🌺 ꒰02꒱ :: Reaksi aneh.

“Aku tak percaya kau bisa menyelesaikan ujian mendadak itu dari Yaga-sensei. Yah, walau sebelumnya aku lebih cepat dari pada kau.”

[Name] tersenyum kikuk sambil mengikuti Gojo yang sedang menuruni tangga.

“Terima kasih,” ucapnya dengan nada pasrah.

“Omong-omong, kau kelas satu, 'kan? Jadi ... anak kelas itu beranggota tiga orang, ya, sekarang?” Gojo mengapit dagu.

[Name] bungkam. Yah, ia pernah dengar dari Haruto ... jika jumlah penyihir tak mencapai angka ribuan, bahkan mungkin seratus lebih pun tidak. Setelah angka yang sedikit itu, para penyihir terbagi lagi, kuat dan lemah.

“... Ruangan kelasnya jauh, ya?” tanya sang gadis.

Gojo melirik. “Lumayan.”

“Omong-omong, Kak Gojo umur berapa?”

“... Tujuh belas tahun.”

“Aku masih lima belas.”

Remaja lelaki itu berhenti. Sedikit berbalik menatap sang gadis. “Apaan? Kau cepat masuk atau lompat kelas?”

Gojo langsung bungkam setelah mengatakan itu. Kenapa dia bertanya?

[Name] menyungging senyum. “Hanya cepat masuk.”

“... Oh.” Pria itu melanjutkan langkah.

[Name] menyamai jalan Gojo. “Apa masih jauh?”

“Kenapa?” Ekspresi Gojo tampak datar. “Kau mau cepat-cepat sampai di kelas? Kenapa tidak menikmati pemandangan sekarang saja? Di kelas itu membosankan. Selagi kita masih berdua—”

Bibir Gojo langsung terkatup. Ia mengernyit. Kenapa dia mengatakan itu?

[Name] mengerjap. Terperangah menatap sang surai putih. Tidak menyangka dia akan mendengar ucapan seperti itu terlontar.

Gojo perlahan melirik [Name] dengan perasaan aneh—canggung dan tak enak. Namun, ia malah menemukannya menatap diri dengan mata berbinar terang, juga pipi yang sedikit merona.

“Kenapa kau menatapku kayak begitu?” ucap Gojo sinis.

“Eh, maaf.” [Name] mengusap tengkuk. Aku tanpa sadar ....

“Yah, tak masalah.”

꒰꒰꒱꒱

“Hei, Suguru.”

“Hm? Ada apa?”

Seorang remaja pria berambut hitam menaikkan satu alis. Ia bernama Geto Suguru. Duduk di samping Gojo yang sedang rebahan di rumput tengah lapangan.

“Aku tadi ketemu anak baru. Dia masuk ke kelas satu.” Gojo menggoyangkan kaki. “Dia menarik. Energinya terasa sekali, lho.”

“Ho? Aku tak perlu heran melihatmu tertarik pada orang kuat.” Geto tersenyum sembari menutup mata, juga melempar satu kaleng minuman bersoda pada Gojo—yang dengan sigap ditangkap pria itu.

“Oh, terima kasih.” Gojo bangkit sembari membuka kaleng soda itu. Minum.

“Jadi? Namanya siapa?” tanya Geto. Raut wajah menunjukkan ketenangan yang nyata, begitu damai rasanya.

“[Name],” jawab Gojo.

“Begitu.”

Gojo bungkam. Mendongak, menatap langit cerah berhias awan. Melamun. Mengingat reaksi aneh yang dia keluarkan beberapa saat lalu pada Sang Gadis.

Sungguh, dia tak bisa lupa. Beberapa waktu lalu, ada perasaan aneh dalam dada hingga ia spontan bereaksi seperti tadi. Kenyamanan, gambarkanlah seperti itu. Namun, bukankah ia baru bertemu [Name]?

“Kenapa, ya ...?” gumam Gojo dengan wajah datar.

“Huh? Kau bilang sesuatu, Satoru?”

“Tidak. Aku hanya kepikiran.”

“Apa itu?”

“Sesuatu yang nggak penting.” Gojo baring lagi. “Omong-omong, kita tidak ada misi hari ini?”

“Tidak ada. Kita libur.”

“Hee.” Gojo menutup mata. “Aku mau istirahat sebentar.”

“Lakukanlah, kau belum istirahat dari kemarin.”

꒰꒰꒱꒱

Gojo melangkah di lorong kelas. Menangkap pemandangan sinar matahari sore yang menembus masuk menjadi penerang. Meskipun sekarang tak begitu gelap.

Ia berhenti jalan. Memasang ekspresi datar, memutar tubuh perlahan. Menatap tepat ke arah tiang penyangga yang cukup besar.

“Kenapa kau mengikutiku? Tidak ada kerjaan lain, huh?” tanyanya dengan nada sarkas.

Seseorang yang mengikutinya terkejut, perlahan menyembulkan kepala dari balik tiang besar itu. [Name]. Wajahnya tampak sedikit memerah, mungkin karena malu.

“Maaf ....” Gadis itu mengulum bibir.

“Jadi?” Gojo mengangkat satu alis.

“Aku cuma penasaran saja sama Kakak.”

“Ha? Penasaran di bagian diriku yang mana?”

Bukankah mereka jalan bareng pagi tadi?

[Name] mengerjap. “Habisnya ... Kakak menarik?”

Apa kau bahagia sekarang? Apa aku salah lihat jika kau seorang reinkarnasi? Jika tidak ... kenapa kau mengatakan 'kita berdua' pagi tadi? Akh, ini membuatku bingung, astaga, batin [Name]. Mengatakan alasan nyata ia mengikuti Gojo.

“Yah, aku tahu aku menarik, sih.” Gojo mengapit dagu. “Tapi setertarik apa kau sampai mengikutiku seperti ini?”

“Sangat tertarik,” jawab [Name] spontan.

“... Kau serius?”

Daun telinga Gojo bergoyang ketika menangkap suara kayu patah dari atas. Spontan dia mengernyit.

[Name] mengangguk. “Tentu.”

Kayu itu jatuh dari atas kepala sang gadis. Membuatnya mendongak setelah mendengar suara patahan itu. Refleks mundur untuk menghindar.

Gojo membelalak.

“Wah ... hampir saja.” [Name] menghela napas. Hendak berdiri pelan-pelan. Namun, kedua bahunya langsung ditarik paksa hingga ia berdiri tiba-tiba.

“Kau nggak apa-apa?!”

Mata emerald [Name] membulat lebar. Begitu terkejut ... mendapati Gojo menatap diri, mencengkeram bahunya dengan keras.

“Aku ... tidak apa-apa, kok.” [Name] tersenyum canggung.

Ha? Aku ngapain? Gojo bergeming, lantas melepas [Name]. Langsung memasukkan tangan ke saku dan menoleh ke jendela. Mengalihkan pandangan sembari mengernyit.

Ada perasaan panik yang tiba-tiba menyerang sesaat setelah kayu itu jatuh dan nyaris menimpa sang gadis. Padahal, logika berkata anak itu bisa menghindar, tapi kenapa perasaannya malah tidak tenang?

“Kenapa kayunya tiba-tiba patah, ya?” [Name] menengadah. “Padahal kayu jenis itu sangat kuat.”

“Aku akan melaporkannya pada Sensei.” Gojo menatap [Name]. “Kau pulang saja sana. Sudah mulai malam, 'kan?”

“Oh, iya. Kalau begitu, aku pamit. Sampai jumpa!” [Name] melambai singkat, lantas beranjak pergi.

Gojo menatap gadis itu dalam diam. Setelah dia menghilang dari pandangan. Pria itu langsung mengusap tengkuk dan memasang wajah jengah.

“Kenapa, sih?”

Apa yang terjadi dengannya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top