Bab. 2

Dua hari setelah resmi menyandang status jomlo, Mayang sudah mulai berkenalan dengan Rico si anak Fakultas Teknik semester akhir. Jika bisa diperjelas entah semester akhir yang ke berapa. Sebab sejak dua tahun yang lalu Rico sudah dengan bangga menyebut dirinya sebagai mahasiswa semester akhir yang entah kapan berakhir.

Mayang memang belum pernah berkenalan langsung dengan pemuda bertubuh atletis itu. Ia hanya sekadar tahu namanya saja. Lagi pula siapa sih yang tak kenal Rico. Predikatnya sebelas dua belas dengan Mayang. Selalu berganti-ganti pacar. Hanya kelebihannya, Rico lebih setia. Dia tidak akan berselingkuh ataupun melirik cewek lain selama berstatus taken. Tetapi kesetiaan Rico biasanya tak berumur panjang. Ketika dia menemukan cewek bening yang imut menggoda. Ia akan segera memindahkan dermaga hatinya.

Rico yang terkenal dengan jiwa sosial yang selalu memanjakan lidah juga kesenangan teman-temannya dengan hobi mentraktir tak luput dari perhatian banyak orang di kampus. Dengan temannya saja dia dermawan, apa kabar dengan kekasihnya kelak? Pasti persentasenya jelas berkali lipat.
Pagi ini adalah pertemuan resmi pertama Rico dengan Mayang. Pemuda itu sudah menunggu di kantin kampus sepuluh menit yang lalu. Mayang yang baru memasuki area kantin yang terbuka segera mengedarkan pandangan. Mencari-cari sosok yang katanya ingin berkenalan dengannya.

Setelah melihat lambaian tangan Rico yang duduk sambil menyesap capuccinonya, Mayang segera menghampiri pemuda bertubuh tinggi itu.

"Hai, sorry lama banget ya nunggu?" sapa Mayang manis.

"Nggak kok. Nyantai aja, baru juga sepuluh menit," Rico mengangsurkan daftar menu. "Sarapan dulu ya, lapar banget nih," Mayang terkikik sambil melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul sepuluh, pantas saja Rico mengeluh kelaparan.

"Kamu mau pesan apa?"

Mayang mengerjab, bingung harus memilih apa. Tadi dia memang belum sempat sarapan karena harus kuliah pagi. Begitu kuliah berakhir ia langsung melesat ke tempat ini karena sudah janji dengan Rico sejak tadi malam.

"Makan apa ya? Bingung nih mau apa?"

"Nggak usah takut gemuk, makan apa aja yang penting kamu suka. Aku nggak terlalu nuntut cewek aku harus bertubuh oke kok."

'What? barusan tuh orang bilang apa ya? Kok gayanya pede banget?' Mayang  membatin geli.

"Aku bukan cewek yang suka diet kok. Makanan aku aja banyak banget."

"Ya baguslah biar gak gampang sakit, kita bisa jalan terus,"

"Eh? Tinggi banget tuh tingkat ke-pe-de-an nih orang. Kayaknya asyik banget kalau dikerjain." Mayang mengulum senyum.

"Emm... Aku makan apa ya? Kalau pagi enaknya yang berkuah deh. Bubur ayam kayaknya enak," Mayang menyebutkan pesananannya.

"Ya udah samain aja ya. Minumnya apa? Lemon tea, gimana?" Mayang menjawab dengan anggukan. Setelahnya Rico melesat untuk memesan sarapan mereka berdua.

"Ntar malam keluar yuk?" Rico memulai percakapan setelah menandaskan sarapannya.

"Mau kemana emang? Musim hujan lo sekarang."

"Yah, cuma sekadar hang out aja sih. Kamu nggak ada acara kan?"

"Nggak ada sih. Ya terserah kamu aja deh."

"Oke, jam tujuh ya. Kamu harus siap." Mayang hanya menganggukkan kepala. Merekapun berpisah setelah bercakap-cakap tak kurang dari tiga puluh menit.

Pukul tujuh malam Rico sudah tiba di depan pagar indekost Mayang. Sebuah helm pink mencolok dengan stiker bertuliskan 'Rico's Girl' Rico angsurkan ke tangan Mayang. Mayang meringis geli. Harus banget ya dia memakai helm norak ini?

"Co, nggak ada helm lain ya yang bisa aku pakai?" Mayang urung memakai helm yang sebelumnya hendak ia pasang di kepalanya.

"Emang kenapa? Itu helm baru lo. Baru kamu yang pakai," ucap Rico percaya diri.

"Ini apa-apaan kenapa ada stiker kayak gini?" Mayang menunjuk stiker sumber ketidak nyamannya.

"Oh itu." Senyum Rico mengembang. "Biar kamu nggak hilang kalau kita lagi di kerumunan."

"Uanjrit! emang aku balita berpopok yang bisa begitu mudah hilang," gerutu Mayang tak terima.

"Nggak enak banget ya, kata-kata kamu." Mayang meringis namun Rico segera meraih helm di tangan Mayang. Memakaikannya lalu mengaitkan penguncinya.

"Kita berangkat aja, Yuk. Kamu masih terlihat cantik banget kok meskipun pakai helm. Jadi jangan merasa berat ya. Rambut kamu juga nggak bakalan kusut meskipun pakai helm."

Rico berbalik lalu menaiki motornya. Sejenak Mayang mengeluh kala memandang motor Rico di hadapannya. Ia bukannya keberatan jika harus naik sepeda motor. Ia sering naik ojek online kemanapun ia pergi. Tapi motor di depannya ini adalah motor yang sama dengan motor yang digunakan Valentino Rossi atau juga Marc Marquez beradu kecepatan di sirkuit yang sering kali Mayang lihat di televisi indekostnya. Pasti duduk di belakang Rico tidak akan senyaman saat duduk di belakang mas-mas ojek berjaket hijau yang sering kali menggunakan motor matik untuk mengantarnya.

"Ayo, Yang." Suara Rico mengusik lamunan Mayang. Eh!? Apa tadi? Yang? Mayang atau Sayang? Entah kenapa penggalan nama yang Rico ucapkan itu membuat Mayang bergidik ngeri.

Malam itu Rico mengajak Mayang makan malam di sebuah kafe yang ternyata adalah milik sepupunya. Pemuda itu terlihat menyapa hampir semua orang di kafe itu. Mayang sampai berdecak, seberapa sering pemuda itu berkunjung ke tempat ini? Pasti tak terhitung lagi.

Rico memilih tempat di luar bangunan utama kafe. Hal yang justru membuat Mayang bersorak senang. Ia bisa melihat taburan bintang di atas sana akibat dari penerangan yang temaram.

"Tempat ini keren banget." Mayang mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lampu-lampu pijar temaram yang tergantung di atas kepalanya membuat suasana terasa .... Entahlah. Mungkin hangat dan romantis adalah kata yang tepat.

"Aku yang bantuin merombak tempat ini," ucap Rico bangga.

"Tapi sayang, kalau kebetulan hujan kita harus pindah ke dalam." Mayang mengamati deretan bangku dan meja dari potongan kayu gelondongan yang dibelah menjadi dua tanpa adanya gazebo atau atap di atasnya.

"Kalau kita pasang gazebo di semua tempat pasti pemandangan pepohonan dan langit malam tidak akan bisa benar-benar dinikmati. Makanya gazebo hanya ada di beberapa tempat saja," tunjuk Rico pada beberapa gazebo di sekeliling kafe.

"Eh makan dulu, yuk!" Rico menginterupsi saat salah satu pemuda membawa makanan pesanan mereka. Mayang akhirnya kembali ke bangku yang Rico pilih. Setelah mengucapkan terima kasih pada pemuda yang mengantarkan makanan mereka, Mayang dan Rico pun menikmati makan malam mereka.

Namun belum habis makanan di piring Mayang, tiba-tiba saja Rico berucap, "Eh itu papa sama mama sudah datang."

Mayang menghentikan kunyahan di mulut, mendongak menatap Rico di hadapannya lalu mengikuti arah pandang pemuda itu di belakang tubuh Mayang. Seketika Mayang membelalak. Seorang pengacara senior yang beberapa kali pernah muncul di layar kaca sebagai nara sumber beberapa program televisi yang pernah Mayang tonton terlihat menyapa beberapa orang di dalam indoor kafe.

"Ngapain papa sama mama kamu ke sini, Co?"

###

Nia Andhika
26042021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top