🌺 ꒰15꒱ :: Bad news.
“Barang kamu sudah siap?” tanya Haruto pada [Name] yang baru masuk ke dapur. Tampak gadis itu mengangguk sebagai jawaban, dan melanjutkan langkah ke arah pantri.
“Paman mau makan apa?” tanya [Name] sembari membuka lemari penyimpan bahan masakan.
“Terserah saja.” Haruto membuka halaman koran baru. “Makanan [Name]-chan selalu enak.”
“... Paman sudah ke sekolah buat mengurus kepindahanku?” tanya [Name]. Memakai apron.
“Sudah, dong.”
“Apa Paman ketemu kak Gojo?”
“Tidaak.”
“Begitu ....” [Name] mengangguk. Lantas mengambil keranjang kecil, memasukkan sayur—untuk sup—lalu menaruhnya di bawah keran air untuk dibersihkan.
Haruto menatap kegiatan sang keponakan sejenak. Lantas kembali membaca koran. “Kamu sudah bilang padanya untuk pergi besok?”
“... Belum.” [Name] menghela napas. “Aku selalu mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya ... saat aku menemukan momen itu, selalu saja ada gangguan.”
“Itu artinya kamu tak perlu pamitan dengan anak itu, 'kan?” Haruto melipat kertas abu-abu berisi berita itu, lalu meletakkannya di atas meja.
“Aku ... hanya merasa dia harus tahu aku mau pergi ke mana. Bukankah tak sopan? Aku ... sudah sering keluar dan jalan bersamanya. Jadi—”
“[Name]-chan jadi menganggapnya penting karena sudah melewati itu semua?” potong Haruto cepat. Aku tahu hubungan mereka sudah agak dekat di kehidupan ini, tapi ... aku tak menyangka ternyata sudah sangat dalam.
“Tentu saja ... aku, kan, sudah melihatnya terpojok satu kali.”
“Hanya karena itu?”
[Name] bungkam. “Entahlah. Ada perasaan lain ... yang membuatku ingin menghargai dan selalu bersamanya.”
Bukan perasaan kasihan, bukan juga karena ikatan mereka di masa lalu ... apa, ya?
Haruto mengatup bibir. Untung kita pergi besok. Kalau tidak, aku pasti bakal diomeli dan harus putar otak lagi, batinnya.
[Name] menghela napas. Memilih untuk tidak melanjutkan percakapan. Ia melirik jam dinding. Pukul sebelas siang. Dia sedikit lega sebab masih ada waktu untuk berpamitan dengan Gojo. Yah, semoga pria itu tak sibuk untuk diajak berbicara.
“Apa kak Gojo ada jadwal misi hari ini, ya?” gumam [Name].
Namun, masih dapat didengar oleh Haruto.
Hmm .... Haruto bersedekap. Mungkin sebaiknya ... aku membiarkan anak ini pergi pamitan. Hanya untuk kali ini. Yah, lagian mereka bakalan ketemu di masa depan, 'kan~? batinnya santai.
Ia menepuk-nepuk meja. “Ayo, cepat. Paman sudah lapar!”
“Aku baru mau menyalakan kompor, Paman.”
“Eeeh.”
꒰꒰꒱꒱
“Ada misi lagi?”
Gojo mengernyit, memasang wajah dongkol di hadapan Yaga. Ia baru saja pulang dari misi dan sekarang dipanggil buat kerja lagi?
“Jangan memasang muka malas seperti itu, Satoru. Kau pikir orang berbakat sepertimu akan dibiarkan untuk bersantai, hah?!” ucap Yaga dengan lantang.
“Sudahlah. Jadi? Apa kali ini?”
Yaga menghela napas. Memilih meredam kemarahan yang ingin meledak sebab sikap Sang Terkuat.
“Nanti malam pergi ke distrik Chiyoda. Kau harus membasmi di sana.”
“Oh? Dekat juga. Kupikir aku harus menginap.” Ia berbalik. “Sudah, 'kan? Aku pergi, ya.”
“Jangan mengacau saat di sana! Jangan terlalu brutal dan merusak di distrik itu! Kau dengar, Satoru?!” teriak Yaga sambil menunjuk Gojo yang makin mengecil dalam pandangan.
“Aku nggak janji, sih.”
“ANAK INI?!”
Gojo teleportasi keluar ruangan—tidak tahan dengan teriakan sang guru. Lalu menuruni tangga dan berjalan santai keluar dari halaman gedung itu.
Ia melirik jam yang bertengger di pergelangan kirinya. Sudah sore. Tinggal beberapa jam lagi dia akan pergi ke distrik Chiyoda.
Aku belum ketemu [Name], ya? batin Gojo. Aneh, kenapa aku pengen banget melihatnya hari ini?
“SATORU?!”
Gojo berhenti jalan tepat di dekat gerbang. Ia memutar tubuh, menemukan Yaga berdiri di ambang pintu gedung. Satu alisnya terangkat. Dari balik kacamata hitam, Gojo melempar tatapan tanya.
“Kenapa?” Ia melangkah mendekat.
“Aku lupa memberitahukannya padamu. Mungkin tidak terlalu penting, tapi sebaiknya kau tahu sebelum protes. Aku punya firasat buruk.”
“Kenapa, sih?” Gojo mengernyit.
“[Name] besok akan pindah.”
Gojo bergeming.
“Pamannya tadi datang untuk mengurusi kepindahan anak itu ....” Yaga tiba-tiba bungkam setelah menangkap ekspresi Gojo.
Terkejut.
Ia menghela napas. “Aku tidak tahu kau dekat atau tidak dengannya. Sebelum pergi nanti malam, temui dia. Mungkin saja—”
Gojo langsung teleportasi tanpa mendengar ucapan Yaga sampai akhir.
“... Dasar anak kurang ajar.”
꒰꒰꒱꒱
Pergi? Dia tak mengatakan apa pun padaku.
Gojo membuka pagar rumah sang gadis agak kasar. Lantas melangkah ke dalam, langsung mengetuk pintu rumahnya dengan cepat.
Suara kenop diputar menyapa telinga. Pintu itu terbuka, menunjukkan sosok Haruto yang mengenakan kacamata.
“Oh? Bocah Gojo, toh?” Pria itu tersenyum lebar. “Kenapa ke si—”
“[Name] mana?” potong Gojo.
“Huh? Dia keluar buat beli es krim. Sekaligus jalan-jalan sore juga. Kenapa?”
“Sialan—” Gojo berbalik. Segera berlari keluar dari halaman rumah itu.
“Ha? Anak itu kenapa?” Haruto mengernyit. Apa dia sudah tahu kalau kami besok mau pergi?
Pada sisi lain. Di mana Gojo melangkah cepat di jalan paviliun untuk mencari [Name]. Beberapa kali berbelok sebab sudah tahu jalan. Meski tak tahu di mana tepatnya sang gadis berada, ia tetap jalan sesuai perkiraan.
Es krim? batin Gojo. Terpikirkan satu tempat, dan segera teleportasi ke sana.
Namun, saat sampai di depan supermarket kecil. Ia tak merasakan ataupun menemukan keberadaan [Name].
Lantas, ke mana gadis itu?
“Sialan!” Gojo mendecih. Tanpa tahu tujuan, ia beranjak pergi. Membiarkan kaki membawanya ke mana pun itu, sambil memikirkan Sang Gadis.
Ia hanya ingin menemuinya. Mendengar perkataannya. Bertanya kepadanya ... kenapa tiba-tiba harus pergi?
Pria itu berhenti lari di tengah keramaian orang yang ingin menyeberang jalan. Napas tak beraturan, pandangan menatap aspal bergaris putih. Pikiran kosong sesaat, hingga dalam sekejap mata sadar kembali.
Ah, apa yang dia lakukan?
Siapa gadis itu buatku? batin pria itu mengernyit. Baru saja menyadari tindakannya tadi.
Ia berlari tak tentu arah setelah mendengar gadis itu mau pergi?
Apa-apaan .... Gojo mengusap suratnya dengan perasaan agak dongkol. Ia sadar, 'perasaan asing' itu kembali menyerang. Entah karena apa. Itu masih jadi misteri buatnya.
Gojo berbalik. “Sudahlah. Lebih baik pu—”
“Kak Gojo?”
Orang-orang mulai menyeberang jalan kala lampu merah menyala. Terkecuali dua orang yang berada di sisi kiri dan kanan pinggir jalan.
Gojo mengepalkan tangan. Ia masih bergeming meski bahunya beberapa kali disambar. Keinginan besar untuk berbalik dan menatap sang pemilik suara memuncak. Namun, egonya menolak.
Buat apa dia berbalik dan melihat [Name]?
Pria itu mendecih.
Jika begitu, untuk apa tenaga yang terbuang demi menemui gadis itu?
“Kau ... jelaskan apa pun itu. Mengenai kepergianmu besok.” Gojo masih tak berbalik. “Apa itu yang membuatmu melamun akhir-akhir ini ..., [Name]?”
Hmmm ... iya, senang nggak kalian liat Gojo begini?
I'm not 😭😭😭😭😭
Ann White Flo.
16 November 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top