꒰🌺꒱ 34 :: Agree

Gojo masih berdiri di balkon kamar [Name]. Selama beberapa menit berlalu dia tidak melakukan apa pun, kecuali menatap Sang Gadis. Tubuh [Name] kini bergerak, berputar ke arah balkon hingga Gojo bisa melihat wajahnya dengan leluasa.

“... Sudah dari tadi, tapi aku enggak bosan.” Gojo menyandarkan kepala ke kaca, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. Aku tidak menolak 'perasaan asing' itu sekarang. Jadi, ... yang aku inginkan hanya melihat gadis itu.

“Lho? Gojo?”

Sang pria membelalak. Lantas menoleh ke arah kaca, menemukan [Name] berdiri dengan wajah kaget. Gadis itu langsung mengenakan cardigan—yang ia pegang—untuk menutupi lengan dan bahunya.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya [Name] sembari membuka kunci pintu balkon.

Gojo menyentuh kaca pintu itu. “Jangan buka.”

“Eh?” [Name] menatap Gojo. “Di luar sana dingin, lho. Gojo enggak lihat? Salju turun lagi.”

“Aku sudah melihatnya karena sejak tadi berdiri di sini, tau,” jawab Gojo dengan nada dongkol.

“Kalau begitu biarkan aku membu—”

“Jangan lakukan itu.“ Nada suara Gojo berubah tegas. “Kau ... tidak akan tahu apa yang bisa kulakukan kalau masuk.”

[Name] bungkam. Menyadari sesuatu yang cukup bahaya, ia langsung melepas kenop pintu. “Kau benar. Aku khawatir karena di luar lagi dingin.”

“Pikirkan dirimu juga, dong.”

“Jadi? Apa yang membawamu ke sini?” tanya [Name]. Ia mengelap kaca pintu—yang berembun—tepat di bagian wajah Gojo, meski mukanya tidak kelihatan karena gelap. “Kau tidak mungkin ke sini kalau tak punya urusan, 'kan?”

“Aku memang tidak punya urusan, kok?”

“Lalu kenapa—”

“Aku juga sudah terlambat menjalankan misi.”

[Name] bungkam. Lalu sedikit menunduk dan melihat tangan Gojo yang menyentuh kaca. Tangan Sang Gadis terangkat, kemudian meletakkannya tepat di bagian telapak tangan pria itu.

“Aku hanya mau melihatmu,” ucap Gojo tiba-tiba.

[Name] tersentak. Sontak mengangkat pandangan lalu menatap Gojo. Ia tak dapat melihat ekspresi pria itu karena minim cahaya. Raut apa yang lelaki ini pasang setelah mengatakan kalimat itu? Kenapa juga dia berucap seperti itu?

“Melelahkan juga menolak 'perasaan asing' ini.” Gojo terkekeh kecil. “Bagaimana kalau aku menerimanya saja?”

[Name] tidak menjawab. Ia tidak tahu harus membalas apa.

“Kau sepertinya tahu sesuatu, tapi ragu untuk mengatakannya. Aku juga sudah sering menolak 'perasaan asing' ini, tapi kayaknya sia-sia. Jadi, bagaimana kalau aku menerimanya saja?” Gojo menatap Sang Gadis. Melihat mata emerald yang begitu jernih dan cantik.

“Gojo ....”

“Kau enggak keberatan? Aku bisa saja 'menahan'-mu karena 'perasaan gila' ini, lho? Kau tahu ke mana arah 'perasaan asing' ini.” Gojo mengangkat sebelah alis.

[Name] menahan napas. Tak ada pikiran untuk menolak meski dia tahu perkataan Gojo menyiratkan peringatan. Ia justru merasa sedikit bersemangat.

“Kalau kau enggak menjawab, aku akan menganggap kau setuju. Asal kau tahu, aku punya sikap yang buruk.”

“Aku tahu.” [Name] mengangguk. “Itu bukan berarti kau orang jahat.”

“Kau benar-benar setuju?”

“Aku juga memikirkan hal ini setelah berbicara dengan Paman Haruto.”

“... Baiklah. Kalau begitu, buka pintunya.”

[Name] membelalak. “Gojo mau apa—”

“Atau kubuka paksa saja, ya?”

“Baiklah! Akan kubuka.” [Name] buru-buru membuka kunci. Lalu membiarkan Gojo menggeser pintu.

“Kalau begini sudah enggak bahaya lagi.” Gojo melepas mantel. Melangkah mendekati Sang Gadis. “Nah, apa yang harus kulakukan padamu?”

[Name] tersenyum kikuk. Menatap Gojo yang berdiri di hadapan. “Ternyata agak canggung juga berduaan di kamar.”

“Bahaya juga, sih. Kau kayaknya 'terbuka' banget, deh. Apa aku bukan satu-satunya orang yang pernah masuk ke sini?”

“Memang bukan.”

Cih. Gojo mengangkat tangan kanan, menjulurkan jari telunjuk kemudian menyentuh kening [Name]. “Tidurlah.” Ia menangkap tubuh Sang Gadis yang hilang keseimbangan. Membawanya ke dalam pelukan, lantas mengangkatnya.

“Ringan banget. Dia dikasih makan tidak, sih?” gumam Gojo sembari melangkah ke tempat tidur [Name]. “Atau aku yang terlalu kuat?”

Ia membaringkan [Name] dengan pelan. Kemudian menarik selimut hingga menutupi area lehernya. Lantas duduk di pinggir ranjang. Mengamati wajah Sang Gadis yang sedang tertidur pulas. Gojo mengangkat tangan, hendak menyentuh pipi [Name]. Namun, ia berhenti.

“Hmm ....” Gojo berdiri. Memasukkan tangan dalam saku. Lalu berjalan ke arah mantel yang terletak di kursi, memakainya, kemudian teleportasi.

꒰🌺꒱

“Paman liat Gojo, tidak?!”

“Ha?” Haruto mengernyit. Ia yang hendak menyeruput kopi jadi berhenti. “Memangnya Gojo datang? Kapan?”

[Name] mengulum bibir, kemudian menunduk. “Dia sudah pergi, ya.” Ekspresinya tampak sedih.

“Gojo datang tadi malam?” tanya Haruto penasaran.

“Iya. Aku sempat bangun tengah malam dan melihatnya di balkon kamarku.”

“Kok serem?” Haruto merasa ngeri. Bulu kuduknya berdiri membayangkan Si Surai Putih mengintil Sang Gadis. “Kenapa dia melakukan itu?”

“Kayaknya ... Gojo punya pemikiran yang sama denganku tentang 'langkah baru'. Dia datang semalam untuk mengatakan itu dan meminta pendapatku.”

“Oh, kalian mulai saling menerima, ya?” Satu alis Haruto terangkat. “Prosesnya lama banget. Banyak yang geregetan, lho.”

“Eh?” [Name] mengerjap.

Haruto menggeleng. “Bukan apa-apa. Jadi? Bagaimana hubungan kalian sekarang?”

“Aku belum membicarakannya lebih serius, sih, tapi yang penting kami sudah setuju.” [Name] tersenyum hingga matanya tertutup. Rona merah tipis pun menghiasi pipinya. Tampak senang dengan keputusan ini.

Entahlah. Untuk suatu alasan, ia merasa lega. Akhirnya bebas dari rasa khawatir tiap Gojo merasakan 'perasaan asing'. Mungkin juga karena cinta? Perasaan yang datang dari masa lalu itu?

Jiwa yang ada pada masa lalu dan masa sekarang itu sama, lho. Hanya berpindah waktu saja!

“Eh? [Name]-chan? Kenapa wajah kamu memerah begitu?” tanya Haruto bingung.

Sang Gadis menyentuh kedua pipi. Kenapa aku baru menyadarinya ... padahal dari dulu sudah tahu?!

Gojo makin ganteng aja 🥺🫂💕

Ann White Flo
25 Mei 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top