꒰🌺꒱ 30 :: Faint memory.

“Lho? Sudah pulang?” Haruto mengerjap sembari menaikkan satu alis. Melempar tatapan tanya pada Sang Gadis yang tengah merapikan sepatu.

Pria ini melihat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tiga. Lalu mengalihkan pandangan ke arah [Name] dan mengerjap lagi. Apa pertemuan gadis ini dengan para petinggi sudah selesai? Secepat itu?

Bukannya dia baru berangkat tiga puluh menit lalu, ya ....? batin Haruto heran.

“Aku tak sempat menemui mereka,” ungkap [Name] tiba-tiba sembari berdiri.

“Ho? Kenapa?”

“Gojo menarikku keluar saat aku tepat di ambang pintu.” [Name] berbalik. Lalu menghela napas. “Pria itu bilang mau mengajakku pergi, tapi dia tiba-tiba malah meninggalkanku. Apa maksudnya itu?”

“... Hmmm ....” Haruto mengapit dagu. Apa mungkin Gojo tak mau mempertemukan para petinggi dan [Name]? batinnya.

“Kenapa para petinggi memintaku menemui mereka, ya?” [Name] mengapit dagu. “Saat aku ingin kembali, Kiyotaka-san melarangku masuk.”

“Paman dengar dia asisten Gojo. Mungkin anak itu sudah menyuruhnya untuk melarang [Name]- chan?”

“Tapi kenapa saat aku sudah sampai di sana? Kenapa tidak dari pagi tadi dia melarangku?”

Haruto menyentuh pundak [Name] dan menepuk beberapa kali. “Pikiran orang gila tak bisa ditebak.” Ia mengangguk mantap.

[Name] terkekeh sembari menggeleng. “Ya, sudah. Aku ke kamar dulu, ya.”

꒰🌺

“Ijichi ....”

“... Ha'i?” jawab Ijichi agak gemetar. Ia keringat dingin, bahkan saat menunduk keringatnya langsung jatuh ke lantai.

Aura Gojo terlalu menakutkan. Ia tahu pria ini marah. Namun, apa penyebabnya? Ijichi mengingat-ingat kegiatan yang ia lakukan hari ini sembari menilik di mana kesalahan yang diperbuat.

“Kenapa kau mengajak [Name] ke tempat para tua bangka kolot itu?“ tanya Gojo. Menumpu kaki kiri di atas paha kanan.

Ijichi membeku. Heran dengan pertanyaan Sang Surai Putih. Meskipun begitu, tak urung dia menjawab, “Para petinggi meminta saya untuk mengantar Kouno-san ke sana ... saya pikir Gojo-san sudah mengetahuinya, karena Anda datang ke tempat mereka.”

“Apa kau tahu alasan mereka mau bertemu [Name]?”

“Tidak.”

“Hee.” Gojo bersedekap sambil menyandar santai. “Apa rencana para orang tua itu sekarang?”

Aneh, padahal dulu ... mereka tak pernah melirik [Name] sedikit pun meski dia kuat, batin Gojo. Cemberut.

“Tapi saya sempat mendengar sesuatu ...,” ungkap Ijichi dengan suara kecil.

“Huh?”

“Salah satu petinggi bilang ... Anda berpacaran dengan Kouno-san.”

“Ha?”


Ijichi mundur selangkah. Dengan susah payah lanjut berkata, “Mereka melihat Gojo-san dan Kouno-san menghabiskan waktu bersama sejak SMA. Apalagi setelah kepergian Geto-san.”

Gojo diam. Tak memasang ekspresi apa pun. Entahlah, tak ada keinginan untuk menyangkal. Lagi pula, ia dan [Name] memang lumayan dekat sejak ketemu—ini bagian yang benar.

“Jadi, mereka mau memanfaatkan [Name] agar bisa menekanku?” Gojo mengangkat satu alis. “Hehe, kayaknya nggak ada hal lain yang bisa mereka lakukan untuk membuatku tunduk.”

Aku harus memberitahu hal ini pada [Name]. Biar dia bisa jaga diri, batin Gojo sambil berdiri. Kemudian melangkah ke arah pintu.

“Eh? Gojo-san, Anda mau ke mana?” tanya Ijichi seraya berbalik memperhatikan punggung Gojo.

“Mau ke rumah [Name]. Kau antar aku ke sana.”

Bukankah dia baru saja meninggalkan gadis itu?! batin Ijichi kaget. Gadis yang malang ....

꒰🌺꒱

“Dia lagi nggak di rumah.”

“....” Gojo cemberut. Melempar pandangan malas pada Haruto yang berdiri di bingkai pintu. Tak terpikirkan sama sekali jika ia datang pada waktu yang salah. Seharusnya dia menghubungi Sang Gadis terlebih dahulu sebelum ke rumahnya. “Terus dia pergi ke mana?”

“Dia cuma pamit, nggak tahu pergi ke mana.” Haruto mengangkat bahu sekali. “Omong-omong ada apa? Bukankah tadi kau baru saja meninggalkan dia setelah menyeretnya keluar dari ruangan para petinggi?” tanya pria ini dengan nada penasaran.

“Ada yang mau kutanyakan.”

“Hee.”

“Ya sudah.” Gojo berbalik. “Aku akan mencarinya sendiri.” Dia menatap Ijichi. “Kau pergilah, Ijichi. Aku mau jalan saja.”

“Ah, baik.” Ijichi mengangguk.

Gojo melangkah dengan santai ke arah pagar. Kemudian membuka dan menutup pintunya setelah dia berada di luar. Ia menoleh kanan kiri. Merasakan di mana arena aura keberadaan Sang Gadis.

Kalau belum jauh, seharusnya energi anak itu masih terasa, tapi .... Gojo bungkam, lalu secara tiba-tiba berbelok ke kiri.

Ia mengikuti firasat.

Gojo tak menikmati perjalannya mencari [Name]. Ia sadar jika dia nyaris kehilangan ketenangan—dan itu mengganggunya. Namun, tidak ada niat untuk menampik semua itu.

Tak terasa, dia sampai di area kota. Di tengah keramaian manusia yang berlalu lalang. Gojo mendecih jengkel, melihat kerumunan ini membuatnya malas untuk melanjutkan langkah. Haruskah ia melayang di udara dan menginjak kepala mereka?

Bukan ide bagus.

“Kenapa aku sampai mau melakukan ini, sih ...?” kata Gojo.

Ia menyelisik sekitar. Mungkin saja dia bisa menemukan kepala [Name] dari sini, bukan? Setelah menilik beberapa kali, Gojo tak menemukan apa-apa hingga ia berjalan—dengan sangat terpaksa.

“Waah, kucingnya lucu.”

Huh? Gojo membelalak saat suara familier terdengar. Ia menoleh ke kiri. Tepat ke arah toko hewan dengan banner kucing. Dia menemukan wajah ceria yang dicarinya lewat kaca jendela toko. Gadis yang sedang berjongkok—di luar bangunan—sembari mengetuk kaca jendela di mana anak kucing berada.

Gojo melangkah cepat ke sisi bangunan di tempat Sang Gadis. Ia kemudian berhenti saat [Name] tepat beberapa langkah di depan.

“Hoi, [Na—”

Secara tiba-tiba, pakaian Sang Gadis berubah jadi pakaian tradisional dengan model rambut kuno, lalu berubah kembali dengan bajunya sekarang.

Sang Pria bungkam. Ia mengernyit. Perubahan itu terjadi sangat cepat. Dia bahkan tak sempat bereaksi. Pakaian kuno? Gaya rambut kuno?

“Oh? Gojo?” [Name] menoleh. Satu alisnya terangkat kala melihat ekspresi Sang Surai Putih. “Hei, ada apa denganmu?”

Gojo makin mengernyit saat perubahan itu terjadi lagi. [Name] dengan balutan pakaian zaman dahulu begitu pun model rambut. Apa-apaan ini?

[Name] segera berdiri dan menghampiri Sang Pria. “Hei, Gojo nggak apa-apa?” tanyanya dengan nada khawatir. Ia menyentuh kedua lengan lelaki itu, menariknya mendekat, lalu menangkup sebelah wajahnya. “Gojo bisa mendengarku?”

“Kau ... kenapa pakai pakaian tradisional zaman dulu?” tanya Gojo agak bingung.

“Eh?”

“Model rambutmu juga, kenapa kuno banget?”

[Name] menahan napas.

Bukankah itu ingatan masa lalu?

Nggak tau lagi. Maaf banget baru muncul sekarang 🥲 sudah nggak bisa se konsisten dulu 🫂 aku nyelesaiin perlahan-lahan 😭

Ann White Flo.
14 April 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top