꒰🌺꒱ 32 :: Remind.

“Pada abad ke-19 ... aku memakai pakaian itu saat festival.”

“... Ha? Kau serius?” Gojo mengernyit. Kalau ucapannya benar, kenapa dia melihat gambaran itu? [Name] yang bereinkarnasi tidak ada hubungan dengan Sang Pria, bukan?

“Aku tidak tahu ... kenapa Gojo bisa 'melihat'-nya.” [Name] menunduk. Ia tak sepenuhnya bohong. Dia memang tidak tahu alasan Gojo diberi ingatan—secara tiba-tiba. Dia bukan orang yang mengingat kehidupan lalu, 'kan?

“Heee. Aku tidak mungkin seorang reinkarnasi, sih. Kalaupun benar, aku seharusnya sudah tahu dari dulu.” Gojo mengapit dagu.

[Name] bungkam. Lalu, menatap Gojo penuh arti. Apa petunjuk waktu itu tak membuat pria ini sadar?

Seseorang pun dapat dikatakan reinkarnasi meski tidak mengingat kehidupannya dulu.

Sang Gadis menghela napas. Mungkin perkataannya waktu itu belum cukup menyadarkan pria ini. Lagi pula untuk apa dia 'memancing' jika bisa mengatakannya langsung? Apa alasan dia berbelit seperti ini?

“Bagaimana kalau ... Gojo baru 'mengetahui sekarang' dibanding 'dari dulu'?” ungkap [Name].

“Huh?”

“Apa yang akan kau lakukan kalau kau ... seorang reinkarnasi?”

Gojo diam. Apa yang akan dia lakukan? Sejujurnya, hal ini tak pernah terpikir sebelumnya. Namun, bukankah tak ada bedanya jika dia tahu dan tidak tahu?

“Aku mungkin nggak bakal melakukan apa-apa, sih.” Gojo mengangkat bahu ringan. “Apa bedanya jika aku mengetahui dan tidak mengetahuinya?”

“Beda, sangat berbeda,” jawab [Name] spontan. Tentu saja, karena sekarang ia merasakannya. Terlebih, dia melihat reinkarnasi dari orang yang ia cintai di masa lalu.

Gojo mengerjap, kemudian menyungging senyum miring. Lalu bersedekap dan memajukan tubuh ke arah Sang Gadis. “Hee? Sepertinya aku meremehkan situasinya, ya?” tanyanya dengan nada ringan. “Itu karena aku hanya membayangkan, bukan merasakannya langsung.”

“Gojo ... enggak tahu rasanya berhadapan dengan orang-orang yang bereinkarnasi, lalu membandingkan hidup mereka yang dulu dan sekarang.”

“Yang lalu urusan yang lalu, tak ada hubungannya dengan sekarang, lho?” Gojo bersandar.

[Name] membelalak, tak lama mengerjap. Menatap Gojo penuh keterkejutan. Ia sadar akan sesuatu setelah mendengar ucapan Sang Pria.

Apakah rasa cinta yang ada di masa lalu tak perlu dibawa ke masa sekarang? Pikir gadis itu. Namun, ada perasaan janggal ketika memikirkan ini.

Rasanya ... tidak rela.

Kalau ... memang tak perlu dibawa. Kenapa Gojo merasakan perasaan aneh padaku? batin [Name]. Benar-benar bingung.

“Omong-omong, [Name]. Kenapa kau bertanya apa yang akan kulakukan jika aku seorang reinkarnasi?” tanya Gojo.

[Name] mengatup bibir sembari menunduk. Apa aku harus mengatakannya? batin gadis ini gundah. Sebenarnya, apa alasan dia menyembunyikan fakta bahwa Gojo adalah reinkarnasi hingga membuat pria itu bingung dengan 'perasaan asing'?

“Hei, [Namee]. Kau dengar aku?” Gojo memajukan wajahnya.

“Gojo, aku tahu alasan kenapa kau bisa merasakan 'perasaan asing' itu.”

“Huh?” Gojo perlahan menarik diri.

[Name] mengangkat pandangan, menatap Gojo dengan serius. “Itu semua terjadi karena—”

“Maaf membuat Anda menunggu. Ini pesanannya!”

[Name] langsung mengukir senyum pasrah setelah dia berhenti bicara. Kemudian menghela napas setelah pelayan restoran itu pergi sesudah menata pesanan mereka di atas meja.

“Selamat makan!” kata Gojo dengan senyuman lebar. Pria ini tampak senang.

[Name] kembali menghela napas lalu mengukir senyum kecil melihat tingkah Gojo. Lantas, ia mengambil sumpit dan menyatukan kedua tangan di depan dada.

“Selamat makan!”

꒰🌺꒱

“Gojo benar, makanan di sini enak sekali,” gumam [Name] setelah berada di luar restoran.

“Benarkan? Firasatku memang enggak pernah salah!” Gojo mengangkat dagu, menyombongkan diri.

[Name] terkekeh. Lantas mulai melangkah—diikuti Gojo dari samping. Mata emerald gadis ini menyisik sekitar. Seperti biasa, kota Tokyo selalu ramai hingga malam. Padahal, lagi musim dingin dan salju agak menumpuk di jalanan.

“Gojo setelah ini ada kerjaan?” tanya [Name] tanpa menatap Sang Pria. Ia masih sibuk melihat-lihat area.

“Ada. Aku punya misi dua jam lagi.” Gojo memasukkan tangan ke saku.

“Bagaimana Gojo mengatur waktu antara kerja dan istirahat?” [Name] mendongak ke Gojo. “Mm ... karena kau yang terkuat, tanggung jawab Gojo paling banyak, 'kan?

“Hmm.” Gojo menyentuh dagu. “Aku biasanya jalan-jalan saat ada misi. Karena kalau tidak begitu, aku tak akan punya waktu istirahat.”

“Oh, begitu.” [Name] mengangguk paham. Aku pernah berpikir seperti itu setelah Yaga-sensei bercerita di hari kedatanganku, kalau dia mendengar ucapan Gojo sekarang, Sensei pasti langsung mengomel, batin [Name].

Anak itu membuatku pusing. Para petinggi juga terus menerus berargumen dengan sikap Satoru yang seenaknya.

“Iya, dia sudah pernah ngomong begitu,” gumam gadis ini.

“Huh? Apanya?” sahut Gojo.

[Name] menggeleng. “Tidak ada apa-apa.”

“... Bukankah ada yang mau [Name] katakan padaku?” Gojo menyungging senyum miring.

“Hm? Soal apa?” Gadis itu mendongak ke arah Gojo.

“Kau tahu alasan aku bisa merasakan perasaan asing.”

[Name] menahan napas, lalu spontan mengalihkan pandangan. Entah kenapa, dia tiba-tiba merasa ragu untuk berucap. Ia punya firasat, kalau Gojo mengetahui alasannya maka sesuatu yang buruk akan terjadi.

“Ah, bukan apa-apa. Aku ... salah menduga dan menganggap pikiranku tadi memalukan.” [Name] terkekeh.

Gojo melirik [Name]. Melihat raut muka gadis itu membuatnya memasang wajah datar. “... Hee.” Ia langsung tersenyum ceria. “Aku akan mengantarmu pulang sebelum pergi misi.”

“Gojo punya misi di daerah mana?”

Si Surai Putih menunjuk ke belakang—berlawanan arah dari jalan rumah [Name]. ”Di sana.”

“Kurasa kau tak perlu mengantarku.” [Name] menggeleng.

“Tenang saja. Aku bisa teleportasi.”

“Bukan itu masalahnya. Jangan membuang energimu dengan sia-sia. Aku bisa pulang sendiri, kok. Gojo tak perlu khawatir.”

“... Enggak mau.” Gojo memasang muka dongkol. “Kalau kau pulang sendiri, nanti malah ketemu preman lagi.”

[Name] tersentak. Kalimat yang hendak keluar jadi tertahan di tenggorokan mendengar pernyataan Gojo. Apa pria ini mengkhawatirkannya? Sang Gadis merasa aneh. Karena sebelumnya Si Surai Putih selalu menyangkal hal yang berhubungan dengan [Name]. Namun, kali ini lelaki itu menunjukkan perhatiannya.

“Gojo mengkhawatirkanku?”

Pria itu bungkam, lantas menyentuh tangan [Name]. Menarik gadis itu mendekat, lalu menuntun tangan kecil itu untuk melingkar di pinggang Gojo. Kemudian, Si Pria teleportasi ke halaman depan rumah Sang Gadis.

“Sampai.”

[Name] mengerjap, masih merespon kejadian tadi. Setelah kesadarannya kembali, ia melihat sekeliling. Ini halaman rumahnya. Kemudian, Sang Gadis mendongak melihat ke arah Si Surai Putih yang jarak wajahnya sangat dekat.

“Mau sampai kapan kau memelukku?” tanya Gojo sambil menaikkan sebelah alis.

[Name] menunduk, spontan menarik kedua tangan dan mundur. “Oh ... terima kasih.” Ia mencerna situasi. Bukankah Gojo yang membuat dirinya memeluk tubuh kekar itu?

Setelah melihat 'gambaran masa lalu' tadi, dia jadi banyak menyentuhku, batin Sang Gadis.

“[Name] kecil banget, ya?”

[Name] menatap Gojo. Mendapati pria itu melihat telapak tangannya sendiri. Wajahnya pun tidak menunjukkan ekspresi yang berarti. Lalu, apa yang dia lihat di telapaknya?

“Maksud Gojo apa ...?” tanya [Name].

Gojo mengepalkan tangan. “Bukan apa-apa. Sampai jumpa.”

Pria itu hilang dari pandangan Sang Gadis.


WARNING! SPOILER JJK!

Aku maunya update chapter ini pas peringatan Gojo keluar, tapi ternyata enggak selesai 😭 btw ... aku ada niatan mau buat AU di twitter. Masih niatan, sih. 🤣🤣

Ann White Flo
15 Mei 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top