🌺 ꒰08꒱ :: Rasa khawatir.

“Kau keluarnya lama juga, ya?”

[Name] tersenyum dan mengerjap. Melihat pemandangan Gojo bersandar di pagar rumah ... yah, tak membuat diri terkejut seperti sebelumnya.

Dia menghampiri pria itu. “Selamat pagi!” Senyuman terukir di wajah [Name].

“Ayo berangkat.” Gojo berbalik, melangkah duluan.

“Apa Kak Gojo kebetulan ada urusan lagi sampai menungguku di depan rumah?” tanya [Name]. Ia menyamai langkah si surai putih.

Gojo bungkam. Hanya menatap ke depan. Tak ada niatan untuk menjawab pertanyaan [Name]. Memori berputar pada kejadian semalam saat meneriaki [Name]. Gojo jadi sedikit merasa bersalah ...

... Juga heran, kenapa gadis di sampingnya ini tampak baik-baik saja?

“... Kau tak marah?” Gojo mengernyit. Aneh rasanya dia memastikan sesuatu seperti ini pada orang lain.

“Untuk apa?”

Gojo spontan berhenti. Melempar pandangan aneh pada [Name]. Menilik ekspresinya. Tampak biasa saja.

Bukankah para gadis biasanya marah setelah dibentak?

“Aku kemarin meneriakimu, tau?” Satu alis Gojo terangkat.

“Ah, aku ingat. Lalu kenapa dengan itu?”

“Kau tak masalah dibentak seperti itu? Kau tahu ... aku jengkel karena sesuatu yang nggak jelas penyebabnya, meskipun itu berhubungan denganmu, sih.”

“Kita sama-sama bingung.” [Name] tersenyum. “Walau tidak seperti dirimu, setidaknya aku tahu sedikit.” Ia mengulum bibir.

Tapi sekarang ... aku menemukan jawabannya. Masalahnya Kak Gojo tidak tahu kalau dia reinkarnasi. Dari mana aku harus memulai? batin [Name] agak gundah. Meski disembunyikan oleh senyuman.

“Kau benar-benar aneh.” Gojo cemberut. Aku benar-benar tak bisa mengabaikanmu.

“Aku juga masih merasa berutang padamu setelah kejadian semalam.” Gadis itu mengangkat bahu cuek.

“Omong-omong soal itu, kenapa kau tidak melawan mereka? Kenapa malah tinggal bengong kayak orang bodoh?” tanya Gojo sedikit kasar. Dia tak habis pikir. Padahal [Name] kuat, ia bahkan sudah mengakui gadis itu. Lalu? Kenapa melawan tiga preman saja dia tak bisa?

“Aku kelelahan. Dari sore hingga malam, ada tiga tempat yang harus aku bereskan.”

Gojo mengernyit. “Perintah siapa?”

“Para petinggi. Ada lelaki berjas hitam yang mengatakan perintah mereka padaku.”

“Oh, orang-orang kolot itu, ya.” Nada suara sang pria berubah jadi malas. “Kalau kau dapat perintah mereka, abaikan atau minta bantuan orang lain saja.”

[Name] mengerjap. “Karena?”

“Kau bisa kelelahan.”

Gadis itu membeku.

Gojo pun spontan berekspresi aneh setelah sadar atas perkataannya.

“Sialan! Aku ini kenapa, sih?!” katanya jengkel.

[Name] bungkam. Penolakannya terasa sekali ... bagaimana reaksinya nanti saat tahu jika dia adalah reinkarnasi? Ia menghela napas. Lantas berjalan sembari memegang tali tas di pundak, mendahului Gojo—yang masih mengomel sendiri.

“Kak, ayo cepat. Nanti kita terlambat. Kakak nggak mau dipanggil Kepala Sekolah lagi, 'kan?” katanya lembut.

Gojo mengernyit. Melirik gadis itu—yang sudah agak jauh. Mendengar perkataannya barusan ... kenapa terasa seperti Geto?

“... Mungkin hanya perasaanku saja.”

꒰꒰꒱꒱

Shoko membakar ujung rokok. “Kau benar-benar menambah beban pikiran, ya, Geto.” Ia bersandar menopang dagu, menatap luar jendela kamar asramanya.

“Eh? Kak Shoko?”

Gadis surai cokelat itu melirik ke kanan. Menemukan sosok gadis agak tinggi di sana. [Name]. Adik kelasnya—salah satu orang normal.

“Oh? Kenapa ke sini?” tanya Shoko sedikit ramah.

[Name] tersenyum. “Kepala Sekolah menyuruhku memberikan berkas ini padamu ....”

“Ha? Kenapa aku disuruh kerja beginian?” Shoko mengernyit.

Sang gadis mengangkat bahu, pertanda ia tidak tahu. “Dia hanya menyuruhku membawakan itu padamu.”

“Ha ... masalah Geto belum selesai, tapi malah ditambah.” Shoko bersandar malas.

“He?” [Name] mengerjap. “Kak Geto ... ada apa dengannya?”

“Kau tidak dengar ternyata.” Shoko menghela napas, lantas mengisap rokoknya. “Dia membantai habis keluarganya dan satu desa.”

“Ha?” [Name] terperangah.

“Dia berkhianat.” Kening Shoko mengerut. Yah, dia tak menyangka, Geto yang cukup normal itu ternyata berkhianat. Apalagi ....

“Terus? Gimana keadaan Kak Gojo sekarang?!”

... Pria surai hitam itu berani meninggalkan kawannya.

“Aku tadi sempat ketemu Geto di luar dan menelepon Gojo. Mungkin ... mereka sedang berbincang, atau sudah selesai?” Shoko mengangkat bahu. “Entahlah.”

[Name] menunduk. Agak tak percaya. Padahal ... ia kenal Geto—meski baru beberapa hari—sebagai orang baik. Aura dan perilaku yang dewasa, juga senyum yang selalu terukir di wajah lelaki itu.

Yah, semua orang bisa berubah kalau mereka mau.

Kak Gojo .... [Name] mengerjap, kemudian berbalik pergi tanpa pamit pada Shoko.

Pergi mencari si surai putih. Lelaki menarik itu.

꒰꒰꒱꒱

“Aku tak menemukannya di mana pun ....”

[Name] mengembuskan napas panjang. Duduk di kursi taman sembari mendongak. “Aku sudah kehabisan tenaga buat lari.”

Netra emerald itu menatap langit. Sangat mendung. Awan hitam menghias di sana disusul kilatan cahaya. Juga angin yang agak kencang berembus.

“Mungkin sebaiknya aku pulang,” ucap [Name]. Melamun sesaat. Memikirkan rasa khawatir yang melanda.

Ingin rasanya mencari Gojo hingga ketemu. Namun, berlari tak tentu arah di tengah cuaca mendung ... mungkin bukan keputusan bagus.

“Aku bisa demam.” Ia berdiri dan menghela napas panjang. “Kenapa aku nggak minta nomornya sama Kak Shoko, ya?” Dia mengernyit. Menggigit bibir bawah.

Ah, dia benar-benar ceroboh. Karena panik, sulit untuknya berpikir jernih.

꒰꒰꒱꒱

“Sudah jam sembilan malam dan masih hujan.”

[Name] menopang dagu di bingkai jendela. Menatap ke luar. Meskipun hujan, cahaya dari pemandangan kota malam hari begitu indah, tapi di saat bersamaan juga menakutkan kala petir menghias langit di sana.

Kak Gojo .... [Name] menghela napas. Rasa khawatir kembali datang. Ia tak mendapat kabar apa pun tentang Gojo, dari Nanami atau Haibara.

Ia merasa tak berguna saat tidak bisa melakukan apa-apa.

“Semoga dia baik-baik saja—”

Suara ketukan pintu menyapa telinga. Membuat [Name] menoleh dan mempersilakan siapa pun yang mengetuk untuk membuka pintu.

“Ini paman.”

“He? Ada apa?” [Name] berdiri, langsung menghampiri sang paman.

“Ada seseorang yang membunyikan bel rumah ... kamu bisa lihat siapa dia? Paman sibuk soalnya.” Haruto mengusap belakang kepala. Sedikit tak enak hati pada keponakannya.

“Ah, tak masalah. Paman silakan kerja lagi saja.” [Name] beranjak, meninggalkan Haruto di depan pintu kamar.

“Hm ....” Haruto cemberut. “Entah kenapa perasaanku sedikit kurang enak.”

[Name] menuruni tangga dengan sedikit terburu-buru. Setelah memijak lantai akhir, ia segera berlari ke pintu. Memutar kenopnya dan membuka.

Suara guntur menyapa. Disusul kilatan petir hingga cahayanya dapat menyorot seseorang yang berdiri di depan rumah, di hadapan [Name] sekarang.

“He?” Gadis itu mengerjap. “Kak ... Gojo?”

Pengen banget bisa nulis, bisa update sesering dulu 😭 sayang banget ... pas SMA tugasnya makin banyak, uy 😭

Ann White Flo.
11 Oktober 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top