🌺 ꒰06꒱ :: Mengganggu pikiran.

“Kak Geto?”

Geto mendongak. Menemukan [Name] tengah membungkuk ke arahnya sembari menyungging senyum ramah, juga mengulurkan satu kaleng minuman soda.

“Oh? Terima kasih.” Geto membalas senyuman gadis itu sembari menerima pemberiannya.

“Sama-sama.” [Name] duduk di samping Geto—satu anak tangga atas dari tempat pria itu duduk—dengan jarak yang agak jauh. “Omong-omong, Kak Gojo ada di mana?”

“Ah ... Satoru lagi dipanggil Kepala Sekolah.” Geto terkekeh. “Mungkin dia sedang dimarahi sekarang.”

[Name] mengerjap. “Kakak sepertinya mengenal Kak Gojo dengan baik, ya.”

Mata Geto terpejam, tanpa menghilangkan senyuman, ia berkata, “Tentu. Aku tak menyangka bisa cocok dan merasa senang bermain bersamanya.”

“Begitu.”

Angin berembus lembut. Menyapa halus dua orang yang tengah bungkam. Siliran itu membawa kesejukan, memperjelas ketenangan yang berada di antara mereka. Aura mereka itu, benar-benar menenangkan.

“Aku senang melihat Kak Gojo tersenyum,” ungkap [Name] tiba-tiba.

Geto bungkam. Raut kalem menghilang terganti dengan ekspresi datar. “Aku penasaran akan sesuatu, [Name].”

“Hm?” Satu alis [Name] terangkat.

“Satoru pernah bercerita padaku soal reaksi aneh yang dia keluarkan secara tak sadar saat bersamamu, atau lebih tepatnya ketika kau berada dalam situasi gawat.” Geto menghela napas. “Aku tak bermaksud menuduh, tapi ... apa yang kau lakukan padanya? Atau apa kau tahu sesuatu?”

[Name] mengatup bibir. Mencerna ucapan Geto perlahan hingga menarik kesimpulan. Gojo ... merasa panik?

Apa itu alasan dia terlihat khawatir, mengejarnya setelah keluar dari kafe, dan menunggunya di depan rumah?

“Maaf.” [Name] menunduk. “Aku juga tidak tahu. Aku ... bahkan sering terkejut tiap dia bertindak begitu.”

“Ah ... begitu, ya.” Geto mengangguk. “Maaf sudah mencurigaimu.”

“Tak masalah. Itu wajar soalnya aku sangat bersangkutan.”

Geto mengangkat bahu juga menyungging senyum.

“Kalian ngapain?”

[Name] tersentak, refleks berbalik. Menemukan Gojo berdiri di anak tangga paling atas, melempar tatapan tanya dengan satu alis terangkat.

“Yo, Satoru. Kau sudah dari ruangan Sensei?” tanya Geto.

Gojo menuruni tangga. “Yah, aku dimarahi habis-habisan. Untung saja kepalaku tidak dipukul.” Ia duduk di samping [Name]. Sedikit menyisakan jarak. “Omong-omong, apa yang kalian lakukan di sini?”

“Kami hanya bercerita.” Geto mengangkat bahu.

“Hee ....”

[Name] bungkam. Menatap susu kotak rasa cokelat yang berada dalam genggaman. Sedotannya sudah tertancap. Ia meminumnya sedikit. Rasanya enak tentu saja. Ini adalah minuman favorit [Name].

“Bagi, dong!”

[Name] tersentak saat susu kotak miliknya diambil paksa. Ia melihat Gojo, menemukannya sedang minum susu cokelat itu dengan santai.

“Hei, Satoru ... kau tahu itu tidak sopan, 'kan?” tanya Geto. Sedikit canggung dengan tingkah Sang Kawan.

“Terus?” balas Gojo santai.

Geto menggeleng, lantas menatap [Name]. “Maafkan dia, [Name].”

“Ah, tak masalah.”  Gadis itu menggeleng. “Kalau begitu aku pergi dulu.” Ia berdiri dan melambai, lantas beranjak.

Gojo menatap [Name] dalam diam. Setelah perempuan itu makin menjauh dalam pandangan. Ia langsung bertanya, “Apa yang kau ceritakan dengan anak itu, Suguru?”

“Aku hanya bertanya padanya ... soal 'keanehan' yang terjadi padamu.”

“Lalu?”

“Dia juga tidak tahu apa-apa. Bahkan bingung dengan reaksimu.”

“Hee ....”

Geto mengernyit. “Mungkin benar kata Shoko, kau sudah mulai aneh, Satoru.”

“Ha?!”

꒰꒰꒱꒱

[Name] menghela napas. Melangkah santai menyusuri gang sepi sendirian. Minim penerangan karena hari sudah gelap. Ia hanya mengandalkan cahaya yang muncul lewat sela-sela jendela bangunan.

Ia sehabis dari misi, kini sedang berjalan pulang. Karena lokasi—dari tugasnya tadi—mengharuskan ia melewati jalan kecil di antara bangunan ini.

“Woah? Siapa gadis ini?”

[Name] berhenti jalan. Langsung berbalik. Menemukan satu pria mengenakan hoodie hitam juga memegang ... botol alkohol?

Gadis itu mengernyit. Memutuskan untuk tidak mengindahkan. Namun, setelah memutar tubuh, ia kembali disuguhkan dua orang pria memakai topi dan jaket.

“Anak SMA?” kata salah satu dari mereka. Pria yang mengenakan topi warna merah.

“Oh? Mangsa yang bagus, dong,” balas pria bertopi hitam.

Pria ber-hoodie mendekat. “Ayo pergi minum bersama kami. Kakak ini punya banyak alkohol untuk dinikmati~”

Dua lelaki lainnya mendekat. Salah satu dari mereka berkata, “Tak usah malu-malu. Kami tak akan melakukan apa-apa. Hanya minum-minum saja. Bukankah pengalaman bagus? Anak SMA zaman sekarang suka minuman keras, 'kan?”

[Name] melangkah mundur—tepat ke arah dinding bangunan. Mata emerald-nya fokus menilik ketiga pria yang mendekat. Mereka punya niat buruk, ia dapat merasakan itu.

Sungguh, dia ingin melawan mereka dan kabur. Namun, tenaganya terkuras habis setelah melawan kutukan tingkat dua—yang hampir setara dengan kelas tinggi.

[Name] tersentak saat bahunya dipegang. “Jangan sentuh.” Ia menepis tangan pria bertopi hitam.

“Hei, hei, tenanglah,” balas lelaki itu.

[Name] berdecak saat punggungnya bertabrakan dengan dinding. Ia terjebak. Para lelaki itu juga makin mendekat seraya menyentuh tangannya.

“Kami ingin berbagi minuman ini padamu. Kau pasti tak sering menemukan orang baik seperti kami, 'kan?”

[Name] bungkam.

“Hei.”

Suara berat menyapa telinga mereka. Secara bersamaan, menatap ke arah asal suara. Di saat itu juga, ketiga pria yang menyentuh sang gadis langsung terlempar sedikit jauh setelah menerima bogem mentah.

[Name] membelalak, menelan ludah susah payah. Ia terperangah saat pemilik suara berat tadi menunjukkan diri. Membiarkan wajahnya terkena cahaya lampu yang samar.

“Eh?” [Name] mengerjap. “Kak Gojo?”

Sang surai putih mendecih jengkel. “Ayo pergi dari sini.”

“HEI?!”

Gojo menoleh. Menemukan pria itu ber-hoodie telah bangkit—meski menopang pada dinding.

“Ck, dia tahan juga, ya.” Gojo menarik lengan [Name]. Kemudian berlari keluar dari gang.

[Name] diam. Sungguh, untuk saat ini, ia cukup lambat merespon kenyataan. Gojo ... datang ke gang tadi buat apa? Bukan untuk menyelamatkannya, bukan?

Gojo mengeratkan genggaman. Firasat buruk di hati telah lenyap. Setelah dia melihat gadis ini, menyelamatkan dan menggenggam tangannya. Semua perasaan gundah itu langsung hilang.

Ah, dia begini lagi.

Ia mendecih. Lantas berhenti berlari. Langsung berbalik ke arah sang gadis. Mencengkeram bahunya keras, menariknya untuk mendekat.

“Kau ini kenapa, sih?!” katanya kasar.

[Name] terperangah. Menangkap raut penuh kebingungan, jengkel, dan khawatir terukir di wajah Gojo.

“Apa maksudmu?” tanya [Name].

“Kenapa aku mencarimu?!” kata pria itu.

Ah, perasaan apa ini?

Gojo mendecih. “Kenapa kau selalu mengganggu pikiranku, ha?!”

Ia benar-benar bingung.

“Aku ....” Napas [Name] tercekat. Jujur, ia sendiri pun bingung. Semua yang ada pada Gojo. Dia tak habis pikir.

Bukankah pria itu tak tahu jika dia reinkarnasi? Lalu kenapa ... reaksinya selalu seperti ini?

“Ah, sudahlah. Tak ada gunanya. Kau juga tidak tahu jawabannya, bukan?” Gojo melepas kedua bahu [Name]. Memasukkan tangan ke saku jaket.

“Aku sama bingungnya denganmu.”

Gojo melirik gadis itu.

“Tapi ... terima kasih telah menolongku.”

Hanya itu yang sang gadis bisa katakan sekarang.

Udah lama banget aku mau nulis adegan Gojo bingung gini 🥺 walo keinget adegan dia ketemu Suguru (pas dia udah berkhianat) dan pas Gojo mau disegel, sih :'3

Ann White Flo.
6 Oktober 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top