꒰🌺꒱ 22 :: Déjà vu.

[Name] menahan napas saat keluar dari pesawat. Mata emerald miliknya menatap acak sekitar. Suasana Jepang terasa entah bagaimana. Keringat dingin mulai membasahi tubuh. Ia gugup entah kenapa. Lantas [Name] menarik napas dalam, berharap dia bisa cepat tenang.

Tenanglah. Aku tak bisa langsung menemuinya setelah ini, bukan? batin [Name].

“Hmm ... setelah ini kita langsung ke rumah yang dulu. Kakek bilang, dia sering meminta pekerja buat membersihkan rumah itu karena sewaktu-waktu, keluarga bisa saja datang kapan pun ke sini.”

“Jadi? Rumah itu kosong, 'kan?” tanya [Name].

“Yup.” Haruto mengangguk. “Oh, iya. Kakek bilang sudah mengirim seseorang untuk menjemput kita. Jadi, kita cari tempat buat menunggu.”

[Name] memiringkan kepala. “Mmm ... Kakek ada di Korea, bukan? Kenapa dia bisa bersikap begitu di sini?” [Name] agak tak enak hati.

“Yah, dia orangnya perhatian, walau agak keras.”

“Ah ....”

Haruto melirik Sang Keponakan. Menangkap gelagat gelisah pada anak itu membuat ia tersenyum. Yah, ini masih awal. Pemeran utama wanita belum bertemu dengan pemeran utama pria—jika diibaratkan.

Tapi ... bagaimana reaksi Gojo saat bertemu anak ini, ya? Haruto mengerjap. Mulai membayangkan respon-respon aneh yang mungkin akan dikeluarkan oleh Gojo.

“Paman, apa itu mobilnya?” [Name] menunjuk ke arah mobil hitam di mana seorang lelaki berjas hitam juga berdiri di samping kendaraan itu. Ia menoleh melihat Sang Paman yang mengangguk.

“Iya, itu orangnya.”

“Bawahan Kakek memang selalu mengenakan pakaian formal, ya?” gumam [Name].

“Sudah kewajiban mereka.” Haruto berhenti melangkah di depan pria yang merupakan bawahan kakek [Name]—atau ayah Haruto sendiri.

[Name] memperhatikan interaksi Haruto dan lelaki itu sebentar, lantas memandang sekitar. Menangkap butir-butir salju yang sudah bertumpuk di atas tanah.

Aku beruntung bisa terbang ke sini meski lagi musim dingin, batin [Name]. Menatap salju yang sedang dia pijak.

“Putih ....” Ia tersenyum. “Warna yang cantik.”

“[Name]-chan! Kita bisa pergi sekarang!”

[Name] mendongak, melihat Haruto memberi kode untuk mendekat. Dia mengangguk. “Oke!”

꒰❄️꒱

[Name] menghela napas. Menatap lingkungan sekitar rumah. Salju menghias pohon dan tanah. Beberapa orang tetap berjalan di luar, mungkin karena suatu urusan.

“Apa aku pergi sekarang juga?” gumam [Name].

Entah kenapa ... saat sampai di Jepang. Aku jadi agak ragu, batinnya heran dengan diri sendiri. Saat semua sudah di depan mata, perasaanku berubah.

[Name] berbalik. Melangkah ke arah ranjang dan duduk di sana. Ia menghela napas lagi, kemudian baring. Menatap langit-langit kamar berwarna biru.

“Mungkin aku bisa dengan cepat menemuinya jika mencari mulai sekarang. Bisa saja dia jadi orang yang sangat penting sampai sulit untuk ditemui, 'kan?” kata [Name] bermonolog. Lalu menghela napas lagi. Kemudian melirik jam tangan, sudah saatnya makan siang.

Ia bangkit saat sadar harus memasak ramen untuk menu makan siang, atau pergi ke restoran kemudian mencari Gojo? Yah, bukan ide yang buruk.

“Aku pilih opsi kedua,” gumam [Name]. Melangkah ke arah pintu dan keluar dari kamar.

“Oh, [Name]-chan! Kamu mau masak makan siang?”

Gadis itu berbalik setelah menutup pintu. Menemukan Haruto berdiri di depan ruangannya—sudah menutup pintu juga. [Name] mengerjap, kemudian membalas, “Bagaimana kalau kita makan di restoran saja? Umm ... aku mau coba mencari Gojo setelah makan siang.”

Haruto menutup mulut menggunakan tangan kanan. Menyembunyikan senyuman. Oh~ sudah mau cari dia saja~ batinnya geli.

Ia langsung mengatur ekspresi, berdeham beberapa kali. “Tapi ... bukankah kamu harus istirahat dulu? Kita baru sampai, lho?”

[Name] menggeleng. “Aku tak ingin menundanya. Sudah sebelas tahun aku menunggu hanya untuk saat ini.”

Walau sesaat aku merasa ragu, batin [Name]. Menunduk dan mengernyit.

”Baiklah. Kita mau makan di restoran mana?” tanya Haruto.

[Name] mengerjap. Kemudian menyentuh dagu. “Aku belum memikirkannya.”

“Kamu mau ke sekolah Jujutsu nanti, 'kan? Bagaimana kalau kita cari restoran di sekitar sana?” usul Haruto.

“Eh? Aku tak masalah, tapi ... tidak apa-apa?” [Name] melempar tatapan khawatir. Saran Haruto memang sangat memudahkan diri. Namun, bukankah karena itu Haruto jadi tak bisa memilih restoran dengan bebas?

Haruto mengangkat satu alis ketika menangkap maksud tatapan Sang Keponakan. Ia tersenyum ceria, lalu mengibas-ibas tangan santai. “Tidak apa-apa. Usulan Paman tadi itu kemauan Paman juga, lho. Kamu tak perlu sungkan.”

“Ah ... terima kasih.”

꒰❄️꒱

“Aku mau pergi jalan-jalan.”

“Ha?! Kau ada misi tahu?!” teriak Yaga emosi melihat Gojo melangkah meninggalkan ruangannya dengan santai.

“Aku bisa mengerjakan itu nanti, kok.” Gojo cemberut. Ia ingin pergi jalan-jalan mencari makanan manis yang enak disantap saat musim dingin.

“SATORU! KEMBALI!”

Gojo mengabaikan suara itu dan tetap melangkah.

Tak ada yang menemaninya—seperti sebelumnya. Yah, dia cukup terbiasa dengan suasana ini, dan kadang merasa tak masalah jalan-jalan sendiri. Kemudian menghabiskan makanan sendiri, bermalas-malasan sendiri.

Pada sisi lain. Berpusat pada [Name] yang telah selesai makan.

“Aku pergi kalau begitu.”

“Sampai jumpa~ semangat cari dia~”

[Name] melambai pada Haruto sembari membuka pintu restoran. Ia pergi lebih dulu setelah menghabiskan makan siangnya untuk memulai pencarian. Sekolah Jujutsu dekat dari sini. Tempat itu adalah tujuan pertama—jika ia tetap tak tahu keberadaan Gojo setelah dari sana maka akan ada tujuan kedua.

Gadis itu hanya perlu berjalan dan berbelok sebanyak dua kali untuk menemukan bangunan seperti kuil itu. Setelah dia berada di hadapan sekolah Jujutsu, perasaan ragu langsung menyergap kembali.

“Aku bertanya-tanya, kenapa perasaan ini bisa muncul setelah aku melewati tiga hari mengerikan?” [Name] menghela napas. Lantas menaiki tangga menuju gedung itu.

“Oke ... pertama, cari ruangan Kepala Sekolah dulu,” gumam [Name], kemudian berhenti. “Tapi masalahnya, aku sudah lupa jalan di tempat ini.”

Gadis ini menatap sekitar. Ia seperti berada di kuil tengah hutan. Pohon-pohon tinggi menghias sepanjang jalan paving. Sekolah ini rasanya sedikit berubah, suasananya pun juga begitu.

[Name] melanjutkan langkah. Ia memang tak tahu akan ke arah mana. Namun, dia hendak mencari seseorang—semoga saja ada yang muncul—untuk ditanyai sambil berjalan sembarang arah.

Gadis itu tiba di mana lapangan luas berhias salju berada. Tempat di mana ia dulu menghabiskan waktu untuk berlatih, ataupun bercerita.

“Apa ruangan Kepala Sekolah dekat dengan lapangan?” [Name] mengernyit sambil mendongak. Tangan kanan mengapit dagu. Memasang pose berpikir.

Ia menghela napas saat pikirannya kosong. Aku bisa mengingat kehidupan dulu, tapi hanya untuk mengingat arah jalan saja aku malah kesulitan, batinnya.

“Kau tersesat?”

[Name] tersentak, kontan berhenti jalan. Perkataan itu ....

Kau tersesat?

Matanya membelalak. Lantas mendongak, mendapati wajah pria tertutup kain hitam tengah memasang wajah datar.

Ia langsung menjaga jarak begitu sadar. Wah ... sesaat aku merasa dejavu, batinnya masih terkejut.

“Hmm ...?” Orang itu menegakkan tubuh. Memasukkan tangan dalam saku jaket.

[Name] bungkam. Begitu pun dengan orang itu.

“Kau orang baru?” tanya Si Pria.

Sang gadis mengangguk. Memperhatikan lelaki itu saksama. “Sebenarnya ... aku hanya mencari ruangan Kepala Sekolah, tapi lupa ada di mana.”

“Hee.” Dia menoleh ke arah lain. “Aku tahu di mana, tapi aku lagi ada masalah dengan dia.”

[Name] mengerjap. Ini hanya perasaanku saja, tapi ... situasi ini mirip dengan saat pertama aku bertemu Gojo, batinnya.

Oh, iya ... Gojo berambut putih, 'kan .... Mata gadis itu membelalak.

“Yah, aku bisa mengantarmu ke sana, tapi sampai di depan ruangannya saja, ya.” Pria itu melangkah melewati Sang Gadis.

“Kau ... Gojo? Gojo Satoru?”

Pria itu berhenti melangkah. Sedikit menoleh ke belakang. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apa pun, selain raut datar. “Oh, kau tahu namaku ternyata.”

[Name] menahan napas.

Dia menemukannya.

AKU MASIH MAU LANJUT, TAPI CHAPTER INI SUDAH PANJANG 😭😭 jadi kupotong, ehe :333

Ann White Flo.
22 Desember 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top