🌺 ꒰09꒱ :: Apakah pernah?

“Eh? Kak ... Gojo?”

[Name] menarik pria itu untuk masuk kala suara petir kembali terdengar. Menatap Gojo dari bawah ke atas. Basah. Tas, sepatu, pakaian, dan rambutnya basah. Apa dia jalan menerobos hujan?

“Sebentar. Aku ambil handuk dulu, ya!” [Name] berlari masuk.

Gojo bergeming, lantas mendudukkan diri. Ah ... apa yang membawa diri ke tempat ini? Kenapa harus rumah ini? Entahlah. Meskipun pikiran dipenuhi pertanyaan itu. Namun, hatinya tetap meminta untuk datang ke sini.

“Ini dia!”

Telinga Gojo sedikit bergoyang saat suara halus itu menyapa. Ia berdiri menghadap sumber suara. Tanpa mengangkat kepala, hanya menunduk menatap lantai.

“Umm ....” [Name] mengerjap. Melihat tingkah Gojo ... sepertinya dia tak ingin mengeringkan dirinya sendiri?

Ya sudah. Kubantu saja. [Name]—dengan ragu—mengangkat handuk berwarna putih. Sedikit berjinjit untuk mencapai puncak kepala Gojo. Mengerikannya menggunakan kain itu—dengan hati-hati tentu saja.

Dia bergeming, batin [Name]. Agak aneh rasanya ... karena ia terbiasa dengan sikap kasar juga berisik pria itu.

“Sudah.” [Name] menarik handuk itu. Menatap sang pria yang masih membeku. “Omong-omong, Kakak mau minum cokelat hangat? Aku bisa ambilkan paka—”

“Ada baju di tasku.”

Oh! Dia bicara! [Name] tersenyum. “Baiklah. Ikut aku ke kamar tamu, ya! Kakak bisa ganti baju di sana. Nanti kubawakan cokelat hangat, kok!”

Gojo bungkam.

[Name] menelan ludah. Dengan agak berat hati menyentuh ujung lengan baju Gojo, menariknya. “Ayo.”

꒰꒰꒱꒱

[Name] mengetuk pintu kamar tamu—di mana Gojo berada—sebanyak tiga kali. Tangan kirinya membawa nampan kecil, ada satu gelas warna putih yang asapnya mengepul di atas sana.

“Kak, aku bawakan cokelat hangat,” ucap [Name]. Menunggu pintunya dibuka, atau setidaknya ia disuruh masuk.

Selama beberapa detik ia menunggu, tapi tak kunjung mendapat jawaban. [Name] menghela napas. Entah dapat dorongan dari mana, dia memberanikan diri untuk membuka pintu itu. Mendorongnya dengan perlahan.

“Maaf mengganggu ....” [Name] mengintip. Kontan sedikit mengerjap. Menemukan Gojo duduk di bingkai jendela sembari menatap pemandangan luar.

Pria itu sudah ganti baju. Celana jeans putih juga sweater hitam menghias tubuhnya.

“[Name]?” panggil Gojo.

Gadis itu membeku. Dengan pelan menjawab, “Iya?”

“Aku ada pertanyaan untukmu,” ucap Gojo.

“Apa itu?”

Suara menggelegar dari langit kembali terdengar.

“Apa kau tahu rasanya kehilangan?”

[Name] diam. Rasa kehilangan? Ah ... dia tahu kenapa Gojo tiba-tiba melempar pertanyaan itu.

“Aku kehilangan ibu dan ayahku,” jawab [Name]. “Itu kejadian saat masih kecil, aku tak terlalu mengingatnya lagi dan tidak begitu mengena bagiku karena sekarang aku yatim piatu.”

“Begitu.”

[Name] berjalan ke arah nakas. Meletakkan nampan itu di sana. “Meskipun begitu, aku kadang merindukan mereka. Membayangkan bagaimana jika ... mereka masih ada dan hidup bersamaku. Namun saat aku sadar, itu semua hanyalah khayalan.” Tangannya terkepal. “Tapi, aku masih punya paman Haruto.”

Gojo diam.

“Perasaan kehilanganku ... mungkin tak sedalam yang kau rasakan sekarang.”

Kepala Gojo menyandar pada dinding. Masih betah melihat pemandangan malam hari di kala hujan.

[Name] menghampiri pria itu perlahan. Berdiri di dekatnya dan bertanya, “Bagaimana perasaanmu?”

“Kacau banget.”

“Kalau begitu Kakak minum cokelat hangatnya, ya. Aku mau kembali ke kamarku, sampai jumpa.” [Name] melambai singkat dan berbalik.

Meski merasa tak enak, ia tetap harus kembali ke ruangannya dan tidur.

“Tunggu—”

Tangan [Name] ditarik hingga ia harus memutar tubuh.

“... Ada apa?” tanyanya heran. Mengerjap. Melempar pandangan bingung pada Gojo yang sedang menggenggam tangannya erat.

“Kau mau pergi meninggalkanku?”

“... He?”

Gojo mengernyit. Sekali lagi, atau harus dia katakan berkali-kali? Ia tanpa sadar mengatakan kalimat-kalimat penuh rasa pada [Name]. Kenapa?

Pertanyaannya ini belum terjawab.

Namun ...

... Aku tak peduli. Gojo mengeratkan genggamannya. Anak ini siapa, aku kenapa, perasaanku yang tidak karuan saat berada di dekatnya. Aku tidak peduli dengan semua itu.

“... Kupikir kau sudah mendengarnya dari Shoko,” ucap Gojo. “Suguru ... pergi. Membunuh kedua orang tuanya, juga satu desa.”

“... Aku sudah mendengarnya.” [Name] menelan ludah. “Setelah itu, aku langsung mencarimu ke mana-mana karena mengkhawatirkan keadaanmu.”

Soalnya ... kau kelihatan bahagia saat bersama Kak Geto, batin [Name].

“Hee.”

“Kak Gojo mau apa?” [Name] menatap pria itu serius. “Apa yang kau inginkan dariku?”

꒰꒰꒱꒱

Haruto menguap lebar sembari mengusap belakang kepala. Pekerjaannya baru selesai tengah malam. Mungkin sekitar pukul dua belas? Entahlah. Ia tidak melihat waktu.

“Huh?” Haruto berhenti melangkah. Mengernyit memandang pintu kamar tamu yang sedikit terbuka. Padahal, ia selalu memastikan ruangan itu terkunci.

Ia melangkah mendekati. “Aneh. Apa [Name]- chan membersihkan ruangan ini? Tapi masa malam-malam begini?” Dia mencondongkan tubuh, mengintip.

Hah? Haruto membelalak.

“... Apa dia sudah tidur?” [Name] mengerjap. Menatap tangan kanan sedang digenggam Gojo yang tidur. Lantas beralih melihat wajahnya. Pria itu tampak sedikit tegang, agak mengerutkan kening. Ah, tidurnya jelas tidak nyaman.

Apa dia tidak punya orang lain hingga memintaku menemaninya? batin [Name]. Mengingat keinginan Gojo beberapa saat lalu.

“Kalau Kak Gojo tidak punya. Wajar dia terpuruk seperti ini.” [Name] menghela napas.

Haruto menarik diri. Mundur beberapa langkah sembari menutup mulut dengan tangan kanan. Agak dramatis. Namun, sorot mata menunjukkan keseriusan.

Sudah sedekat apa mereka? batin Haruto. Kenapa dia sangat lalai hingga membiarkan kedua anak itu?

“Hadeh.” Ia mengusap tengkuk. “Harus nyusun rencana, nih.”

I'm baaack!
Udah tiga hari berlalu sejak aku update buku ini, yaah. Nulisnya nyicil, sih 😭

Btw, Gojo ganteng ;33

Ann White Flo.
15 Oktober 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top