🌺 ꒰01꒱ :: Ingatan masa lalu.

Tahun 2007. Tokyo, Jepang.

Ada satu perempuan ... yang sedikit berbeda dari orang lain.

Gadis itu bangkit dari tidur dengan air mata mengalir. Napas tak beraturan, tubuh bergetar hebat. Ia mengusap wajah guna menyeka cairan bening itu. Kemudian memeluk kedua lutut.

“[Name]-chan! Ayoo, banguun.”

Nama gadis itu adalah Kouno [Name].

“Ah, iya.” Dia mengangguk. Lantas turun dari ranjang menuju pintu keluar kamar. Membuka. Menemukan pria tinggi mengenakan kimono di depan ruangannya.

“Lho? Kamu habis menangis? Kenapa?” tanya pria itu.

Namanya adalah Kouno Haruto.

[Name] menggeleng. “Tidak apa-apa.”

“Ingatan masa lalu, ya?”

Gadis itu membeku. Tercekat rasanya. Semua ingatan dari mimpi kembali terputar dalam kepala. Rasa sakit, perpisahan, juga tangisan.

“Maaf ....” [Name] menunduk. “Menyesakkan mengingat semua itu.”

“Yah, tak masalah.” Haruto tersenyum. “Tapi kamu harus kelihatan segar untuk memulai hari baru di Jepang!” Kedua tangannya terentang. Tersenyum begitu ceria.

“Iya.” [Name] mengangguk. “Kalau begitu aku akan bersiap.”

꒰꒰꒱꒱

[Name] menuruni tangga dengan lesu. Menghela napas panjang setelah kakinya memijak lantai satu.

Dia belum baik-baik saja, meski wajah tampak segar sehabis mandi. Namun, hati masih berat terasa. Kenapa?

“Mengingat kehidupan masa lalu tepat pada bagian tragis itu sangat menyedihkan.” [Name] mengernyit. Membeku. Pikiran kosong tiba-tiba setelah berkata begitu.

“Ayo, ayo. Jangan melamun!”

Haruto datang sembari bertepuk tangan guna menyadarkan sang keponakan dari lamunannya. Ia tersenyum lebar, menepuk-nepuk puncak kepala gadis itu dengan lembut.

“Mengenang sesuatu memang kadang menyakitkan, tapi itu adalah kejadian yang telah lewat,” kata Haruto lembut. “Yang kamu ingat itu ... kejadian 200 tahun lalu, bukan?”

[Name] mengangguk.

“Kamu jadi orang seperti apa saat itu?” Haruto bersedekap.

“Mmm ... jadi anak dari penasihat kerajaan.” [Name] mengulum bibir.

“Oh, keren juga, ya?” Haruto mengangguk.

“Sialnya ... aku hanya mengingat kisahku yang menyedihkan.” [Name] menghela napas lagi.

“Wekaweka, takdir memang jahat. Paman sangat setuju!”

“Yah.” [Name] menyungging senyum. “Kalau begitu aku berangkat dulu.”

Haruto mengangguk. “Hati-hati, yaa!”

[Name] menanggapi dengan senyuman. Lantas mengganti sandal rumah dengan sepatu kets. Melangkah ke pintu, membuka penghalang itu.

Angin berembus lembut menerpa wajah. Kelopak mata tertutup—menyembunyikan netra emerald. Surai hitam sepunggung sedikit berkibar. Siliran itu membawa kesejukan, juga ketenangan untuk hati yang masih gundah.

Ia menghela napas. Kini sedikit merasa lega. Dalam hati berharap tak ada sesuatu yang akan mendatangkan gelisah. Semoga hari ini damai-damai saja.

Namun, itu hanyalah keinginannya.

꒰꒰꒱꒱

“Um ... ke mana, ya?”

[Name] mengernyit, bahkan sedikit menggigit jari telunjuk. Menilik penjuru arah, ada jalan setapak, pepohonan tinggi,l dan bangunan lama yang kokoh menghiasi tempat ini.

Sekolah Jujutsu.

Gadis itu menghela napas. Mungkin sebaiknya ia meminta seseorang dari sekolah ini untuk menuntunnya ke ruangan Kepala Sekolah. Namun, ia sudah terlanjur melangkah tak tentu arah sebelumnya.

“Kau tersesat?”

[Name] membeku. Refleks mendongak kala mendengar suara menyapa. Ia membelalak, menemukan remaja pria surai putih tengah menunduk menatap diri.

“Kau kenapa?” tanya remaja itu.

Sang gadis bungkam. Fokus langsung tenggelam pada ingatan masa lalu. Sekitar 200 tahun lalu ... abad ke-19.
Di mana ... kehidupan pertamanya dimulai.

Bersama pria yang dia cintai di masa lalu. Orang yang ia lihat ini ... adalah reinkarnasi lelaki itu.

Ia dapat merasakannya. Aura dan wajah ... juga surai putih itu.

“Hoi?” Anak itu mengangkat sebelah alis. “Kau kenapa melamun?”

[Name] tersentak. “Ah, maaf. Aku ... tiba-tiba kepikiran sesuatu.” Ia maju satu langkah, menjaga jarak.

“Hee.” Anak itu bersedekap. Menatap gadis yang berdiri di hadapan dari bawah ke atas. Rok selutut bersama legging hitam dibalut sepatu kets berwarna sama, juga pakaian khas sekolah SMA Jujutsu.

“Kau si anak baru?” tanyanya.

Apa infonya menyebar? [Name] mengerjap, kemudian tersenyum. Menyembunyikan segala perasaan gundah. “Iya. Bisa tunjukkan ruangan Kepala Sekolah? Aku mau ketemu Beliau sebentar.”

“Bisa, sih.” Lelaki itu cemberut. “Tapi aku lagi kabur sehabis buat masalah. Kalau ketemu dia sekarang ... bisa mampus.”

“Eh?” [Name] mengerjap. “Oh, kalau begitu ... aku akan minta tolong pada orang lain saja.”

Sang pria bungkam. Melihat [Name] membungkuk dan berterima kasih, lalu beranjak pergi sembari menoleh kanan dan kiri.

“Hmmm ....” Ia menatap dingin. “Sepertinya ... bagus kalau aku datang ke tempat Kepala Sekolah.” Dia berdiri. Menyusul gadis itu segera.

[Name] mengelus dada. Mengatur napas. Adrenalin berpacu. Begitu tiba-tiba rasanya bertemu dengan seseorang dari masa lalu.

Namun ... apa dia tak mengingat sang gadis? Ataupun merasakan jika mereka adalah seorang reinkarnasi?

Ia ingat betul. Di masa lalu, sebelum mereka menutup mata meninggalkan dunia. Keduanya memohon agar diberi kesempatan untuk bereinkarnasi dan bertemu di masa depan.

Kalau begitu ... kenapa? Rasanya ada yang ganjal.

“Setelah kupikir-pikir. Aku akan mengantarmu ke ruangan Kepala Sekolah.”

[Name] mendongak, sedikit menoleh ke kanan. Menemukan lelaki berkacamata hitam itu berdiri di sana, tampak tersenyum ceria.

“Tiba-tiba?” tanya [Name].

“Kenapa? Kau terganggu?”

“Tidak sama sekali. Aku malah bersyukur.” [Name] tersenyum.

“Ya, sudah.”

“Omong-omong ... siapa namamu?” [Name] menggigit bibir bawah. Menanyakan ini ... cukup membuatnya berdebar.

“Namaku Gojo Satoru.”

꒰꒰꒱꒱

“Satoru ...!”

Bibir Gojo mengerucut, sedikit menoleh ke kiri. Tak ingin menatap pria kekar berkulit eksotis yang sedang marah sambil menjahit boneka.

“Setelah membuat kekacauan kau berani datang ke sini?” tanya pria itu. Masamichi Yaga. Kepala Sekolah.

“Niatku baik, Sensei!” Gojo menarik kerah belakang baju [Name]. “Aku mengantar anak baru ke sini?!”

Yaga menatap sang gadis. Seketika melunak. Menunjukkan wibawanya pada anak itu.

“Ah, maaf. Aku terbawa emosi melihat anak nakal itu,” kaya Yaga menyinggung Gojo.

[Name] tersenyum. “Tak masalah.”

Pria itu menjelaskan semua hal yang [Name] perlu ketahui secara umum selama bersekolah di SMK Jujutsu. Juga sesekali menegur Gojo yang kadang menyahut.

“Diam, Satoru! Aku tidak mengajakmu bicara!” kata Yaga.

“Aku hanya membantu, kok?” Gojo cemberut.

[Name] meringis melihat interaksi kedua pria itu. Kenapa korelasi mereka terlihat seperti pertengkaran ayah dan anak?

“Nah, sekarang.”

Penerang ruangan—lilin— tiba-tiba mati.

[Name] spontan memasang sikap waspada.

“Ah, mulai lagi.” Gojo mengusap belakang kepala. Perlahan mundur dan bersandar pada tiang.

Yaga mengalirkan energi kutukannya pada sebuah boneka. “Kau harus diuji kelayakan dulu sebelum benar-benar menjadi murid di sini. Kuingatkan ... tak ada penyihir yang mati dalam penyesalan.”

[Name] menghela napas lelah.

Ternyata ... keinginannya untuk menemukan hari damai tak dikabulkan.


Halo :3
Cerita bertemakan reinkarnasi akhirnya kubuat jugaa 😭 walau agak merasa bersalah sama karakter Gojo, sih. Maaf, Gege-sensei 🥲

Ann White Flo.
2 Oktober 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top