🌺 ꒰13꒱ :: What's wrong?

“Kau ini mau telat, ya?”

“Ah ... selamat pagi, Kak Gojo!”

Gojo mengangkat satu alis. Menatap wajah [Name] dengan saksama. Di bawah mata gadis itu sedikit merah, dan senyum yang dipaksakan.

“Sudah terjadi sesuatu padamu?” tanyanya. Menunjukkan kepedulian—yang ia sendiri tak sadar—sekali lagi, untuk yang kesekian kalinya.

“Tidak apa-apa.” [Name] mengembangkan senyum. Aku begadang karena dilema.

“Ayo berangkat.”

꒰꒰꒱꒱

[Name] menghela napas. Mengangkat pandangan, melihat lapangan luas. Ada Nanami yang sedang latihan sendiri.

Ia menghirup udara. Merasakan kesegarannya. Terlebih sekarang pukul sembilan pagi. Matahari masih memancarkan sinar kehangatan.

Aku harus meninggalkan tempat ini, batin [Name]. Merasakan beban berat lagi. Sekarang hari Kamis, waktuku tersisa sedikit ....

“Hei, kau ngapain?”

[Name] menoleh ke kiri. Menemukan Gojo duduk di sana. Pria itu melempar tatapan tanya dengan mengangkat sebelah alis.

“Tidak ada.” Sang gadis menggeleng.

“Nih.” Gojo mengulurkan satu susu kotak rasa cokelat pada [Name]. “Aku belinya kelebihan.”

“Terima kasih ....” [Name] menerima itu dengan perasaan senang juga sedikit malu.

“Kau nggak ikut latihan bareng mereka?” Gojo membuka minuman kaleng miliknya, sesekali melirik ke arah lapangan. “Kelas satu diberi tugas mandiri karena gurunya tidak ada, bukan?”

“Aku sudah ikut, kok. Sekarang lagi istirahat saja.” [Name] mengangkat bahu. Dari mana dia tahu soal itu?

“Heee.” Pria itu minum.

[Name] curi-curi pandang ke Gojo. Menemukan raut datar terukir di muka pria itu membuatnya menelan ludah.

Ada yang ingin ia sampaikan, begitu penting, juga soal kepergiannya hari Minggu nanti.

“Kakak ... apa pernah ketemu seorang reinkarnasi?” tanya [Name]. Memulai.

“Tidak pernah,” jawab Gojo santai.

[Name] menarik napas, dan membuang perlahan. Menenangkan jantung yang mulai berdetak kencang layaknya suara genderang. Tangan terkepal, sedikit berkeringat.

Inilah saatnya.

“Aku—”

“Kouno-san, bagaimana keadaanmu?”

[Name] tersentak. Lantas mengalihkan pandangan ke asal suara, mendapati Nanami melangkah mendekat. Pria itu tampak keringatan, baju kaos—di bagian leher—agak basah, begitu pula dengan surai kuning—poninya.

“Ah, Nanami ....” [Name] mengerjap. Agak kecewa ... ia jadi kehilangan momen untuk menyampaikan hal penting itu dan sekarang suasana hatinya sedikit tak baik.

“Yo, Nanami!” sapa Gojo ceria.

“Oh, ada Gojo-san juga, toh,” kata Nanami datar.

“PANGGIL SENPAI, DONG?!”

[Name] terkekeh. Mendengar suara Gojo yang ceria seperti itu cukup membuatnya senang. “Aku baik-baik saja, Nanami. Terima kasih sudah bertanya.”

“Sama-sama.”

“Tapi, kau memangnya kenapa, sih?” Gojo mengangkat satu alis. Menatap [Name] penuh tanya.

“Dia tidak fokus selama latihan hingga beberapa kali hampir jatuh. Makanya kuminta dia untuk istirahat sebentar.”

Gojo bergeming. “Huh?”

“Maaf, aku kepikiran sesuatu.” [Name] berdiri. “Aku pamit dulu, sampai jumpa.” Ia melambai singkat sembari beranjak.

“Hei!” Gojo ikut berdiri dan langsung mengejar sang gadis.

Meninggalkan Nanami sendiri. Menatap kepergian dua orang itu dengan pandangan datar.

“Padahal aku ingin mengajaknya latihan.” Ia menghela napas. Lantas berbalik dan beranjak ke tengah lapangan untuk memulai latihan mandiri.

Di sisi lain. Berpusat pada Gojo dan [Name] yang berada di lorong kelas. Melangkah berdampingan, tapi cepat seakan berlomba.

“Kau ini mau ke mana, sih?” tanya Gojo agak dongkol. Menyamai langkah buru-buru [Name]—sebenarnya Gojo bisa saja berjalan lebih cepat mengingat kakinya panjang.

“Aku mau ke vanding machine. Kakak bisa pergi ke tempat lain atau menemani Nanami,” jawab [Name]. Ingin sendiri dan memikirkan cara untuk menjelaskan semua pada Gojo, juga menemukan suasana yang tepat.

“Kau mengusirku, huh?” Gojo terdengar tersinggung.

Aduh, harusnya aku hati-hati! batin [Name].

Gojo tersentak kala menangkap aura familier dari arah depan. Dengan cepat ia menarik [Name] ke samping di mana lorong menuju perpustakaan berada. Menutup mulut gadis itu menggunakan lengan, kemudian bersandar pada dinding.

Suara jendela dibuka kasar terdengar. Disusul teriakan menggelegar di luar ruangan.

“SIALAN! SATORU, DI MANA KAU, HAH?!”

Itu Yaga yang emosi karena sang terkuat.

[Name] mengernyit. Memegang tangan Gojo yang menutup mulut. Kemudian mendongak untuk melihat lelaki itu. Mendapatinya menatap balik, [Name] langsung melempar tatapan tanya padanya.

“Bisa saja kau teriak buat melapor pada Sensei kalau aku di sini, bukan?” balas Gojo santai, ditambah nada jahil.

[Name] menggeleng. Buat apa dia melakukan itu? Ia juga tidak tahu kesalahan macam apa yang Gojo lakukan hingga Kepala Sekolah berteriak keras seperti itu.

Sang gadis menepuk-nepuk punggung tangan Gojo, memintanya untuk melepas bekapan ini. Ia sedikit tidak tahan, sulit bernapas rasanya. Hanya aroma maskulin yang terhirup. Ia butuh udara segar.

Gojo melepas tangannya dari mulut [Name]. Dalam diam menyaksikan gadis itu menghirup udara sebanyak mungkin. Kemudian mengatur napas untuk kembali tenang.

Gadis ini mikirin apa? batin Gojo sambil bersedekap.

[Name] mengintip, melihat lorong sepi membuatnya tersenyum lebar. Kemudian melihat Gojo dan berkata, “Sensei sudah pergi. Kalau begitu aku juga, ya.” Ia melambai singkat, lantas berlari dengan cepat.

Tadi pagi ... matanya agak bengkak, 'kan? Gojo mengernyit. “Ada apa, sih?”

Kenapa dengan gadis itu?

Agak-agak tenang~~

Ann White Flo.
1 November 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top