TUJUH
Hai, teman-teman. Gimana kabarnya hari ini? Terima kasih sudah membaca cerita Halmar dan Renae. Semoga cerita ini membawa kebahagiaan dan memberi manfaat :-) Jangan lupa tinggalkan komentar untukku ya. Dan kasih bintang buat Renae dan Halmar.
Love, Vihara(IG/Twitter/FB/TikTok ikavihara, WhatsApp 0895603879876)
***
Pukul empat sore. Renae memeriksa jam di sudut layar komputer. Seharian Renae bekerja di toko, membantu pembeli dan merangkap menjadi kasir. Rima, karyawan yang semestinya bertugas, tidak bisa datang karena harus ke kampus sejak pagi. Sengaja Renae merekrut anak-anak muda seperti Rima dan Sari, yang memiliki keinginan kuat melanjutkan pendidikan, meskipun orangtua mereka kurang mampu. Rima dan Sari mendapat beasiswa untuk anak-anak keluarga miskin. SPP dan sedikit biaya hidup ditanggung negara. Tetapi mereka tetap perlu tambahan uang untuk membeli laptop atau mencicil sepeda motor bekas.
"Selamat sore, Mbak." Sari masuk dan menyapa Renae dengan riang.
Karena Sari sudah datang, Renae bisa segera naik ke lantai dua. Mengerjakan desain produk atau membalasi e-mail. "Sore. Gimana presentasinya hari ini?"
"Ya begitulah, Mbak, kalau kelompok, kan, ada aja yang nggak menguasai." Setelah menyimpan tas, Sari memasang papan nama di dadanya. "Halo, Mas. Mau belanja atau main aja, nih?" sapa Sari saat lonceng kecil di atas pintu La Papeterie berbunyi.
Tawa Halmar memenuhi seisi toko. Halmar datang lagi setelah beberapa hari tidak menghubungi Renae. Meskipun benci mengakui Halmar benar, tapi memang tidak bertemu atau mendengar kabar dari Halmar membuat Renae merasa hidupnya tidak lengkap. Renae merindukan Halmar. Tidak ada gunanya meminta Halmar enyah dari hidup Renae. Ada atau tidak ada Halmar di sini, Renae tetap tidak fokus bekerja karena terus memikirkan laki-laki itu. Terus berkhayal suatu saat nanti mereka bisa bersama tanpa ada hambatan apa-apa.
Renae mengembuskan napas keras. Bagaimana dia bisa ceroboh begini? Membiarkan dirinya terlalu dekat dengan Halmar. Hingga susah mengusir Halmar dari benaknya. Saat tidur Renae memimpikannya. Ketika terjaga pun tidak bisa berhenti memikirkannya.
"Kalian berdua kesal padaku karena aku sering ke sini dan nggak beli apa-apa?" Halmar membuka ritsleting jaket kulit yang dikenakannya.
Seperti biasa, setiap kali Halmar muncul di depannya, Renae ingin tahu tulisan apa yang tertera di kaus yang dipakai Halmar.
Science/noun/doing shit in lab that would be felony in your own house.
Pilihan Halmar selama di Indonesia, Renae menandai, selalu jeans dan kaus-kaus dengan tulisan yang mencerminkan siapa dirinya. Kebanggaannya menjadi seorang ilmuwan. Dengan memakai kaus-kaus seperti itu Halmar menunjukkan kepada siapa saja—anak-anak muda terutama—bahwa sains itu menyenangkan. Satu hal itu saja sudah membuat Halmar berbeda dengan laki-laki kebanyakan. Selain itu, Halmar tahu bagaimana cara menunjukkan kecerdasan tanpa membuat orang lain terintimidasi. He is a man whose brain is so sexy so that his body and face are just window dressing. Meskipun tak akan ada satu orang pun yang berani menyebut penampilan Halmar tak menarik perhatian.
Tampil santai dan sederhana seperti itu saja Halmar sudah berhasil membuat Renae ingin memandanginya dari pagi hingga malam. Bagaimana kalau Halmar mengenakan setelan terbaik karya desainer kelas dunia? Seperti di banyak foto-foto Halmar yang bertebaran di internet. Saat Halmar menerima penghargaan, menghadiri pemutaran perdana film yang dibuat berdasarkan perjalanan hidup seorang primatologist wanita, dan menggalang dana pendidikan untuk anak-anak korban peperangan.
Hampir-hampir Renae mendesah karena membayangkan dirinya mendampingi Halmar lalu sesampainya di hotel, Halmar melucuti satu per satu pakaiannya, sedangkan Renae duduk menikmati pertunjukan itu ... Renae menggelengkan kepala. Bagaimana bisa saat hari masih terang benderang, di dalam tokonya yang tidak sepi sejak tadi, Renae menginginkan Halmar telanjang? Tetapi dada Halmar yang membayang di balik kaus tipis memang menggiurkan.
Saking kangennya dengan Halmar, tadi malam Renae menonton video di channel InkLive demi bisa melihat sosok Halmar yang lain di sana. Halmar sebagai seorang ilmuwan dan science communicator. Namun di dalam video tersebut Halmar hampir selalu mengenakan jas dan dasi, bukan kaus-kaus dengan tulisan lucu.
Mungkin para wanita di luar sana, yang juga menonton, lebih banyak fokus memperhatikan paras dan postur Halmar, yang nyaris tanpa cela, kalau diperhatikan dari jauh. Ketika diamati betul-betul, Halmar punya bekas luka yang hampir memudar di bagian atas dahinya. Tetapi Renae tidak. Renae lebih mengagumi bagaimana Halmar dengan penuh rasa percaya diri menguasai para pendengarnya.
"Siapa saja boleh ke sini untuk melihat-lihat." Renae memperbaiki posisi rak kartu pos. Tadi ada serombongan turis yang membeli kartu pos buatan Renae. Hampir semua stok habis dibeli. Berbagai macam landmark kota ini dibuat sketsanya oleh Renae. Juga makanan khas, kesenian tradisional, dan kamus sederhana bahasa daerah.
"Tapi hari ini aku memang mau pesan sesuatu. Bisa kita bicara di atas, Re?"
Renae mengangguk dan mendahului Halmar menaiki tangga. Lantai dua ruko difungsikan sebagai kantor dan ruang workshop. Sering Renae mengadakan workshop membuat kartu atau kerajinan tangan lain di sini. Terbuka untuk umum. Setelah menyilakan Halmar duduk di depan meja lebar di tengah ruangan, Renae mengambilkan Halmar minum.
"Kamu ... rapi sekali hari ini." Apa kamu mau kencan? Renae ingin menambahkan, tapi menahan diri supaya mulutnya tidak menyuarakan. Rambut Halmar sudah dipotong dan wajahnya bersih tanpa ada tanda-tanda rambut hendak tumbuh di sana.
"Besok aku harus ke rumah Alesha. Kalau dia melihatku berantakan, dia akan ceramah panjang dan lama." Halmar mendengus tidak suka. "Kadang-kadang dia lupa berapa umurku. Dia menganggapku sepantaran dengan anaknya."
"Ini pertama kali kamu ketemu Alesha? Sejak datang ke Indonesia?" Renae duduk di seberang Halmar.
Halmar menyeringai lebar. "Ya nggaklah. Memangnya bisa kita seratus persen bebas dari Alesha? Tapi aku menghindarinya. She likes mothering me. Semoga saja dia dan Elmar cepat punya bayi, jadi dia punya kesibukan selain mencampuri urusanku."
"Bukannya kamu pernah berharap menikah dengannya?"
"Dan Alesha nggak sudi menikah denganku." Halmar tergelak.
Ibu Halmar sangat ingin memiliki Alesha sebagai menantunya, dan Elmar, yang dijodohkan dengan Alesha, menolak pada awalnya. Halmar menyatakan diri bersedia menikah dengan Alesha. Menurut Halmar, tidak ada syarat siapa yang harus menjadi suami Alesha, asalkan Alesha menjadi menantu ibunya, berarti impian ibunya tercapai. Tetapi Alesha tidak mau menikah dengan Halmar.
"Jadi ... apa yang kamu perlukan?" Renae meraih pulpen dari mug keramik di tengah meja dan memutar-mutar pulpen tersebut dengan tangannya.
"Kalau aku memesan seratus lima puluh buah personalized diary, apa bisa selesai akhir Januari? Aku ingin memberikan kepada semua pegawai di kantor pusat. Selama ini kami pakai notebook bergambar logo perusahaan yang besar sekali. Aku kurang suka. Aku ingin sesuatu yang elegan seperti yang kamu buat. Nggak akan memalukan juga kalau dibawa meeting ke luar kantor."
"Normalnya perlu sepuluh hari kerja. Aku ambil contoh dulu." Renae masuk ke ruang kantornya. Sesaat kemudian Renae kembali membawa beberapa macam diary. "Bahan sampul yang kusediakan seperti ini. Hardback, kain, atau softcover. Nanti kita bisa tuliskan nama perusahaanmu di sampul depan, sesuai dengan font yang kamu pakai untuk menulis logo perusahaanmu."
Sembari memberi kesempatan Halmar untuk meneliti contoh-contoh tersebut, Renae melanjutkan,"Bahannya kualitas premium dari muka sampai belakang. Isinya annual plan, monthly plans, weekly layouts, notes sections, dan beberapa macam lagi. Aku menggunakan kertas ivory yang bagus, nggak tembus dan nggak bikin sakit mata. Kalau pakai ini, nggak akan ada lagi orang yang kelewatan appointment atau event."
"Sebelum ke sini aku sudah melihat-lihat website-mu. Kurasa ini cocok untuk kebutuhan kami. Dari segi kualitas dan kegunaan. Aku akan mengirim link kepada orang yang mengurusi beginian di kantorku. Kalau aku sendiri yang memutuskan, aku akan memilih warna abu-abu ini. Uniseks. Bisa dipakai pegawai laki-laki atau wanita."
"Kantormu? Yang di Eropa?" Bibir Renae membulat tidak percaya. "Produkku akan go international? Wow!"
"Produkmu sudah go international, Renae. Kamu melayani pengiriman ke luar negeri, kan? Kalau kamu buka toko di London, tokomu akan menjadi tujuan wisata. Di sana orang menyukai segala sesuatu yang classy dan nggak ada yang menyamai."
"Sayangnya aku nggak punya uang buat buka toko di sana." Renae tertawa.
"Aku bisa memberi pinjaman modal. Investasi. Atau kita menjadi partner?"
"Sekarang aku belum siap."
"Bagaimana kalau kita makan malam, untuk merayakan kesepakatan bisnis kita?"
"Makan malam?" Tanpa sadar Renae membeo.
"Makan yang dilakukan pada malam hari, biasanya setelah orang pulang kerja dan sebelum mereka tidur. Belum pernah?"
"Sekali atau dua kali." Raut wajah Renae semakin serius. "Halmar, menurutku kita berdua terlalu dekat. Setelah Maika dan ibumu meninggal, kita memang memerlukan satu sama lain untuk ... saling mengerti, menghibur, menguatkan. Tapi, sekarang, kita perlu fokus pada ... diri sendiri." Dengan penuh penyesalan Renae terpaksa mengerem laju hubungan mereka.
***
Baca kisah Alesha dan Elmar dalam A Wedding Come True
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top