The Purchased Wife
{Aloha! Cerita ini sudah tamat dan bisa kaian baca lengkap di Karyakarsa kataromchick. Terdiri dari 7 chapter dengan total 75 halaman. Silakan menikmati dan gunakan kode voucher nya untuk bisa dapet potongan harga😍.}
Bagaimana jika kamu memiliki kisah hidup yang tidak seperti apa yang didambakan? Jauh sekali dari harapan. Dengan segala kekurangan di hidupnya, Larasati harus menanggung hal yang terbilang gila. Dijual oleh suaminya sendiri. Iya, kalian tidak salah mendengar, dijual oleh suaminya sendiri.
"Aku nggak mau, Mas! Apa yang ada di pikiranmu?! Aku ini istri kamu. Gila sekali kamu mau menjualku!"
Pria itu berdecak mendengar balasan istrinya. Tampang suami Larasati itu sudah semakin kacau. Hobinya berjudi dan mabuk membuatnya tidak seperti pria yang pertama kali meminang Larasati. Pria ini ... jauh dari apa yang Larasati bayangkan sebelum menjadi pasangan.
"Nggak ada pilihan lain. Udahlah. Kita butuh duit. Jangan naif begitu. Kamu cuma kujual buat bayar hutang."
Larasati menggeleng tak percaya dengan apa yang suaminya ucapkan. Sayang sekali Larasati masih memiliki kewarasan. Padahal harusnya dia bisa membunuh pria bajingan di depannya ini. Pria ini sudah mengajaknya menikah, tidak memberikan nafkah yang sepantasnya, minta makan ke rumah, dan masih bisa mabuk hingga berjudi. Padahal uang sepeser pun tidak punya. Kurang tahan banting apa Larasati selama ini? Dia sudah menerima Dornan sebagai suaminya. Padahal masa depan pas-pasan yang dijanjikan malah menjadi minus.
"Kamu yang butuh uang itu! Kamu yang pakai! Kenapa harus aku yang kamu korbankan? Kalo kamu mau uangnya, kamu aja yang jual diri, Mas!"
Keberanian Larasati membalas ucapan pada suaminya mendapatkan balasan berupa tamparan keras di pipi. Bahkan rasanya tidak hanya di pipi, tapi sisi kiri wajah Larasati terasa nyeri. Bayangkan saja, telapak tangan pria itu yang lebar dan berisi tenaga yang berbeda mengarah pada wajah perempuan yang jauh dari kata bisa membela dirinya sendiri.
"Berani kamu ngomong begitu? Kurang ajar kamu sama suamimu sendiri, hah!? Apa yang kamu pikir bisa bikin kamu lebih diatas seorang suami?"
"Aku nggak merasa diatas. Aku membela diriku sendiri, Mas!"
Tanpa basa basi lagi, Dornan menarik rambut istrinya itu dan membantingnya ke luar kamar dan menutup pintu. Pria itu mengisi tas dengan pakaian Larasati, sudah menyiapkan baju karena malam ini Larasati akan dibawa agar Dornan bisa mendapatkan uang yang dijanjikan oleh pria yang membutuhkan jasanya. Ya, jasa menyewakan istri.
***
"Aku nggak mau! Aku nggak mau, Mas!" teriak Larasati.
"Diam!" bentak Dornan.
Dengan kuat pria itu membungkam mulut Larasati dengan memaksa perempuan itu meminum teh yang sudah ditambahkan bubuk obat tidur. Dengan begini, Larasati tidak akan membuat tetangga terbangun ketika dia dibawa pergi. Meski memang harus bekerja keras untuk membuat Larasati meneguk teh tersebut, Dornan tidak akan mengalah dari seorang perempuan tidak berdaya itu.
Membutuhkan sekitar tiga puluh menit untuk akhirnya Larasati tidak bisa melawan lemasnya rasa kantuk. Dornan tertawa pelan karena dia berhasil melemahkan wanita itu. Dengan kata lain, Dornan benar-benar akan mendapatkan uangnya malam ini.
Ponsel Dornan berbunyi, panggilan masuk dari Hans Kairo datang.
"Halo, Pak Hans!"
"Orang saya sudah tunggu kamu di depan. Bawa ke mobil saya, uangnya saya bawa sekarang."
Dornan menahan tawanya, tapi tidak bisa menahan senyumannya yang merekah terus.
"Oke, Pak Hans. Saya juga sudah siap. Saya keluar."
Seluruh hal yang berkaitan dengan Hans Kairo adalah uang, uang, dan uang bagi Dornan. Dia mengenal Hans bukan hanya kali ini. Tapi saat pria itu membutuhkan segala bantuan. Yang paling sering Dornan bantu adalah urusan mengawasi ibu pria itu. Iya, Dornan menjadi supir pribadi di rumah orangtua Hans. Memata-matai kapan ibu pria itu akan pergi dan pergi kemana saja wanita yang selalu merusuhi urusan rumah Hans.
Dornan membopong tubuh istrinya yang tidak sadar. Dia segera membawa Larasati untuk dibawa ke mobil Hans berada, lalu Dornan mengetuk sisi jendela yang berseberangan dengan tertidurnya Larasati.
"Duitnya mana bos?" ucap Dornan seperti preman picisan.
Hans mengambil sekantung kresek hitam besar dan diberikan pada Dornan. "Itu jumlah yang saya janjikan. Jika ada jalan bagus dari istrimu, saya akan berikan lebih. Tapi kalau tidak ada perubahan, saya akan cari kamu dan menuntut kamu sampai ke jeruji besi karena menipu saya."
"Aduh, Pak Hans. Saya nggak nipu. Pokoknya nanti kalo beneran dapet apa yang Bapak mau, jangan lupa janji Bapak, oke? Sekarang silakan pergi, Pak. Takut ada tetangga yang bangun. Makasih, ya, Pak!"
Dornan membiarkan mobil Hans dan orang-orangnya pergi. Membuatnya menciumi kresek hitam itu dengan nafsu.
"Duit, bos! Hahaha. Main lagi lah gua!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top