sepertinya cukup tebal. Setidaknya rasa bersalahnya berkurang.
"Berpakaianlah yang membuat kamu nyaman. Bukan hanya membuat kamu cantik. Seseorang yang benar-benar mencintai kamu tidak akan melihat kecantikan yang kamu miliki saja. Namun juga hati dan rasa nyaman saat bersamamu."
Mayang mengangkat pandangannya. Memandang lekat pria yang sudah duduk di hadapannya. Sejenak Mayang merasa disorientasi. Benarkah kata-kata itu telah terlontar dari mulut pria ini?
Rasa malu muncul di dada Mayang. Ia seketika ingat dengan semua tingkahnya akhir-akhir ini. Baginya penampilan sempurna adalah segalanya. Bahkan beberapa waktu lalu ia benar-benar merasa panik setelah mencuci wajah di rumah bu Endah. Ia panik karena belum pernah menunjukkan wajah tanpa mekapnya di depan orang lain. Ia takut alisnya yang gundul akan ditertawakan orang yang melihatnya. Ia tak mau bibirnya tak terpoles lipstik meskipun hanya berwarna lembut. Hanya orang-orang terdekatnya yang tahu wajah asli Mayang tanpa mekap, termasuk penghuni indekostnya.
Mayang bukanlah penyuka mekap tebal atau berlebihan. Ia menyukai mekap natural. Ia yakin teman-teman di kampusnya pasti mengira Mayang tampil tanpa mekap setiap harinya. Padahal kepiawaian jemari Mayanglah yang menyebabkan dirinya seolah tak memoles apapun di wajahnya.
"Saya kelihatan banget ya, Om?" Mayang berucap pelan lalu menunduk malu.
"Lo, kelihatan apanya? Saya kan hanya mengucapkan pikiran saya saja. Bukan berarti kamulah yang saya maksud."
Mayang membisu.
"Kamu merasa tersindir?"
Desahan terdengar dari pria itu.
"Memang kamu seperti yang saya ucapkan?" tanya Mahesa lagi karena masih tak mendapatkan respons.
Mayang mengangguk.
"Saya minta maaf jika kamu tersinggung."
"Tidak perlu minta maaf, Om. Saya memang seperti itu. Saya selalu mencoba berpenampilan terbaik yang saya bisa. Setidaknya hal itu bisa membuat saya percaya diri dan kekurangan saya tidak terlihat."
"Bagian mana yang membuat kamu tidak percaya diri? Perjelas maksud berpenampilan terbaik yang kamu bisa. Saya tidak paham."
Mayang menarik napas sebelum kembali menjawab. "Saya tidak pernah keluar tanpa mekap. Wajah saya mengerikan jika tidak tersentuh mekap."
"Oh...." Mahesa seketika paham apa yang Mayang maksud.
"Sepertinya kamu perlu mengubah cara pandang kamu. Memangnya kriteria cantik menurut kamu seperti apa?" Mahesa memastikan sebelum membalas kalimat Mayang.
Mayang berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Seperti tante Indri."
###
Gimana?
Gimana?
Gimana?
Please.... Tetap jaga jempol yes. Wkwkkwkw.....
Nia Andhika
05022022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top