Bab. 16
Sebelum baca, seperti biasa. Taburkan bintang kalian dan ramaikan ya.
###
Ini salah. Sangat salah. Mayang masih ingat tujuan awalnya ia menerima kehadiran Rico. Rico adalah salah satu dari sekian banyak cowok yang hanya akan berakhir menjadi mantan kekasihnya. Ia hanya menjadikan Rico sebagai ajang coba-coba saja dan tak berniat berhubungan serius dengan pemuda ini. Namun lambat laun kebaikan pemuda ini semakin nyata terlihat oleh matanya. Pemuda tengil juga play boy itu ternyata lebih dari yang ia kira. Di balik sifatnya yang sering kali tidak serius, kebaikan hatinya makin lama terasa tulus. Apalagi dengan semakin seringnya pemuda itu membawanya untuk berkumpul dengan keluarganya. Memberikan apa yang selama ini tak Mayang punya. Kehangatan sebuah keluarga. Menganggapnya begitu istimewa hingga puncaknya adalah detik ini. Pemuda itu mengatakan cintanya.
Senang. Tentu saja Mayang merasakan hal itu. Namun terbesit rasa bersalah di dadanya. Ia tak sebaik yang pemuda ini kira. Ia hanyalah gadis kurang kasih sayang dan kekurangan uang yang memanfaatkannya. Ia tak cukup baik untuk pemuda itu. Rico pantas mendapatkan gadis yang lebih baik dari dirinya.
"Hayo. Pelukannya gak usah lama-lama. Dari tadi capek yang nungguin kalian naik ke sini." Suara hiruk pikuk menyadarkan Mayang. Gadis itu merasakan tubuhnya tertarik ke belakang. Memisahkannya dari lengan Rico yang memeluknya erat.
Di depannya, Mayang melihat Indriana memeluk dan mencium sang putra dengan binar bahagia. Bergantian dengan sang suami lalu bergilir semua orang yang tak satupun Mayang kenal.
Mayang mundur perlahan. Berusaha keluar dari kerumunan. Memberi waktu untuk Rico berkumpul dalam kehangatan keluarganya. Musik yang menggema semakin terasa menyemarakkan suasana dan keriuhan di depan sana masih terus berlanjut.
Mayang memandang semua itu dengan mata berkaca-kaca. Lagi-lagi perasaan iri itu muncul. Ah seandainya saja ia bisa berada di posisi itu. Berbagi tawa juga pelukan hangat keluarga.
"Ayo foto!"
"Cepat!"
"Lilinnya tiup dulu!"
"Ayo cepetan makan! Lapar!"
Suara-suara riuh itu masih terus terdengar. Kerumunan itupun bergerak meninggalkan Mayang menuju salah satu sisi kafe di mana tadi semua orang berdiri di sana memberi kejutan. Sebuah kue tart terlihat di sana. Di sisi lain ada meja panjang yang sepertinya berisi hidangan yang terlihat begitu menggoda.
Keriuhan itu akhirnya berpindah sepenuhnya bersama sorak sorai yang masih belum sirna. Hingga beberapa saat setelah Mayang benar-benar sendirian, tanpa gadis itu sadari sebuah lengan tersampir dipundaknya. Pelan, lengan itu membimbingnya bergabung dengan keriuhan di depan sana, membuat Mayang melangkah pelan menyamai sosok di sampingnya. Saat Mayang sudah bergabung dengan keriuhan itu suara Rico pun kembali terdengar.
"Makasih, Pa. Hampir aja aku lupa Mayang ternyata enggak ada di sampingku."
Mayang membatu sejenak tak paham dengan kalimat yang baru saja Rico ucapkan. Namun saat ia menolehkan kepala demi melihat siapakah yang telah membawanya kembali bergabung dengan keriuhan itu, Mayang membelalak kaget.
Mahesa Sastrawijaya. Pria itu tahu jika ia menjauh dari keriuhan pesta anaknya. Dengan senyum teduhnya pria itu melepaskan lengannya dari pundak Mayang lalu mendorong pelan tubuh Mayang untuk mendekat pada sang anak.
"Kita foto bersama ya," ucap Rico dengan wajah berbinar yang dijawab anggukan Mayang pasrah. Sedetik setelah anggukan Mayang berikan, tubuh Mayang tertarik beberapa langkah. Berikutnya ia tak terlalu mengerti dengan apa yang terjadi. Ia hanya mengulas senyum saat kamera di depan sana memotretnya. Tubuhnya terasa tertarik ke sana kemari. Lengan-lengan terasa kembali bertengger di pundaknya yang tak sempat ia ketahui milik siapa. Bahkan ia sempat merasakan pelukan hangat dari sosok entah di belakang atau di sampingnya. Mayang tak berusaha mencari tahu. Ia hanya ingin merasakannya. Lebih banyak lagi, lebih lama lagi.
Perlahan, matanya yang semula berkaca-kaca haru tanpa bisa ia tahan meneteskan cairan bening. Mayang tergugu. Ini semua begitu luar biasa. Ia tak mampu menerima semuanya. Mayang merasakan sesak yang tak terkira. Bukannya ia tidak bahagia. Bukan. Ia begitu berbahagia berada di tempat ini. Namun lagi-lagi dadanya nyeri saat menyadari ia tak mungkin pernah mendapatkan kebahagiaan senyata ini untuk dirinya sendiri.
"Mayang, kenapa menangis?" Suara lembut itu terdengar begitu dekat di telinga Mayang. Sepertinya sudah ada seseorang yang menyadari sikap cengengnya. Mayang menoleh ke asal suara demi mendapati sorot teduh itu memandangnya dengan kekhawatiran yang terlihat nyata.
Mayang mengulas senyum sebisanya lalu menggeleng. "Saya hanya merasa terharu, Om. Semuanya begitu luar biasa. Semua ini terlalu indah bagi saya." Mayang mengusap air matanya. Tak peduli jika riasan matanya akan menghilang ataupun tak serapi sebelumnya.
Pria itu tampak membatu sejenak sebelum kemudian kembali mengulas senyum teduhnya. "Berbahagialah, kami semua menyayangimu." Mayang mengangguk pelan lalu kembali menghapus sisa air matanya.
"Tiup lilinnya! Tiup sekarang!" Teriakan itu kembali terdengar ditengah keriuhan yang entah siapa yang bersuara. Membuat otak Mayang kembali pada tempatnya setelah berkelana. Segera saja, semua orang begitu antusias berkerumun di depan Rico yang sudah bersiap meniup lilin ulang tahunnya.
"Berdoa dulu dong sebelum tiup lilin!"
"Wish listnya keluarin semua, Co!"
"Skripsi jangan lupa!"
"Dekat jodoh!"
"Ih, apaan sih. Lulus dulu lah."
Suara-suara itu saling bersahutan, tapi saat Rico mengangkat tangannya. Suasana seketika hening. Semua orang menunggu Rico meniup lilin ulang tahunnya.
"Semoga selalu berbahagia dan Mayang segera menjadi bagian dari keluarga kita."
"Aamiin..." Semua orang mengaminkan doa dan harapan Rico.
Begitu kalimat itu terucap, Rico meniup lilin di hadapannya yang disambut tepuk tangan semua orang. Lagi-lagi semua orang mengarahkan kamera ke hadapannya. Ke hadapan Rico lebih tepatnya karena pemuda itulah yang menjadi bintang utamanya.
Lalu Mayang. Ia lagi-lagi hanya mampu mengulas senyum haru. Perasaan bahagia, dihargai, juga hangat dan perasaan lainnya campur aduk memenuhi dadanya. Ia begitu disayangi pemuda tengil itu.
###
Nia Andhika
18012022
Gimana?
Gimana?
Gimana?
Sudah ada gambaran?
Wkwkweke.... Gambaran apa sih? Au ah penulisnya makin halu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top