SEMBILAN

Jangan lupa tinggalkan komentar untukku dan bintan untuk Halmar dan Renae :-) Semoga kamu menemukan manfaat dari ceritaku, yang kali ini menggabungkan 3 unsuru penting dalam hidup tiap manusia: keluarga, sahabat dan cinta.

***

Alesha mendorong dada Halmar sambil tergelak. "Isla, bilang apa sama Om Halmar?"

"Makasih, Om. Isla suka. Suka. Suka. Suka." Kaisla menari berputar, mendekati Halmar dan mencium tangan Halmar. "Tapi Isla mau uang."

"Uang? Buat apa?" Halmar mengikuti semua orang, berjalan menuju ruang makan.

Di sana Alesha meletakkan vas berisi air dan memajang bunga mawarnya di tengah meja makan. Melihat itu, Kaisla bersikeras bunga mataharinya juga harus mendapatkan tempat di sana. Tidak peduli kalau pot bunganya berisi tanah.

"Beli buku!" jawab Kaisla setelah duduk di kursi tingginya. "Buku bunga matahari."

"Nanti kita beli buku sama-sama, mau?" Memang hubungan Halmar dengan Elmar—apalagi almarhum istri Elmar—tidak begitu erat, tapi Halmar menyayangi keponakannya. Lagi pula, tidak akan ada orang dewasa yang tidak meleleh hatinya kalau sudah dihadapkan pada dua lesung pipi Kaisla yang muncul setiap kali Kaisla tersenyum lebar.

"Pasketi!" Kaisla bersorak riang begitu tahu apa yang tersaji di meja makan.

Menu Indonesia berdampingan dengan menu Swedia. Bistik Indonesia, makanan favorit Halmar, ada di sana. Juga makanan kesukaan ayah Halmar, köttbullar* dan janssons frestelse**. Ada ayam goreng kelapa dan urap untuk Elmar. Kaisla tentu saja akan makan spageti—pasketi, kalau kata Kaisla—dengan köttbullar. Sedangkan Alesha—seperti semua ibu di dunia—akan menghabiskan apa saja yang tidak dimakan oleh Kaisla.

Jackson, kucing gendut milik Alesha, berbaring di atas kulkas mengawasi mereka semua.

"Mama-aa-aa!" Kaisla protes ketika Alesha memasang oto di lehernya. "Nggak mau! Isla sudah besar!"

"Nanti bajunya yang cantik kotor kena saus, Sayang. Isla ingat bajunya hadiah dari siapa?" Setelah Kaisla menjawab, Alesha melanjutkan. "Kalau nggak dijaga, nggak disayang, kotor, nanti Mumma sedih. Tadi Mama bilang jangan pakai baju putih, tapi Isla mau baju ini."

"Om Halmar juga pakai nih, Isla." Halmar mengikat serbet putih di lehernya.

"Itu bukan oto!" Kaisla terkikik melihat tingkah konyol pamannya.

Elmar masuk ke ruang makan dan menyapa mereka semua, walaupun tatapan matanya langsung jatuh kepada istrinya. Dan dibalas Alesha dengan pandangan penuh cinta, seperti Elmar adalah laki-laki paling hebat yang pernah lahir ke dunia ini. Siapa pun laki-laki yang ditatap istrinya seperti itu, pasti rela memetik bulan atau menguras lautan, kalau dengan begitu bisa membuat sang istri semakin mencintainya.

Setiap kali melihat betapa sempurnanya hidup Elmar, Halmar menyimpulkan pernikahan pasti sangat menyenangkan. Bisa memiliki pasangan hidup yang berdiri di sampingnya dalam kondisi lebih atau kurang dan sedih atau senang, pulang bekerja disambut dengan senyuman, dan tidak perlu lagi susah mencari teman menghabiskan akhir pekan.

Membicarakan pernikahan, Halmar penasaran apakah Renae memiliki semua itu pada pernikahan sebelumnya. Jika menikah lagi suatu hari nanti, apa yang diharapkan Renae dari suami barunya, yang tidak dia dapatkan dari mantan suaminya? Bisakah nanti Halmar—jika menikah dengan Renae—memenuhinya?

Kalau saja saat ini Halmar memiliki apa yang dipunyai Elmar—istri yang mencintainya dan seorang anak yang menambah warna hidupnya—mungkin Halmar tidak akan semenderita ini menghadapi duka dan kesedihan karena kehilangan ibu. Ada pasangan yang menguatkan dan menggenggam tangannya. Ada anak yang cukup menjadi alasan untuk bangun di pagi hari dan pergi bekerja.

The grass is always greener on the other side. Urip iki mung sawang sinawang, kalau kata ibu Halmar. Kita selalu memandang hidup—atau apa yang dipunyai—orang lain lebih baik daripada milik kita. Lebih baik bersyukur. Karena di luar sana mungkin saja ada orang yang berharap bisa berada di posisi kita. Berapa banyak anak muda yang bermimpi ingin menjadi CEO sebuah perusahaan bioteknologi yang kini menjadi perbincangan di berbagai tempat di seluruh dunia?

"Ah, sebelum makan, Alesha dan aku mau menyampaikan kabar baik." Elmar menunda memimpin doa dan ungkapan syukur. "Kaisla mau punya adik."

"Adik?!" Kaisla berseru. "Seperti Rafka?" Lalu menyebutkan nama sepupunya.

"Kita belum tahu apa adiknya laki-laki atau perempuan, Sayang." Alesha memang bicara kepada Kaisla, tapi tatapan matanya tertuju ke arah Elmar, yang juga sedang memandangnya. Mereka berdua seperti bisa berkomunikasi, saling memahami, walaupun tanpa suara.

"Mau perempuan atau laki-laki, untuk Opa sama-sama berharga." Ayah Halmar menyeka sudut matanya. "Kalau ibu kalian masih di sini pasti ibu kalian bahagia. Dia sering bilang ingin punya cucu dari Alesha dan Elmar."

Keinginan terbesar ibu Halmar semenjak dulu hanya satu. Bukan menyaksikan Halmar mendirikan perusahaan atau mendapat penghargaan. Namun melihat Elmar menikah dengan Alesha. Sampai hari ini Halmar masih ingat raut wajah bahagia ibunya begitu Elmar dan Alesha resmi menjadi suami istri.

Ekspresi yang sama tidak muncul saat Halmar mendapat penghargaan bergengsi, Young Entrepreneur of The Year, di Swedia, pada tahun pertama InkLive berdiri. Atau ketika Halmar menghadiahkan tiket kapal pesiar supermewah kepada kedua orangtuanya, menggunakan gaji pertama Halmar dari InkLive. Ibunya memang memujinya, menyemangatinya, mengatakan beliau sangat bangga melihat Halmar meraih prestasi tinggi pada usia muda. Tetapi raut bahagia dan berseri di wajah ibu Halmar pada hari pernikahan Elmar dengan Alesha, tidak bisa ditandingi.

Halmar tidak akan bisa melihat wajah bahagia ibunya saat Halmar mengikat janji dengan wanita yang disetujui ibunya. Memikirkan kenyataan ini membuat nafsu makan Halmar hilang.

Kalau dibandingkan Halmar, sebenarnya prestasi Elmar tidak seberapa. Selain menang-menang lomba lari dulu saat sekolah, Elmar hanya pernah membuat satu kejutan dengan kembali ke kampus untuk kuliah Structural Engineering. Pada waktu itu Halmar bersiap melihat kakaknya terkenal dan memperoleh banyak penghargaan karena membangun gedung paling canggih sedunia, tahan gempa, tidak rubuh diterjang badai dan sebagainya.

Tetapi tidak. Elmar justru pulang ke Indonesia, membawa serta pacarnya yang sedang hamil. Kemudian Elmar menikah dan fokus mengurus keluarga. Kuliahnya tidak selesai. Elmar tidak sempat mengukir prestasi. Yang membuat Halmar tidak habis pikir, bukannya kecewa, saat anak Elmar lahir, kedua orangtua Halmar malah berbahagia. Mereka mengadakan syukuran besar, sangat besar, untuk kelahiran cucu pertama. Sebuah perayaan yang tidak pernah diadakan untuk salah satu pencapain Halmar.

Padahal, dulu, berkali-kali ibunya menekankan kepada ketiga anak laki-lakinya, bahwa di mata ibunya membuat seorang wanita hamil tanpa menikah dengannya lebih dulu termasuk salah satu kesalahan yang tak termaafkan. Kalau belum berencana berkeluarga, harus berhati-hati. Begitu nasihat ibunya.

Walaupun, kalau dipikir-pikir, sulit dipercaya Elmar—yang sangat menghormati wanita—bisa melakukan perbuatan seperti itu. Lebih-lebih Elmar pacaran dan mencintai Alesha saat itu. Meninggalkan Alesha dan memiliki anak dengan wanita lain? Sangat bukan Elmar sekali. Sampai sekarang Halmar tidak mendapatkan jawaban atas kejanggalan tersebut.

Setelah kelahiran Kaisla, yang menggemaskan dan membuat semua orang jatuh cinta, Elmar semakin dipuja oleh orangtua mereka. Tidak cukup sampai di situ, agar Elmar—yang tidak punya pekerjaan saat menikah—bisa menghidupi keluarganya, ayah Halmar rela pensiun dan menyerahkan kendali perusahaan mebel modern yang dia dirikan kepada Elmar.

Pujian dari orangtua mereka untuk Elmar semakin mengalir ketika Elmar membuat banyak terobosan di perusahaan dan sukses besar. Benar yang dikatakan ayah Halmar. Seandainya sekarang ibu mereka masih hidup, pasti beliau bahagia bukan kepalang. Melihat Elmar dan Alesha bahagia, saling mencintai, dan sedang menanti buah cinta.

Di tengah rasa sakit, sebelum meninggal, ibunya memikirkan kebahagiaan Elmar. Memastikan Elmar menikah dengan wanita terbaik. Sedangkan Halmar dan Lamar? Ketika tiba waktunya memilih calon istri, mereka sudah tidak punya ibu yang akan membimbing mereka menemukan wanita yang baik dan tangguh. Wanita seperti Alesha.

Halmar tidak banyak bicara selama makan malam. Percakapan didominasi oleh Elmar dan ayah mereka, yang mendiskusikan nama anak, produk baru yang disiapkan Elmar karena mendapat ide bagus begitu mengetahui Alesha hamil, dan banyak lagi. Sementara itu dengan sabar Alesha menjawab pertanyaan-pertanyaan Kaisla mengenai calon adik barunya.

"Halmar, aku mau bicara sama kamu. Di ruang baca. Biarkan saja piringmu di situ. Nanti Elmar dan Kaisla akan membereskan," pinta Alesha sebelum meninggalkan dapur.

Mengabaikan permintaan Alesha, Halmar tetap mencuci piring bekas makannya. Karena Halmar tidak nyaman membiarkan piring tersebut dicuci kakaknya. Setelah mengelap tangan, Halmar menyusul Alesha ke ruang baca. Di sana Alesha berdiri menghadap halaman belakang.

"Hei," sapa Halmar ketika berjalan mendekat.

"Kamu masih marah sama Elmar." Alesha bukan bertanya, tapi menuduh.

"Kenapa aku harus marah sama Elmar?" Bagaimana Alesha tahu? Memang Halmar kesal dan kecewa kepada kakaknya, tapi dia tidak pernah menunjukkan kepada siapa pun.

"Karena Elmar seperti nggak bersedih saat ibu kalian meninggal? Belum setahun ibu kalian meninggal, aku dan Elmar sudah pergi berbulan madu? Bersenang-senang?" Kali ini Alesha memutar badan dan berdiri menghadap Halmar.

"Hubunganku dengan Elmar baik-baik saja. Kami nggak bermusuhan atau apa."

"Tapi kalian nggak akrab. Kamu juga menyalahkan Elmar atas kematian Mama."

"Ah, jadi Elmar mengadu padamu karena aku meneriakinya waktu itu? Kenapa bukan dia sendiri yang bicara padaku dan menyelesaikan masalah di antara kami, kalau menurutnya memang ada? Kenapa dia sembunyi di balik ketiak istrinya?"

Saat Elmar mengabari bahwa ibu mereka tengah sakit, Halmar marah sekali kepada kakaknya. Elmar hidup satu kota dengan ibu mereka, tapi kenapa Elmar tidak perhatian dan membaca perubahan pada kesehatan ibu mereka lebih cepat. Kalau Elmar melakukannya, tidak mementingkan diri sendiri saja, pasti ibu mereka bisa diselamatkan.

Halmar kembali menyalahkan Elmar karena menurut saja ketika ibu mereka meminta dirawat di sini. Tidak dibawa ke negara lain yang lebih maju. Koneksi Halmar banyak. Orang-orang yang membeli bioprinter darinya pasti mau menyediakan tempat dan perawatan terbaik di rumah sakit di negara mana pun untuk ibu mereka. Namun Elmar tak mau mendengar, justru meminta adik-adiknya untuk menghormati keinginan ibu mereka.

Seandainya saja Elmar berusaha lebih keras membujuk ibu mereka, pasti ibu mereka memiliki kesempatan untuk bertemu dokter yang lebih hebat dan mendapatkan pengobatan terbaik. Mungkin sekarang ibu mereka masih ada di sini.

Kenapa harus Elmar yang bicara kepada ibu mereka? Kenapa bukan Halmar sendiri yang menemui ibunya dan menyampaikan niatnya? Halmar sudah mencoba. Tetapi untuk setiap urusan penting, ibu mereka hanya mendengarkan Elmar. Tidak peduli berapa ratus kali Halmar bicara, ibu mereka tetap kukuh pada pendiriannya, selama didukung Elmar.

"Halmar...." Suara Alesha melembut. "Aku sudah pernah ... depresi, setelah kakak dan kakak iparku meninggal."

"Aku nggak depresi, Alesha," tukas Halmar. Apakah ada tanda-tanda depresi dalam diri Halmar, yang tidak disadari oleh Halmar tapi bisa dibaca oleh ahli kejiwaan seperti Alesha?

***


*Swedish meatballs atau bola-bola daging.


**Swedish casserole. Terbuat dari kentang, bawang, acar, remah roti, dan krim.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top