🌺 ꒰26꒱ :: Stimulus.
Gojo melangkah menyusuri gang gelap dengan santai. Suara-suara bising—senjata dan teriakan—mengalun menyapa telinga. Saat asal bunyi itu makin jelas, ia bersandar pada dinding guna menghindari cahaya senter yang bergerak sembarang.
Energi kutukannnya familier. Siapa, ya? Gojo mengapit dagu. Mengingat-ingat orang kuat yang dia tahu memiliki energi kutukan ini. Ia menghela napas dongkol saat tak mengingat siapa. Lantas melangkah, menunjukkan diri pada orang-orang yang berkelahi itu.
“Akh!”
“He?”
“Dasar! Bagaimana mengurus satu perempuan saja kalian tak bisa!” teriak seseorang.
Gojo menonton [Name] yang menendang, meninju, juga membanting pria-pria yang melayangkan senjata padanya.
Mereka banyak. Apa aku harus membantunya? batin Gojo. Namun, melihat [Name] memimpin perkelahian, dia otomatis menggeleng. “Tidak perlu. Gadis itu bisa membereskannya sendiri.” Ia meletakkan tangan kanan di samping bibir. “Oii, [Namee]~”
Sang Gadis—yang saat ini sedang mengunci pergerakan satu lelaki—melihat asal suara dan tersenyum lebar. “Oh! Hai, Gojoo~”
Si surai putih mengangkat satu alis saat melihat pria—yang tadi berteriak— berlari melewatinya. Dia langsung menarik tangan lelaki itu, memutarnya, dan menguncinya di belakang punggung.
“Aakh!” teriak pria itu kesakitan.
“[Namee], ada satu orang mau kabur, nih.” Gojo menahan pergerakan lelaki itu dengan mudah.
[Name] menendang kepala pria terakhir yang menghampirinya, lalu melihat Gojo. “Biar kubereskan.”
“Nih.” Gojo mendorong lelaki itu ke arah Sang Gadis, dan langsung dibanting olehnya.
Mereka semua tepar, ada beberapa suara rintihan kesakitan. Tak mampu lagi untuk melawan, bangkit dari tanah saja sulit untuk dilakukan.
[Name] merapikan rambutnya yang agak berantakan. Kemudian membersihkan sedikit kotoran di bajunya, lalu menghampiri Gojo dengan riang.
“Gojo sedang apa di sini?” tanya gadis itu.
“Bukannya aku yang harus tanya, ya?” balas Gojo. Menilik sekitar. “Kau habis membunuh roh kutukan?”
[Name] mengangguk. “Iya, tadi saat melewati gang ini, aku merasakan kehadiran roh dan langsung membasminya.”
“Walau itu bukan misimu?”
[Name] mengulum bibir. “Maaf ... soalnya sudah ada korban.”
Gojo menyungging senyum. “Hee. Kau sudah melakukan hal bagus. Yah, jarang ada orang yang mau membasmi kutukan yang bukan misi mereka.”
“Makasih pujiannya.”
“Omong-omong, kenapa orang-orang itu menyerangmu?” Gojo menunjuk para pria yang masih tepar.
“Orang yang jadi korban itu adalah teman mereka. Karena tak terima aku tidak bisa menyelamatkannya, mereka jadi menyerangku.” [Name] mengangkat bahu.
“Hee.” Gojo menghampiri pria yang tadi hendak kabur. Ia mengangkat dagu, memasang muka angkuh. “Roh kutukan itu sudah beres walau teman kalian mati. Lagi pula ... apa yang dia lakukan di gang gelap ini?”
“Kalian ...!”
Gojo menginjak punggungnya. “Sudahlah. Tak ada gunanya mendengar ucapan dari orang lemah seperti kalian. Menjaga manusia dari ancaman roh kutukan itu sangat melelahkan, kau tahu?”
[Name] mengulum bibir. Sedikit tercengang dengan sikap dingin Gojo. Meski ini bukan pertama, tapi tetap saja. Rasanya ... sangat mengintimidasi dan misterius.
“[Name], kau akan ke mana setelah ini?” tanya Gojo menghampiri Sang Gadis.
[Name] tersentak. “Oh, aku akan pulang.”
Gojo berhenti di depan perempuan itu. “... Rumahmu yang dulu?”
“Iya.”
“... Hmm.” Si surai putih melangkah melewati [Name]. “Ya sudah. Kau kuantar pulang saja.”
[Name] membelalak, spontan berbalik. “Kau ... serius?”
“Iyalah. Ayo, cepat jalan.”
꒰❄️꒱
“Rumahmu nggak berubah dari dulu, ya?” Gojo mendongak melihat rumah tingkat dua bercorak cokelat. Terhias pagar yang tingginya menutupi lantai satu rumah itu.
“Aku juga kaget saat sampai tadi pagi, kok. Benar-benar nggak ada yang berubah.” [Name] membuka pagar rumahnya. “Mm ... mau masuk dulu?”
Gojo bungkam sejenak, lantas menjawab, “... Kayaknya ... hubungan kita belum terlalu bagus buatku untuk masuk ke rumahmu.”
[Name] bergeming. Yah, ia berpikir sama. Kepergiannya dulu mungkin membuat Gojo tak nyaman. Selama sebelas tahun, pria ini menyimpan perasaan mengganggu itu.
“Oh, baiklah.” [Name] melangkah masuk, tapi jalannya terhenti ketika tangan kirinya dicegat oleh Gojo.
Gadis itu menoleh. Melempar tatapan tanya. “Kenapa?”
“Temani aku ke Kedai makanan besok pagi buat sarapan.”
“Eh?” [Name] mengerjap heran. Bukankah tadi pria itu bilang hubungan mereka belum bagus?
“Datang aja,” balas Gojo dingin.
[Name] diam sebentar. “Ada ... yang mau kutanyakan.” Ia berbalik sepenuhnya menghadap Gojo. “Apa kau ... masih merasakan perasaan aneh itu?”
“... Itu yang menyerang dan mendorongku sekarang untuk menggenggam tanganmu.”
[Name] kontan menahan napas mendengar ucapan Sang Pria. Sungguh, perasaan asing itu ... perasaan dari masa lalu itu ... apa sangat dalam hingga membuat lelaki ini tak bisa melakukan apa-apa selain menerimanya?
Jantung Sang Gadis berdetak kencang saat sadar Gojo mengeratkan genggaman. Seakan meminta jawaban dari pertanyaannya tadi—atau perintah(?)
“Baiklah ... aku akan pergi, tapi di Kedai mana?” [Name] menunduk. Menyembunyikan rona merah yang mulai menjalar di wajah.
“... Hmm, Kedai mana, ya? Entahlah. Lihat saja besok.”
“Kalau begitu kita ketemu di mana?”
“Di rumahmu.” Gojo melepas genggamannya. “Masuk sana. Aku mau pergi.” Dia menyentuh kedua bahu [Name], memutar tubuh gadis itu, lalu mendorongnya dengan pelan, dan menutup pintu pagar—mengabaikan ucapan Sang Gadis untuk menghentikan aksi Gojo.
Sang Surai Putih bungkam. Ia memasukkan tangan ke saku. Tangan kanan—yang menggenggam [Name]—mengepal. Seperti katanya tadi, perasaan aneh itu mendorongnya untuk menyentuh tangan Sang Gadis. Seolah tak ingin dia pergi begitu saja, tanpa memberi afeksi.
Apa yang kupikirkan, sih? batin Gojo jengkel.
Ia beranjak pergi. Meninggalkan area rumah [Name]. Dalam perjalanan santai itu, dia tiba-tiba terpikir sesuatu.
[Name] tadi bertanya soal perasaan aneh ... apa dia tahu sesuatu tentang itu? batinnya. Atau dia pernah mengatakannya, tapi aku melupakan penjelasan itu?
Gojo berhenti jalan. Tiba-tiba teringat memori perpisahannya dengan Sang Gadis. Senyuman perempuan itu, juga bibir pink yang bergerak mengatakan sesuatu.
“... Dia bilang apa waktu itu?”
Mungkin agak aneh, ya, Gojo tiba-tiba lupa, tapi aku mikirnya ... karena saat itu dia tersakiti, jadi memilih mengubur ingatan itu 😭😭
Btw, hari kedua sekolah. Capek membersihkan, uy 🫂
Ann White Flo.
10 Januari 2023.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top