🌺 ꒰16꒱ : Last time.

“Kau ... jelaskan apa pun itu. Mengenai kepergianmu besok.” Gojo masih tak berbalik. “Apa itu yang membuatmu melamun akhir-akhir ini ..., [Name]?”

[Name] bungkam, tak lama menyungging senyum dengan mata berbinar senang juga sedih. “Akhirnya kau memanggil namaku ....”

Gojo mengernyit. Karena jengkel, ia berbalik dan berkata, “Ha?! Kau tahu itu tidak pen—”

“Aku mau bertanya padamu kembali. Apa kau masih merasakan perasaan asing itu tiap melihatku?”

“Hei! Kau ini mau bahas apa, sih?!” teriak Gojo. Benar-benar kesal. Pertanyaannya diabaikan oleh [Name] dan gadis itu malah bicara sesuatu yang tidak ia mengerti alurnya.

Perasaan asing? Itu tak penting sekarang. Gadis ini mau pergi besok dan ia ... merasa tak bisa melepaskan [Name].

Tidak jelas, bukan? Padahal, baru-baru saja ia hendak melangkah pulang dan bersikap tak peduli.

“Kak, kau pernah setuju, kalau seorang reinkarnasi bisa saja ada di dunia ini.” [Name] tetap bicara dengan tenang. Sambil melirik lampu merah yang masih terang.

“[Name]! Jangan membuatku—”

“Aku seorang reinkarnasi.”

“... Huh?” Gojo bergeming dengan muka keras.

[Name] menghela napas. “Aku reinkarnasi yang beruntung dapat mengingat kehidupanku sebelum ini. Sekitar abad ke-19.” Ia mundur selangkah. “Kak, seseorang pun dapat dikatakan reinkarnasi meski tidak mengingat kehidupannya dulu.”

“Hei ... kau mau ke mana ....”

Jantung Gojo berdetak kencang bak genderang melihat [Name] mulai melangkah mundur menuju seberang jalan sana.

[Name] berhenti sejenak di tengah jalan. Jarak yang tidak begitu jauh dari Gojo agar pria itu dapat mendengar perkataan terakhirnya.

“Meskipun begitu, perasaan mereka di masa lalu tetap terbawa pada kehidupan baru,” ucapnya. Melanjutkan langkah hingga sampai di pinggir jalan.

Bersamaan dengan lampu hijau yang menyala, semua kendaraan berlalu dengan cepat.

“Apa ...?” Gojo tak bisa memahami ucapan gadis itu kala semua perasaan menyerang diri. Campur aduk dalam hati, mengacaukan pikiran.

[Name] menggerakkan bibirnya mengucapkan satu kalimat perpisahan.

Sementara Gojo masih bergeming di sana. Mencerna semua.

꒰💧꒱

“Sudah pulang?” tanya Haruto yang bersandar pada dinding.

[Name] mendongak. Menyungging senyum seraya mengangguk. “Aku pulang.”

“Tadi Gojo datang ke sini, lho. Dia cari kamu.”

“Aku bertemu dengannya tadi di jalan.” [Name] mengangkat bahu. “Juga mengatakan kalimat perpisahan.”

“Ho ....”

Haruto mengamati [Name] yang berjalan ke ruang tamu kemudian menaiki tangga menuju kamarnya. Haruto berdeham sembari mengapit dagu.

“Wajahnya agak sedih,” gumam Haruto. “Bagaimana dengan Gojo, ya? Aku sedikit penasaran dengan muka sedih anak itu. Bakalan seperti apa?”

Pada sisi lain. Berpusat pada [Name] yang menutup pintu kamar setelah berada di dalam. Ia bersandar pada penghalang itu sembari merosot. Memeluk kedua lutut. Melamun.

Apa Gojo sudah pulang? batinnya. Mengingat tadi ia pergi kala pria itu masih bergeming di tempat.

“Tidak enak rasanya, tapi tetap harus kulakukan.” Gadis itu berdiri, kemudian berjalan ke tempat tidur dan merebahkan diri.

Pria itu ... tidak apa-apa, 'kan?

꒰💧꒱

“Sialan. Bikin jengkel aja.”

Gojo menatap teknik aka-nya menerobos bangunan tak terpakai. Membersihkan roh terkutuk yang berada ditingkat atas.

“Reinkarnasi? Dia sudah gila, ya? Gara-gara dia bicara begitu aku jadi nggak tau dia mau ke mana!” teriak Gojo, lalu mendecih. “Bodo amat. Biarkan saja dia pergi besok.”

Ia duduk di bebatuan dengan sangat tidak santai—pamer kemarahan. Keningnya masih mengernyit keras. Dikuasai emosi seperti anak kecil.

“Kenapa Anda emosi begitu?”

“Ha?” Gojo mendongak. Menemukan Nanami di depan—sedang berdiri sembari memegang kantong plastik.

“Oh? Nanami, toh.” Gojo mengubah ekspresi jadi sedikit angkuh. “Kenapa kau ada di sini?”

“Aku juga habis menjalankan misi di sekitar sini.” Nanami duduk di samping Gojo—agak berjarak.

Kupikir orang ini sudah diberi tahu Yaga-sensei, ternyata belum, ya, batin Nanami membuka kantong plastik itu.

“Oh.” Gojo menopang dagu. Menatap ke depan dan melamun. Hingga es krim rasa vanilla tiba-tiba menghalangi pandangannya.

“Yaga-sensei memintaku untuk membelikanmu es krim sepulang dari misi.”

“Kenapa?” Gojo menerima es krim itu. Kemudian membuka bungkusnya.

“Dia bilang Gojo-san kelihatan kesal. Sebelum Anda mengacau, dia langsung menyuruhku membeli sesuatu yang manis, mungkin saja itu bisa sedikit meredakan kemarahanmu.”

“Aku nggak jengkel, tuh?” Gojo langsung menggigit es krimnya besar-besar.

“Begitu, ya.” Nanami mengangguk. Memilih mengalah. Tidak ada gunanya juga ia melanjutkan pembicaraan ini.

Keheningan mendatangi mereka. Suara serangga malam, embusan angin menggesek dedaunan mengalun di telinga. Terdengar begitu menenangkan serta menyejukkan.

Gojo berhenti memakan es krimnya. “Nanami ... apa kau tahu kalau [Name] pindah besok?”

“Saya tahu. Dia yang memberi tahu saya lewat telepon.”

Gojo menatap Nanami sembari mengernyit, memasang wajah tidak terima. “Kapan?”

“Tadi pagi.”

Dia baru memberi tahuku sore tadi?! batin Gojo. Merasa aneh dan sedikit tidak nyaman, juga tak terima.

“Apa Anda sudah menemuinya, Gojo-san?

Ekspresi Gojo berubah mengingat kejadian tadi sore. “Sudah.”

“Ke mana dia akan pindah?” tanya Nanami. Padahal, dia sudah tahu ke mana [Name] akan pergi.

“Mana kutahu. Tanya sendiri. Kalian dekat, 'kan?” balas si surai putih dongkol.

Nanami mendongak. Melihat langit penuh bintang beserta bulan yang terang benderang. “Saya tidak sedekat itu dengan dia. Jika dibandingkan Anda, Gojo-san masih jauh lebih mengenalnya.”

“Kau kenapa ngomong begitu?” Gojo spontan melihat Nanami. Menilik ekspresi pria surai pirang itu.

“Dia sering membicarakan Anda, ataupun bertanya pada saya mengenai Anda sampai saya merasa muak.” Aura Nanami berubah suram. Sungguh, dia tak nyaman jika ditanya mengenai Gojo. Padahal, ia dan pria itu tidak dekat sedikit pun. Buat apa juga dia berteman baik dengan orang aneh tak bermoral sepertinya?

“Hee ....”

“Kalian juga sering bareng, bukan? Beberapa kali bahkan pergi keluar bersama.”

“Kenapa kau bisa tahu—”

“Saya sering melihatnya. Di kafe, kemudian di kedai. Kalian saja yang tidak menyadari keberadaan saya.”

Tidak disorot juga.

“Nanami, kenapa kau bisa ada di mana-mana?”

“Entahlah. Itu semua hanya kebetulan.” Nanami berdiri. “Saya mau pulang. Saya permisi, Gojo-san.” Ia beranjak.

“Iya, iya. Pergilah~” Gojo mengibas-ibas tangan.

“Oh, iya.” Pria rambut pirang itu berbalik. “Saya hampir lupa. Yaga-sensei bilang jika besok Kouno-san berangkat pukul enam pagi. Penerbangan menuju Korea.” Nanami memutar tubuh, melanjutkan langkah. “Saya duluan.”

Gojo bergeming mendengar penuturan Nanami. Selama beberapa saat seperti itu sambil mendengar derap langkah sang adik kelas yang kian menjauh.

Korea? Jam enam pagi, ya .... Gojo menopang dagu.

Apakah dia harus pergi?


Besok mulai ngejar tugas yang sempat tertinggal, Guys! Minggu depannya udah ujian soalnya! Semangaaat buat kalian juga!

Btw, Gojo agak OOC, ya 🥲 dia memang ekspresif saat masih muda, tapi posisinya udah kehilangan Abang Suguru. Harusnya udah agak kalem, sih, sekarang ....

Maafkan aku😭

Ann White Flo.
20 November 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top