🌺 ꒰04꒱ :: Masih bertanya-tanya.
“Hei, Satoru— tunggu! Siapa yang di sampingmu ini ...?”
Geto mengerjap. Melempar tatapan tanya pada seorang gadis surai hitam yang berdiri di sebelah kanan Gojo. Tangan kirinya terangkat menunjuk perempuan itu tanpa sadar.
“Oh, dia anak baru itu.” Gojo menurunkan kucing miliknya. Mengamati hewan itu melangkah ke arah Geto. “Aku sudah pernah bilang kalau kelas satu punya murid baru, 'kan?”
“Ah ... aku ingat.” Geto mengangguk. Tersenyum canggung. “Maaf, aku sungguh kaget menemukan Satoru jalan bersama gadis ... lagi.”
“Hoi?!”
[Name] merespon dengan senyum ramah, juga gelengan dan kibasan tangan. “Tak masalah. Aku Kouno [Name].” Ia membungkuk singkat.
“Aku Geto Suguru.”
“Kenalannya sudah, 'kan?” Gojo membuka pintu kafe. “Ayo masuk, Suguru. Aku sudah kelaparan.”
“Oh, baiklah.” Geto mengangguk singkat, kemudian menatap sang gadis. “Kamu sendiri mau ke mana?” Ia membungkuk, mengangkat kucing Gojo.
“Ah, aku juga mau masuk, Kak. Pamanku minta dibelikan camilan manis.” [Name] menunjuk kafe itu.
“Kalau begitu, ayo masuk bersama.”
[Name] mengerjap. “Oke.”
꒰🌺꒱
“Hei, Satoru! Biarkan dia antre di depan!”
“Eh? Aku nggak masalah kalau di belakang, kok, Kak!”
“Aku lapaar, Suguru—”
Geto menarik lengan Gojo agar remaja itu baris di belakang [Name]. Dengan pelan agak mendorong sang gadis untuk maju, mendekatkannya pada kasir.
“Dia hanya memesan, tak makan di sini. Jadi, bersabarlah sebentar,” ucap Geto. Menepuk-nepuk pundak Gojo yang berada di depannya.
“Baiklah, baiklah.” Gojo bersedekap. Memasang muka jengah. Menatap [Name], punggung mungilnya.
Gadis itu memesan empat jenis makanan manis dengan ramah. Juga menyebutkan topping sesuai keinginan Sang Paman, Haruto, begitu pula untuk dirinya sendiri.
“Ha'i, ini pesanan Anda, Nona!” Pelayan itu mengangkat satu kantong berisi empat kotak di meja. “Saya akan menghitung totalnya.”
“Terima kasih,” balas sang gadis.
“Kau bisa menghabiskan semua itu? Di perut kecilmu?”
[Name] terperanjat. Menoleh. Mendapati wajah Gojo dalam jarak dekat—yang sedang fokus menatap empat kotak itu dengan muka aneh.
“Tidak. Ini ... aku akan makan bersama pamanku, kok.” [Name] menggigit bibir bawah. Mengalihkan pandangan.
“Oh.”
“Kakak bisa pesan sekarang. Aku akan segera pergi setelah membayar.”
“Aku mendekat karena itu, sih.”
[Name] memberikan kartu kredit pada pelayan kasir. Melihatnya menggesek benda tipis itu, kemudian mengembalikannya.
“Terima kasih telah memesan,” ucap orang itu ramah.
[Name] mengangguk sebagai jawaban, lantas mengangkat kantong putih dan membungkuk singkat pada Gojo. “Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa!”
“Ya, ya~” Gojo menopang dagu. Tak melirik sedikit pun pada [Name]. Hanya fokus menatap menu kkafe
[Name] mengulum bibir. Dia cuek banget, ya. Padahal tadi sore bertingkah aneh. Ia menggeleng dan mengangkat bahu tak peduli. Lantas segera beranjak, sempat juga melambai pada Geto yang berdiri di belakang Gojo.
Gojo bungkam setelah mengatakan menu pesanannya. Sedikit melirik di tempat [Name] berdiri tadi, tak menemukan siapa-siapa. Ah, gadis itu sudah pergi rupanya.
“Hei, Suguru ...,” panggil Gojo.
“Kenapa?” jawab Geto tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel—dengan kucing di puncak kepalanya.
“Sekarang jam berapa?”
“Pukul delapan malam. Kenapa?”
Gojo bergeming. [Name] pergi beberapa saat lalu ... dia sendirian?
Pria itu langsung menarik baju Geto. “Suguru! Bisa kau tunggu di sini?!”
Perasaan panik tiba-tiba menyergap.
“Ha? Bisa, sih, tapi kau kenapa, Satoru?” tanya Geto heran. Juga sedikit terperangah setelah menangkap raut tak biasa dari air muka sang kawan.
“Aku harus mengejarnya—”
Gojo berlari keluar dengan cepat.
“Eh? Tuan! Pesanan Anda—”
Geto langsung mendekat ke kasir dan refleks mengangkat tangan. “Saya temannya. Dia sedang ada urusan dan menitip pada saya.”
Di sisi lain. Berfokus pada Gojo yang masih lari, membelah massa, demi mencari keberadaan sang gadis.
Dia baru-baru saja pergi dan sudah beranjak sejauh ini? batin Gojo sedikit jengkel. Apa gadis itu berlari? Atau naik taksi?
“Kenapa ban mobil taksinya malah bocor ...?”
Gojo tiba-tiba menghentikan larinya setelah menangkap suara familier. Ia menoleh. Mendapati seorang gadis berdiri di seberang jalan—tepat menghadap jalan raya—dengan raut pasrah.
“Itu dia.” Gojo langsung menyeberang setelah memastikan tak ada kendaraan lewat.
“Aku harus menyeberang.” [Name] berjalan. Sedikit menunduk, hanya menatap kaki yang sedang melangkah—juga beberapa derap langkah lain.
“Hei.”
[Name] berhenti kala menemukan sepatu kets hitam di hadapan. Tak lama mendongak. Mendapati Gojo dengan muka datar.
“He?” Gadis itu mengernyit. Apa yang Gojo lakukan di sini?
“... Aku ingin mengantarmu pulang.”
Gojo langsung mengatup bibir. Apa yang baru saja dia katakan?
“Oh ....” [Name] mengangguk. Sedikit canggung rasanya. “Baiklah, ayo.” Ia berjalan melewati Gojo.
Yah, sudah terlanjur, sih. Gojo mengikuti [Name].
꒰🌺꒱
[Name] jadi ingat momen Gojo mengantarnya ke kelas.
“Hei, rumahmu masih jauh?” tanya pria itu dengan nada bosan.
“Sedikit lagi sampai, kok. Sisa berbelok dan jalan lagi.”
Remaja itu mengusap tengkuk. “Rasanya kau seperti tinggal di pedalaman, deh.”
[Name] tertawa kecil. “Tadi aku naik taksi, tapi tiba-tiba saja ban mobilnya bocor.”
Makanya kau nekat jalan sendiri malam-malam begini? batin sang pria.
Ia berdecak dalam hati sesaat setelah sadar jika kembali mengkhawatirkan gadis di sebelahnya ini. Begitu pula saat di kafe tadi.
Kembali dia bertanya. Kenapa?
“Sampai!” [Name] melangkah riang, membuka pagar, lantas masuk ke pekarangan rumah bertingkat dua.
Gojo menatap sekitar. Ada jalan kecil dilapisi paving menuju pintu rumah. Di samping kanan dan kiri, terhias rumput luas yang terawat. Cukup nyaman terasa.
“Kak! Ayo, masuk dulu.” [Name] melambai. Masih menunggu seseorang membukakan pintu rumah.
Gojo berekspresi aneh. Ia hanya ingin mengantar anak itu sampai sini. Tak lebih.
Ia hendak berbalik. “Sudahlah. Aku mau pulang—”
“HAH?!”
Si surai putih refleks berhenti. Mengernyit, lantas memutar tubuh kembali. Menemukan pria berumur dua puluhan ber-kimono memasang ekspresi kaget menatapnya.
“Apa ...?” tanyanya.
“Sebentar.” Pria itu menyentuh kepalanya, juga mengangkat tangan kanan memberi tanda stop. “Biar kutebak. Kau anak dari klan Gojo?”
“Ho? Kau tahu?” Remaja itu menyungging seringai.
“Rambut putih dan auramu yang menyebalkan itu kentara banget.”
“Ha?”
“Paman kenapa?” tanya [Name]. Sedikit khawatir melihatnya.
Haruto.
Pria bermata hijau itu melihat Gojo dan [Name] bergantian. “Kalian sekelas?”
“Tidak. Cuma satu sekolah saja,” jawab [Name].
Gojo bersandar pada bingkai pagar. Kenapa, sih? batinnya.
“Begitu.” Haruto mengangguk. Keningnya mengerut keras, sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting.
“Ah, sudahlah. Aku pergi dulu.” Gojo beranjak.
“Hati-hati!” [Name] melambai singkat.
“Iya, iya~”
Haruto menatap raut muka sang keponakan. Menemukan keceriaan di sana tiba-tiba membuatnya terperangah.
Gawat. Tangannya terkepal. Bukan sekarang ... terlalu cepat.
Ann White Flo.
3 Oktober 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top