🌺 ꒰14꒱ :: Never call her name.
[Name] mengernyit. Menatap jalan setapak dan sesekali melirik ke belakang. Dengan sengaja, ia mempercepat langkah. Berbelok ke kanan terburu-buru, kemudian belok kiri.
Ia menghela napas saat jarak rumahnya sudah dekat. Spontan berbalik, memberi tatapan pasrah ke arah pohon besar di pinggir jalan— yang tak jauh darinya.
“Kakak ngapain?” ungkap [Name] sembari melangkah mendekati pohon besar itu.
Surai putih terlihat, disusul orang itu menunjukkan diri. Si Gojo. Dengan santai bersedekap dan menyandar pada batang pohon. Memasang muka pongah. Menatap [Name] yang berdiri di hadapan.
“Kenapa?” tanya gadis itu.
“Apanya?” balas Gojo.
“Kakak ikutin aku?”
“Tidak.” Gojo mengukir ekspresi dongkol.
Terus yang kau lakukan tadi itu apa? batin [Name]. Menghela napas sejenak, kemudian memiringkan sedikit kepala. “Mau main ke rumah?”
“Aku mau pergi makan di kedai dekat sini.”
[Name] mengerjap. “Oh ... silakan. Kalau begitu aku pergi dulu.” Ia berbalik dan hendak berjalan. Namun, tasnya ditarik kuat ke belakang hingga dia ikut mundur.
“Kau juga harus ikut,” kata Gojo. Melangkah ke arah yang berlawanan dari rumah [Name].
“Eh?! Aku belum ganti baju—”
“Tenang, tenang~ penampilanmu tetap bagus, kok!” Gojo mengukir senyum riang—dengan niat jahil.
꒰꒰꒱꒱
“Apa ada sesuatu yang mengganggumu?”
“Hm?” [Name] mengerjap. Memberi pandangan bingung pada Gojo. Pria itu tampak mengunyah makanannya dengan lahap hingga pipinya sedikit mengembung, membuat sang gadis langsung menahan tawa.
“Hoi, kau ini kenapa?” kata Gojo dengan nada dongkol—setelah menelan makanan.
“Maaf, Kakak menggemaskan kalau lagi makan.” [Name] mengangkat bahu sembari terkekeh sedikit.
Gojo menatap gadis itu datar. Menilik ekspresinya. Hanya keramahan yang mengukir di sana, disusul rasa hangat dan lembut. Melihat itu tanpa sadar ... Gojo mengepalkan kedua tangan.
“Apa yang kau pikirkan?” tanyanya pada sang gadis.
“... Tidak ada.” [Name] menggeleng. Berusaha terlihat natural untuk meyakinkan Gojo.
“Benarkah?” Pria itu menopang dagu. “Kemarin sampai malam kita ketemu ... kau masih baik-baik saja, tuh?”
“Aku juga baik-baik saja sekarang, kok.”
“Aku tidak percaya.”
“He?” [Name] tanpa sadar menahan napas sesaat setelah menatap mata Gojo yang mengintip dari kacamata yang melorot.
“Matamu tadi pagi bengkak, lho.” Gojo bersandar malas.
“Oh ... aku begadang nonton film.” [Name] mengulum bibir. Itu tidak sepenuhnya benar, sih, tapi ... apa dia khawatir? batinnya.
“Film apa?” Gojo mengernyit.
“Jarry Pottel,” gumam [Name].
“Ooh ... film penyihir itu, ya?”
“Kakak nonton?”
“Aku hanya tahu.” Gojo melirik keluar jendela kedai. Melihat langit yang kembali mendung. “Tapi aku masih tidak percaya padamu.”
“Kenapa?”
“Firasatku buruk.” Gojo mendorong peralatan makan agar ia dapat membaringkan kepala di meja. “Aku pikir firasat ini karena Suguru, tapi saat melihatmu diam dan lebih banyak menghayal ... perasaanku makin nggak jelas.”
Wah ... dia memperhatikanku? [Name] mengulum bibir.
“Perasaan aneh sialan.”
Gadis itu membeku. Tiba-tiba saja teringat ... akan 'perasaan asing' pada sang pria.
“Ada beberapa hal ... yang membuatku kepikiran sejak kemarin, tidak. Sudah agak lama, tapi ... makin bertambah mulai dari tadi malam.” [Name] menunduk. Menatap tangan yang berada di pangkuan. Menautkan jari-jarinya.
Beberapa? Gojo mengangkat kepala, lantas menopang dagu. “Apa itu?”
“Perasaan aneh—”
“Ho? Apa yang kalian lakukan di sini?”
[Name] menoleh ke kiri, menemukan Shoko berdiri di samping meja sambil mengangkat satu kantong plastik. [Name] tanpa sadar mengernyit, agak kecewa. Sebab, momen pas untuk mengatakan semuanya kembali terganggu.
“Shoko? Tumben kau keluar beli makan?” tanya Gojo.
Shoko mengerjap. “Tadi aku cuma mau pergi buat beli rokok, tapi sekalian singgah karena lapar.” Satu alisnya terangkat. “Kalian berdua? Sejak kapan dekat sampai seperti ini?”
Ia sedikit penasaran. Karena bagaimanapun kedekatannya dengan sang surai putih di mata orang lain ... Shoko belum pernah sekalipun makan bersama Gojo hanya berdua.
Kini pria itu bersama [Name] yang belum lama kenalan dengan dia?
“Ah, Kak Gojo tiba-tiba minta ditemani buat makan di sini,” jawab [Name].
“Hee ....” Shoko agak mengangkat dagu sembari melirik Gojo yang tampak tak peduli. “Ya sudah. Kalian lanjutkan saja. Sampai jumpa.” Ia beranjak pergi.
“Hati-hati, Kak!” [Name] melambai mengiring kepergian Shoko hingga gadis itu keluar dari kedai.
“Sedekat apa kau dengan dia?” tanya Gojo tiba-tiba.
[Name] menoleh. Memberikan senyuman lebar. “Karena dia satu-satunya gadis yang kutemui sejak sekolah di SMK Jujutsu. Itu membuatku sering menemuinya.”
Pantas saja dia dengan santai bertanya pada Shoko saat aku sembunyi dalam lemari sangaaat sempit dan pengap, batin Gojo.
[Name] menangkup cangkir kecil berisi teh melati. Menatap pantulan diri lewat minuman hangat itu. Ah, aku nggak bisa mengatakannya lagi, batin sang gadis.
“Hei, kau nggak makan?” tanya Gojo.
Sang gadis mengangkat wajah, menatap si surai putih yang sibuk mengunyah. Bengong memikirkan sesuatu sebentar. Ia sadar, apa Gojo pernah memanggil namanya?
“Kak, sepertinya sejak dulu kau selalu memanggilku hei, hoi, dan sebagainya. Aku punya nama tahu.” Ia sedikit mengernyit.
“... Terus?”
Apa yang kuharap dari pria ini? [Name] menghela napas. “Tidak ada, tapi kuharap Kakak bisa memanggil namaku.”
Benar ... setidaknya sebelum dia pergi.
Oke, waktuku buat nulis cerita makin sedikit. Tugas gila²an soalnya udah deket semester, plus bikin catatan buat post di Instagram 😭😭 maaf, ya, kalau update-nya agak lama (´ . .̫ . ')
Ann White Flo.
9 November 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top