꒰🌺꒱ 28 :: Aware that feel.

“Ternyata dia sudah membayar semua makanannya.” [Name] menutup pintu Kedai sembari menuruni tangga pendek. Memasukkan tangan ke saku mantel, kemudian beranjak.

“Oh? Kouno-san, bukan?”

[Name] berhenti jalan, mengerjap sebentar, lalu memutar badan. Pandangannya perlahan ke atas, melihat seorang pria berambut pirang, memakai jas dibalut mantel cokelat, juga kacamata yang cukup aneh bentuknya.

“... Nanami? Apa kau Nanami?” tanya [Name] ragu. Dia punya firasat jika orang di hadapannya ini adalah teman SMA dulu, tapi melihat penampilan pria itu yang sangat berbeda, membuatnya tak begitu percaya.

“Ah, kau mengingatku rupanya.” Nanami mengangguk singkat.

[Name] tersenyum lebar. “Lama tak jumpa.”

“Kau juga. Sejak kapan kau datang ke Jepang?” tanya Nanami. Ia menoleh ke kanan di mana Kedai makanan berada. “Kau baru keluar dari sana, ya?”

“Aku tiba kemarin pagi, dan iya. Aku habis sarapan bareng Gojo.”

Nanami diam. Sedikit terkejut setelah mendengar nama mantan kakak kelas terucap oleh [Name]. Bukankah hubungan mereka kurang baik sejak gadis ini pergi?

“Kau ... tidak. Apa Gojo-san yang berkompromi?” tanya Nanami.

Ia ingat masa-masa sekolah—setelah kepergian Sang Gadis. Bagaimana Gojo menjalani hari, kadang datang mengganggunya juga jika sedang bosan. Nanami masih ingat perasaan jengkel yang hinggap di hati saat Gojo makin menjadi-jadi.

Oh, perasaan dongkol itu masih membekas  sampai sekarang.

[Name] paham maksud ucapan pria berambut pirang itu. Ia sedikit terkekeh dan menjawab, “Bisa dibilang. Mmm ... anggap saja aku sedang beruntung bisa berbincang dan sarapan bersamanya saat hubungan kami belum terlalu baik.”

“... Sebenarnya apa yang membuat hubungan kalian berdua menjadi buruk?”

Gadis itu bungkam sebentar. Lalu berkata, “Perasaan bersalah bagiku dan ... mungkin marah untuknya? Kau tahu? Aku meninggalkannya dengan cara yang cukup ... buruk. Aku bahkan baru berpamitan saat hari terakhirku di Jepang.”

“Kau juga meninggalkannya saat dia masih terpuruk.”

[Name] membelalak. Lalu tertawa kecil. “Aku bukan seseorang yang penting untuknya.” Ia menunduk. Andai saja perasaan aneh itu tak ada di dalam dirinya ... mungkin dia tidak akan merasa tidak nyaman. Dia bahkan tak mau menjawabku dengan mengalihkan topik, batin gadis ini.

“Ternyata kau bisa tak peka, ya?” Nanami bersedekap.

“Kau anggap aku apa—”

“Kalau Gojo-san tidak menganggapmu berharga. Dia tak akan marah padamu, bukan?”

[Name] membelalak. Kemudian mendongak menatap Nanami dengan pandangan kaget.

Aku yakin sekali, karena ... Satoru sampai sekarang tak membuang gelang pemberianmu.

Perkataan Yaga terlintas begitu saja dalam kepala. Juga beberapa kondisi di mana Gojo menunjukkan perhatiannya.

Dia terkejut, batin Nanami menilik ekspresi Sang Gadis. Sungguh dia tak sadar selama ini?

“Aku ... bukannya tak pernah berpikir seperti itu ....” [Name] menunduk. “Hanya saja, rasanya mustahil jika dia menganggapku penting, bukan? Tadi aku bertanya pada dia ... dan pria itu tak menjawab apa pun.” Ia menghela napas. Gojo sangat menentang perasaan asing itu, membuatku mengenyahkan pikiran kalau dia lumayan menghargaiku.

“Yah ... aku juga berpikir begitu. Terlebih setelah Geto Suguru meninggal tahun lalu.”

[Name] mengerjap mendengar nama familier di telinga. Geto Suguru? Ia memutar ingatan, tepat pada masa sekolah. Mengingat siapa saja yang berinteraksi dengan dirinya waktu itu.

Kakak sepertinya mengenal Kak Gojo dengan baik, ya.

[Name] mengernyit. Ia menyentuh kening saat kepalanya sedikit terasa sakit.

Tentu. Aku tak menyangka bisa cocok dan merasa senang bermain bersamanya.

Matanya membelalak kala mengingat wajah Geto Suguru. Sahabat Gojo, satu-satunya.

“Dia ... meninggal?” ungkap [Name] dengan nada kaget.

“Geto-san membuat kekacauan setahun lalu, kemudian dieksekusi oleh Gojo-san setelah orang itu melawan anak murid sekolah Jujutsu.”

“Itu ... benar-benar mengejutkan.” [Name] mengerjap sembari menunduk. Sahabat Gojo ... orang satu-satunya itu ... meninggal?

Bagaimana perasaan pria surai putih itu?

“Umm, Nanami. Aku harus pergi!” [Name] langsung berbalik tanpa mendengar balasan dari Nanami. Ia tak peduli, sebab berlari menuju sang surai putih lebih penting.

꒰❄꒱

“Menyusahkan.” Gojo meregangkan tubuh. Kemudian memasukkan tangan ke saku baju. Menyelisik area sekitar ruangan gelap, di mana mayat-mayat terkutuk berserakan.

Aku mengingat kehidupanku sekitar abad ke-19.

“Apa yang aku pikirkan waktu itu hingga tidak mendengar ucapannya?” Gojo mengernyit. “Reinkarnasi, ya? Siapa saja yang tahu kalau dia ingat kehidupan dulu?”

Kenapa dia mengatakan hal sepenting ini kepadaku? batin Gojo. Mendecih. Lantas beranjak, melangkahi mayat-mayat kutukan atau bahkan menginjak bagian dari tubuh mereka.

Ia keluar dari rumah sakit tak terpakai. Lalu berhenti berjalan dan meregangkan badan. Sedikit kaku rasanya, tadi pun pergerakan Gojo agak terbatas karena dia tak boleh menghancurkan bangunan ini.

“Padahal sudah tak terpakai, tapi kenapa nggak boleh— huh?” Gojo mengangkat satu alis. Ia merasakan energi besar mendekat ke tempat ini. Kekuatan yang familier.

“Oh! Gojo di sini rupanya!”

Gojo berdeham panjang. Menatap datar [Name] yang terengah-engah, lalu membungkuk sembari mengatur napas, kemudian melangkah mendekat. Senyuman terukir di wajah manis itu sambil melambai singkat.

“Aku mencarimu dari tadi. Tempatmu menjalankan misi jauh juga, ya. Untung aku tidak tersesat,” kata [Name] berhenti jalan di depan Gojo.

“Buat apa?” tanya pria itu. Dia berlari ke sini hanya untuk menemuiku? batinnya merasa asing.

“Tak ada. Aku cuma ingin melihatmu saja.” Sang Gadis mengembangkan senyuman. Setelah sadar berkat Nanami, aku refleks berlari untuk menemui pria ini.

“Hee ....” Gojo berjalan melewati [Name]. “Aku masih ada misi jadi nggak punya waktu buat meladenimu. Lagi pula ... pembicaraan kita di Kedai tadi bikin aku jengkel.”

[Name] langsung berbalik. “Apa kau jengkel karena aku belum memikirkan kapan akan pergi ke Korea?” Ia menahan napas. Merasa agak malu. Namun, ini berkat perkataan Nanami—sekali lagi—yang mendorongnya untuk mengucapkan hal itu.

Gojo berhenti melangkah. “Ha? Kau bercanda? Buat apa aku marah karena itu?” Ia berbalik. Mengernyit keras. Gadis ini serius?

“Habisnya ... itu topik terakhir—”

“BODO AMAT!” Gojo teleportasi.

“Lah ....”

Halo 😶 maaf baru muncul 😭😭
Aku nulis ini sedikit-sedikit 🥲

Ann White Flo
17 Februari 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top