TUJUH BELAS
Dulu, meski kesakitan setengah mati, Renae tetap meninggalkan tempat tidur di pagi hari dan beraktivitas seperti biasa. La Papeterie tetap buka walau Renae harus berdiri di sana sambil menahan mual, pusing dan nyeri. Bahkan Renae tetap bisa memasang senyum terbaiknya ketika harus menemani Jeff menghadiri makan malam bersama salah satu politisi atau pengusaha kaya—beserta istrinya. Semua demi membuktikan Renae bukan wanita yang lemah. Demi menunjukkan kepada semua orang bahwa Renae baik-baik saja.
Mungkin benar kata Alesha. Bisa jadi bukan mestruasi yang membuat Renae sakit setiap bulan. Tetapi stres dan beban pikiranlah yang lebih banyak berperan.
"Jangan terlalu keras kepada dirimu sendiri, Renae." Halmar mengangkat tubuh Renae, mendudukkan Renae di pangkuannya, lalu memeluk Renae erat-erat ketika Renae semakin terisak. "Tubuhmu bekerja setiap hari. Sakit atau lelah adalah cara yang dipakai tubuh kita untuk memberi tahu kita, ini sudah waktunya kita istirahat. Kita harus mendengarkan peringatan tersebut dan menuruti."
"Wanita itu membingungkan, kan? Kami bisa menangis seperti anak-anak begini, lalu satu jam kemudian kami tertawa tanpa alasan yang jelas." Pernah Jeff mengatakan ini dulu.
Sebelah tangan Halmar membelai rambut Renae dan tangan satunya mengusap lengan Renae. "Laki-laki juga seperti itu. Tapi kami ... kurang beruntung. Kami juga perlu menangis. Tapi kami nggak bisa. Dibatasi standar masyarakat. Laki-laki yang menangis dibilang nggak jantan. Atau katanya laki-laki nggak boleh cengeng.
"Itu pemikiran bodoh. Mau wanita, mau laki-laki, kan semua lahir dilengkapi kelenjar air mata. Kenapa nggak boleh menangis? Ada alasan Tuhan menciptakan air mata. Apa kamu tahu di antara semua makhluk hidup yang punya mata, cuma manusia yang bisa menangis?"
Renae menggeleng dan menyusut air matanya.
"Sapi punya air mata, tapi mereka nggak bisa menangis. Air mata sapi cuma bisa dipakai untuk menjaga kelopak dan bola mata supaya nggak kering. Sedangkan air mata manusia, selain membasahi bola mata, juga bisa membunuh sembilan puluh lima persen bakteri yang masuk ke mata. Tapi ada lagi fungsi air mata yang nggak lebih penting. Kamu tahu apa?"
Renae menggeleng lagi.
"Helping a person feel better, both physically and psychologically. Ada kelainan pada mata yang menyebabkan seseorang nggak bisa menangis. Mereka harus terapi, harus berobat. Nggak bisa menangis membuat kita sulit berdamai dengan situasi sulit. Sebab saat menangis, hormon-hormon yang timbul akibat stres dibuang bersama air mata.
"Kamu sadar kan, perasaan kita menjadi ringan setelah menangis? Ya memang masalah nggak selesai, tapi suasana hati menjadi lebih baik. Makanya, kalau mau menangis, menangislah. Nggak usah ditahan. Menahan tangis membahayakan kesehatan. Level stres akan naik lalu memengaruhi kinerja jantung, tekanan darah, produksi asam lambung dan lain-lain."
"Nerd!" Renae tertawa keras di antara derai air matanya. Laki-laki mana yang menghibur wanita yang sedang bersedih dengan menjelaskan fungsi air mata dari segi sains seperti itu? Tetapi penjelasan scientific itu lebih baik, jauh lebih baik daripada segala kalimat penghiburan yang pernah diterima Renae dari suaminya dulu. Kalau Jeff pernah menghiburnya.
"My life goal is making nerdism sexy. Apa cita-cita yang kamu tulis di buku angkatan waktu kamu lulus SMA?"
"Aku nggak ingat. Punyamu?"
"Itu tadi. Aku tulis making nerdism sexy."
"Bohong banget."
"Bukunya masih ada, nanti kutunjukkan."
"Oh, yeah, well, you are ... um ... sexily nerdy. I guess." Renae kembali terbahak. Astaga. Hari ini sudah berapa kali Halmar membuatnya tertawa?
Bagaimana mungkin ada laki-laki sesempurna Halmar di dunia ini? Baik, sabar, dan pengertian. Dan laki-laki sempurna ini mengaku menyukai Renae? Ingin menikhah dengan Renae? Benar-benar sulit dipercaya. Apa yang menyebabkan Halmar, yang bisa mendapatkan wanita paling sempurna di dunia, menjatuhkan pilihan pada Renae?
Tetapi hari ini Renae tidak ingin menganalisis apa motif Halmar sebenarnya. Lebih baik Renae menghirup aroma tubuh Halmar yang membuat hormon lain di tubuh Renae aktif. Wanginya sangat lelaki sekali. Seksi. Kalau Renae tidak sedang datang bulan ... uhh, Renae menggelengkan kepala. Kenapa pikiran Renae bergerak ke arah yang tidak seharusnya.
Jemari Renae bergerak di sisi kanan tubuh Halmar. Otot-otot di bahu dan lengan Halmar keras dan kuat, seolah bisa melindungi Renae dari semua rasa sakit di dunia. Namun pada saat bersamaan juga menunjukkan kelembutan, untuk merawat luka yang masih juga berhasil menjangkau Renae. Tubuh besar Halmar melingkupi Renae, seperti selimut tebal yang hangat. Telapak tangan Halmar lebar dan tidak henti membelai punggung Renae sedari tadi, memberikan rasa nyaman. Membuat Renae tidak ingin beranjak dari sini.
Hari ini bukan obat yang membuat Renae tidak lagi merasakan sakit. Tetapi perhatian Halmar. Dengan lembut namun kuat, Halmar memijit tengkuk Renae. Laki-laki seperti Halmar semestinya hanya hidup di dalam angan-angan setiap wanita. Terlalu sulit untuk ditemukan di dunia nyata. Strong and masculine, but infinitely tender. Halmar akan selalu memuja dan membahagiakan wanita yang dicintainya. Ketika Halmar menikah suatu hari nanti, dia akan menjadi suami dan kekasih yang baik. Sangat baik. Semua wanita di dunia akan berlomba untuk mendapatkan Halmar. Para wanita yang sempurna.
Memikirkan ini membuat Renae mengerang putus asa. Ya Tuhan. Lihatlah Renae sekarang. Merasa tidak rela membayangkan Halmar bersama wanita lain selain dirinya. Yang lebih menggelikan, setelah Renae meminta Halmar untuk menjaga jarak di antara mereka, kini mereka berpelukan erat sekali. Tidak ada sela sama sekali di antara tubuh mereka. Renae duduk di atas kedua paha Halmar. Dada Renae yang lembut menempel pada bagian depan dada Halmar yang padat. Dua orang teman tidak mungkin melakukan ini.
Mendengar erangan Renae, Halmar mengeratkan pelukan. Tubuh Renae kian merapat pada tubuh Halmar. Halmar meletakkan pipinya di puncak kepala Renae. Embusan napasnya meniup-niup helaian rambut di kepala Renae. Nanti. Nanti kalau sudah sehat kembali, Renae baru akan menentukan batasan-batasan—apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan—dalam pertemanannya dengan Halmar. Sekarang, untuk sesaat saja, Renae ingin menikmati perhatian dari Halmar. Khusus untuk dirinya. Apa pun konsekuensinya, nanti saja dipikirkan.
***
"Mmmm...." Renae mengerang sambil menarik-narik kausnya begitu Halmar menurunkan Renae di kasur. "Panas ... lepas...."
"Terus aku harus melepas kaus dan celanamu kalau kamu kepanasan?" gerutu Halmar sambil mengambil remote AC di meja. Menggendong Renae ke kamar dan membaringkan Renae saja sudah membuat pertahanan diri Halmar melemah. Kalau tidak ingat mereka tidak punya hubungan apa-apa, Halmar sudah naik ke atas tempat tidur sekarang. Melucuti seluruh pakaiannya dan pakaian Renae, lalu mentransfer panas dari tubuh Renae ke tubuhnya. Skin to skin. Supaya badan Renae cepat sejuk kembali.
Setelah ruangan cukup dingin, Halmar pergi ke dapur dengan bangga. Karena berhasil mengalahkan keinginan untuk bergelung bersama Renae di tempat tidur. Berhasil menahan tangannya tetap di tempat, tidak membuka kaus Renae—yang sudah tersingkap dan memperlihatkan perutnya yang mulus dan rata—dan meneliti seluruh lekuk tubuh Renae dengan ujung jarinya.
Di dapur, Halmar memasang sarung tangan plastik di tangan kanan. Kemudian memeras sebuah jeruk lemon. Selanjutnya Halmar memarut jahe dan kunyit, hingga menghasilkan masing-masing satu sendok makan jahe dan kunyit parut. Ke dalam sebuah panci Halmar menuang tiga gelas air putih matang kemudian mencampur semua bahan. Tidak lupa ditambahkan sejumput cabai bubuk. Dengan api sedang Halmar memanaskan jamu tersebut. Dulu ibu Halmar rutin membuat minuman seperti ini. Setidaknya sebulan sekali. Sesekali Halmar, sewaktu kecil, mencicipi dan menyatakan rasanya tidak seenak soda.
Setelah cairan bergelombang—tidak sampai menggelegak—Halmar menyaringnya dan menampung di dalam sebuah teko bening. Kalau menurut Renae terlalu pekat rasa kunyitnya, Renae bisa menambahkan air panas nanti. Tidak lupa Halmar menyiapkan gula cair. Siapa tahu lidah Renae terasa pahit dan ingin minum yang manis-manis. Tadi Halmar sempat membuka-buka lemari di dapur kecil Renae. Menandai di mana letak peralatan masak. Kalau Renae tidak malas seperti Alesha, dia pasti punya—paling tidak—lebih dari satu panci.
"Halmar!" teriak Renae dari pintu dapur. "Kamu masuk kamarku!"
Kedua mata Renae belum terbuka sepenuhnya. Masih ada sisa kantuk dalam suara Renae. Bekas bantal tercetak di salah satu pipinya. Halmar bersumpah tidak akan membiarkan ada laki-laki selain dirinya yang bisa melihat wajah Renae—wajah sensual apa adanya—sehabis bangun tidur. Atau saat tidur.
"Karena kamu ketiduran dan nggak bisa jalan sendiri ke kamar." Halmar mengeluarkan empat buah cinnamon roll dari microwave dan menyajikan di meja dapur. Saat Renae tidur tadi, Halmar membeli kue dari bakery Edna lewat layanan pesan antar. Untungnya dapur Renae sudah modern, jadi kue tersebut bisa dinikmati dalam keadaan hangat.
"Sebelum kamu datang, aku tidur di sofa! Seharusnya kamu biarkan aku tidur di sofa! Kamu lancang dua kali hari ini! Aku nggak akan memaafkanmu!"
"Di ruang depan nggak ada AC. Kamu kegerahan. Kupikir kamu nggak suka tidur pakai pakaian dalam saja saat aku ada di sini, jadi aku bawa kamu ke kamar."
"Aku suka!"
"Tahu begitu tadi aku lepas saja—"
"No! Aku tidur dan kamu pulang!" Renae melipat tangan di dada.
"Apa kamu mau cinnamon roll? Kata Alesha, kayu manis bisa mengurangi radang dan keram. Aku bikin cokelat panas juga."
"Telingamu tersumbat pasir, ya? Orang ngomong nggak pernah didengerin." Renae menggerutu, menarik kursi dan menjatuhkan dirinya. "Tunggu dulu! Alesha kamu bilang?! Lancang banget kamu konsultasi masalah kesehatanku sama Alesha! Alesha juga, seharusnya dia nggak mendiskusikan penyakitku denganmu!"
***
Kamu ada buku angkatan gitu nggak pas SMA? Kalau ada, motto hidup atau cita-cita yang kamu tulis di sana apa? Zamanku dulu pakai tema, tiap kelas dapat tugas pakai baju dominan warna apa. Misalnya merah. Terus tiap kelas dijadwal kapan difoto dan di mana. Misalnya di RTH dekat sekolah atau di mana. Terus nanti ada foto bareng, ada berkelompok, ada sendiri. Ditulis biodata, termasuk cita-cita dan motto.
Cerita Alesha bisa dibaca dalam buku A Wedding Come True ya(ada e-book di Gramedia Digital). 1/3 cerita tersedia di wattpad dengan judul sama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top