꒰🌺꒱ 24 :: The topic.

“Wah ... aku tak menyangka. Padahal aku sudah berpikir berlebihan karena mengira dia tak mengingatku.”

[Name] merasakan wajahnya menghangat. Jantung berdetak kencang bak genderang, dan perasaan campur aduk. Ia menghela napas agar merasa tenang. Lantas berbalik, menaiki tangga menuju ruangan Kepala Sekolah.

“Aku mau menemui Beliau untuk bertanya keberadaan Gojo, tapi karena sudah melihatnya ... apa yang akan kubicarakan nanti dengan Kepala Sekolah?” gumam [Name]. Berhenti melangkah tepat di depan dua pintu.

Ia mengetuk sebanyak tiga kali, saat itu juga dua pintu langsung terbuka sendiri. Memperlihatkan ruangan luas yang hanya dihiasi lilin sebagai penerang.

“Siapa?”

Suara berat menyapa telinga Sang Gadis. Dengan penuh hati-hati, ia melangkah masuk. Ketukan sepatu heels-nya menggema—mungkin karena suasana yang begitu tenang dan sedikit mencekam.

“Hm?” Yaga berhenti menjahit boneka. Melihat seorang gadis menghampirinya dengan langkah pelan—alih-alih menjawab pertanyaannya tadi.

“Saya [Name].” Gadis itu berhenti melangkah.

Yaga diam. Kemudian menghela napas. Ia meletakkan boneka juga jarum, lantas berdiri. Memberikan sedikit senyuman.

“Kau pulang juga, [Name].”

Sang Gadis hanya menyungging senyum. “Apa kedatangan saya menganggu?”

“Tidak, tapi cukup mengejutkan.” Yaga kembali duduk. “Jadi? Apa alasan kepulanganmu?”

[Name] mengembangkan senyum. “Saya mau bertemu dengan Gojo. Kedatanganku ke sini ingin bertanya tentang keberadaannya, tapi ... saya malah menemuinya duluan saat mencari jalan ke tempat ini.”

“Hmm, begitu.” Yaga mengangguk. “Jadi tujuanmu berubah? Atau kau terpaksa masuk agar anak itu tak curiga?”

Ekspresi Sang Gadis menghangat. “Saya juga mau mengunjungi Anda setelah sekian lama pergi. Bagaimana kabar Anda?”

“Aku baik-baik saja.”

“Ini memang tak sopan dan terdengar lancang, tapi apa saya boleh bertanya tentang keadaan Gojo selama sebelas tahun ini?”

“Aku akan menjawab sebisa mungkin tanpa emosi.” Yaga mengambil jarum dan boneka. “Dia memang sangat penting bagimu, ya. Biarkan aku bertanya lebih dulu. Apa perasaanmu itu karena kasihan? Kau melihatnya melewati segala hal menyedihkan di masa lalu, bukan?”

[Name] bungkam. Jika ditanya, ia belum pasti mengetahui perasaan yang ada di dalam hati. Rasanya tak enak jika dikata kasihan, apa mungkin lebih dari perasaan itu? Entahlah. Namun, sesuatu yang dapat ia katakan sekarang untuk menjawab pertanyaan Yaga adalah ...

“... Mungkin aku bersimpati padanya ...,” gumam [Name]. Mengenang masa lalu, di mana Gojo datang ke rumah dalam keadaan basah, itu saat Geto Suguru telah pergi dengan tujuan baru.

“Simpati, ya.” Yaga mengangguk. “Setidaknya kau tak kasihan pada anak sombong itu.”

[Name] terkekeh, tapi agak tak nyaman saat Gojo dibilang sombong. “Bagaimana keadaan Gojo selama ini?”

“Dia sangat sibuk. Banyak misi yang diberikan padanya, tapi di sela-sela itu dia masih bisa jalan-jalan di kota untuk mencari makanan manis.”

“Waw.”

“Apanya?” Yaga menyentuh kepala. “Anak itu membuatku pusing. Para petinggi juga terus menerus berargumen dengan sikap Satoru yang seenaknya.”

“Hmm ....” [Name] menoleh ke arah lain. “Mungkin dia lelah.” Suaranya terdengar kecil.

“Tapi ... sikapnya yang sekarang masih lebih baik dibanding dulu.”

“Benarkah?” [Name] mengerjap.

“Yah, ada sedikit perubahan dalam dirinya. Dia lebih terkendali sekarang, maksudku emosinya. Mungkin peristiwa waktu itu ... ditambah dengan kau pergi, membuat Satoru agak berubah.”

“Eh?” [Name] mengerjap. “Kepergianku ... membuatnya berubah?”

Yaga mengangguk mantap. “Aku yakin sekali, karena ... Satoru sampai sekarang tak membuang gelang pemberianmu.”

[Name] membeku. Kemudian menghela napas dan menunduk. Perasaan bersalah menyerang dada. Ia pun baru tahu jika kepergiannya merupakan salah satu alasan Gojo berubah. Yah, dia merasa cukup baik pria itu berubah ke arah yang benar. Namun, alasannya mengubah sikap itu ... makin membuat [Name] sakit hati.

Yaga memperhatikan gadis yang menunduk di hadapan. Tak bergerak selama beberapa detik. Ia menghela napas. Begitu terlihat di mata jika perempuan itu merasa bersalah.

“Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, [Name].”

“Eh?” Sang Gadis mengangkat pandangan. Menatap Yaga yang sedang tersenyum tipis.

“Walau kau sempat pergi, tapi dirimu sudah membuat anak itu bangun dari keterpurukannya sebentar. Kau tahu maksudku, bukan?”

“Saya merasa aneh jika harus menerima ucapan itu ... seperti yang Anda tahu. Saya tetap pergi darinya.”

“Meski begitu, aku tetap ingin berterima kasih. Mungkin agak kejam jika kukatakan ... rasa kehilangan Satoru berhasil membuatnya sedikit jadi lebih baik.”

[Name] menghela napas. Tak urung dia mengangguk menyetujui ucapan Yaga.

“Tapi aku juga ingin sedikit memarahimu karena pergi dan meninggalkan anak itu padaku. Kau tahu bagaimana menyusahkannya mengurus Satoru, 'kan?”

“... Maafkan saya.”

꒰❄️꒱

“Wah ... untung aku tak melawan boneka-boneka Kepala Sekolah.” [Name] menghela napas lega sembari menuruni tangga. “Berkat pembicaraan tadi, aku jadi sedikit tahu bagaimana keadaan Gojo selama ini.”

Walau kondisinya berbeda, tapi penderitaannya tetap sama ... seperti dulu, batin [Name] mengingat kehidupan lalu.

“Kau keluar juga.”

[Name] berhenti melangkah. Perlahan mendongak, ia spontan menahan napas ketika menemukan Gojo bersandar di pintu gerbang.

Gojo berdeham kecil saat melihat Sang Gadis begitu terkejut. Perempuan itu bahkan tak peduli dengan keping salju yang mendarat di atas surai hitam bergelombangnya. Gojo melangkah mendekat perlahan, lalu berhenti tepat di depan [Name] dengan jarak kecil.

“Kau tahu aku bukan hantu, 'kan?” katanya dengan nada pongah.

“Ah!” [Name] tersentak. “Maaf, aku benar-benar kaget.” Ia terkekeh canggung. Apa benar Gojo berdiri di depannya? Dengan sikap santai?

Gojo menoleh ke arah lain. “Kenapa aku tak bisa tidak mempedulikanmu, sih?” gumamnya.

[Name] bergeming mendengar ucapan pria itu—dia masih bisa mendengarnya meski suara Gojo kecil. Apa dia merasakan perasaan aneh itu? Yah ... jiwanya berasal dari masa lalu dan saat melihatku ... tentunya dia akan merasakannya lagi, batin [Name].

“Kapan kau sampai?” tanya pria itu.

[Name] mengerjap. Nada bicara Gojo terdengar dingin di telinga. Itu hampir membuatnya salah tingkah. “Aku sampai tadi pagi.” Ia mengulum bibir, untung saja suaranya tak gemetar.

“Hee.” Gojo melihat Sang Gadis. “Kenapa kau pulang?”

Apa kukatakan saja? [Name] menatap Gojo. Tepat pada kain hitam itu, meski tak bisa melihat matanya. Mungkin tidak perlu semuanya ... karena aku kurang yakin dengan perasaanku, batin [Name].

“Aku ... ingin menemuimu,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Sang Pria.

“Kenapa kau mau menemuiku?” Gojo agak membungkuk. Mensejajarkan wajahnya dengan muka [Name].

“Aku mau minta maaf.”

“Untuk apa?” Gojo menegakkan tubuh. Keningnya mengernyit.

“Aku pergi ... dengan cara seperti itu.” [Name] mengulum bibir. Mengingat pertemuan terakhir mereka, di mana ia menjelaskan dan mengaku jika dirinya adalah seorang reinkarnasi.

“Dengan mengatakan hal aneh dan membuatku bingung?”

“... Iya.” [Name] mengangguk.

“... Kau selalu membuatku bingung, sejak SMA sampai sekarang, lho."

“Aku minta maaf.” [Name] menunduk.

“Yah, aku juga sudah lupa kau bilang apa saat di lampu merah waktu itu, sih.” Gojo memasang wajah pongah.

Apa aku harus menjelaskannya lagi? batin [Name]. “Gojo, aku seora—”

“Apa kau datang ke sini hanya untuk minta maaf?”

Siapa yang sudah lihat desain Toji tapi gak oleng dan tetap setia sama Satoru?

Aku, aku! ✋

Ann White Flo.
28 Desember 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top