DUA PULUH EMPAT
"Renae...." Halmar membisikkan nama Renae dengan sangat lembut. Jemari Halmar kini berada di pundak Renae. Ibu jari Halmar bergerak di sepanjang tulang selangka Renae.
Renae mengerti apa yang ingin disampaikan Halmar. Meski Renae terus meyakinkan Halmar bahwa Renae bukanlah wanita yang pantas untuk Halmar, Halmar ingin membuktikan sebaliknya. Mereka tepat ada untuk satu sama lain. Meyakinkan Halmar? Sebuah suara di kepala Renae menyahut. Benarkah begitu, Renae? Bukan kamu sedang menyakinkan dirimu sendiri? Karena kamu terlalu takut mengambil risiko? Kamu nggak ingin keluar dari zona nyaman?
Mengabaikan suara tersebut, Renae menarik dirinya menjauh. Berusaha membuat jarak di antara dirinya dan Halmar. Tembok perlindungan kembali berdiri di sekiling hati Renae, meski hanya bisa melindungi separuh saja. Tak apa. Renae akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan bagian hatinya yang masih tersisa. Meski dengan cara paling pengecut sekali pun. Deny before being denied. Leave before being left.
"Ceritamu tadi," Halmar bersuara lebih dulu setelah napasnya terkumpul kembali, "Aku ingin mendengar lanjutannya."
"Cerita tadi?" Ciuman Halmar membuat dunia Renae berputar, seperti dia baru saja menaiki roller coaster yang melaju dengan kecepatan penuh menuju puncak tertinggi, tapi tiba-tiba menukik turun lagi. "Oh, Jeff mengajakku kencan. Aku menerima. Kami saling mengenal lagi sebagai dua orang yang sudah dewasa. Semakin banyak kutemukan kualitas baik dalam diri Jeff. Yang membuatku yakin bahwa aku ingin menghabiskan hidupku bersamanya."
"Kualitas baik? Seperti apa?"
"Hmmm...." Renae berusaha mencari sisi baik Jeff yang membuatnya jatuh cinta. Kenapa sekarang alasan itu memudar bahkan hampir-hampir Renae tak bisa mengingatnya. "Kalau ditanya seperti itu aku bingung menjawabnya. Keseriusan Jeff dalam memegang komitmen. Aku tahu banyak yang menyukainya, tapi sejak awal kami pacaran, dia bilang padaku dia sudah menemukan seseorang yang tepat untuknya dan akan menjaga hubungan kami sampai aku siap menikah.
"Keluarga dan teman-temannya menyukaiku. Mungkin ini sedikit ... konyol, tapi aku senang setiap dia membanggakanku di depan keluarga dan teman-temannya. Dia menjalani pernikahan dengan sungguh-sungguh, mencintaiku seperti ini hari terakhirnya di dunia, tapi juga nggak berlebihan. Kalau sikap atau permintaanku nggak masuk akal, dia menolak. Ah, yang paling penting dia nggak bucin."
"Apa itu bucin?" Kening Halmar berkerut.
Renae menatap Halmar tidak percaya. "Kamu nggak tahu bucin? Kamu hidup di bawah batu apa di mana? Bucin itu budak cinta. Kamu tahu, orang yang mau melakukan apa saja untuk pasangannya disebut bucin. Misalnya pacarmu minta dibelikan HP yang harganya tiga kali gajimu. Kamu nggak mampu. Tapi demi dia, kamu ambil kredit untuk membeli HP yang dia minta. Nggak peduli kalau cicilannya bikin kamu nggak bisa makan."
"Itu bukan diperbudak cinta. Itu namanya tolol. Seharusnya cinta nggak menyusahkan salah satu pihak. Orang yang benar-benar mencintai pasti paham seperti apa kondisi pasangannya—termasuk keuangan—dan nggak akan menuntut sesuatu di luar kemampuan pasangannyaa. Bagaimana bisa ada orang yang bahagia dalam sebuah hubungan, saat pasangannya menderita?"
"Maybe being in love and being stupid is exactly the same?" Stupid yet satisfying. "Apa kamu tahu, orang-orang menganggap aku menikah sama Jeff karena dia kaya? Mereka pikir aku ingin kaya dengan cepat, tanpa kerja keras, jadi aku menikah sama Jeff. Mereka nggak tahu aku sudah menyukai Jeff sejak Jeff belum punya apa-apa, sejak umurnya masih ... sekitar dua belas tahun."
"Apa kamu menyukai pernikahan kalian?" Halmar menatap Renae sekilas, sebelum kembali memandang lurus ke depan.
"Nggak ada pernikahan yang sempurna. Pernikahanku dulu juga. Ada bagian yang kusukai, ada yang nggak. Aku menikmati banyak waktuku bersama Jeff. Di rumah maupun di luar rumah. Kami sering berbeda pendapat, tapi juga sering kami punya pandangan yang sama dalam banyak hal."
"Kalau kamu menyukai pernikahan kalian dan kamu mencintainya, kenapa berpisah? Aku tahu ada pernikahan yang berakhir setelah kehilangan anak. Tapi kurasa kamu ... dan laki-laki pilihanmu nggak akan masuk dalam kelompok itu."
"Meninggalnya Maika ... Jeff dan keluarganya menyalahkanku. Beda sama ibunya, Jeff memang nggak marah-marah padaku secara langsung. Tapi aku bisa membaca raut wajah dan bahasa tubuhnya. Lalu saat kukonfirmasi ... dia mengaku memerlukan orang untuk disalahkan. Untuk mengurangi rasa bersalah di hatinya."
"Fuck!" Halmar mengumpat, tidak peduli dia sedang bersama seorang wanita. Kalau ibunya atau Alesha tahu, mulut Halmar sudah dicuci saat ini juga. Bagaimana bisa laki-laki tak tahu diuntung itu menyalahkan istrinya, yang sudah bertaruh nyawa mengandung dan melahirkan anaknya, atas sesuatu yang berada jauh di luar kuasa manusia? "Kalau dia ada di sini sekarang, Renae, aku sudah membelah kepalanya. Dan kamu nggak akan bisa menghentikanku seperti yang kamu lakukan di tokomu dulu."
"Aku memang salah karena menghilangkan nyawa Maika—"
"Renae, kamu tidak salah. Jangan menyalahkan dirimu ha—"
"No, Halmar. Kamu minta aku cerita, sekarang aku ingin cerita tanpa diganggu. You see, aku nggak kuat terus-menerus disalah-salahkan oleh Jeff. Oleh orangtua Jeff. Aku nggak ingin semakin depresi, jadi aku minta cerai. Waktu itu, tanpa berpikir lama, atau ... berusaha mengubah keinginkanku, Jeff setuju. Baru setelah bercerai, Jeff bilang menyesal."
Di dalam hati, Halmar mengumpat berkali-kali. Kalau sampai bertemu mantan suami Renae sekali lagi, Halmar akan merontokkan semua giginya. "Semua laki-laki akan menyesal seumur hidup sudah melepaskan wanita sepertimu. Selamanya mereka akan merasa bodoh karena mengambil keputusan yang salah."
Selama beberapa saat tidak ada suara di antara mereka. Di panggung di ujung jalan, sedang ada pertunjukan tari tradisional Korea, kontribusi dari kantor konsulat jenderal Korea. Dari sini terlihat baju Hanbok berwarna merah muda yang dikenakan para penari dan kipas besar bewarna merah, meski wajah mereka tidak jelas.
"Gimana denganmu? Pernah punya pacar atau calon istri yang ... nggak disukai keluargamu?" Mumpung Halmar belum memberikan pertanyaan lanjutan, Renae mengubah topik. Akan adil kalau dia dan Halmar sama-sama menceritakan masa lalu mereka.
"Mereka nggak pernah ketemu sama keluargaku."
"Yang tuan putri itu juga? Siapa namanya? Duchess of....?" Masalah mantan pacar Halmar memilih laki-laki lain, Renae tidak ingin membahas.
"Princess Adrielle. Duchess of Gästrikland," jawab Halmar tanpa intonasi.
"Wow. Kalian kenal di mana? Gimana rasanya pacaran sama putri kerajaan?"
"Kenal di kampus. Dia kandidat doktor. Rasanya, ya, seperti pacaran biasa. Cuma, setiap hari masuk kolom gosip. Aku harus pandai-pandai melindungi kehidupan pribadi. Blog-blog atau akun-akun yang mengulas kehidupan royal couple, atau royal family, mengerikan kalau mencari konten. Mereka bahkan tahu berapa harga celana dalamku."
"Dari mana mereka tahu merek celana dalammu? Apa kamu pernah foto pakai celana dalam saja?" Oh, kalau foto itu ada di internet, Renae akan mengunduhnya, mencetaknya besar-besar dan menempelnya di dinding kamar.
"Nggak pernah."
Dalam hati Renae mendesah kecewa.
"Mereka punya cara untuk mencari tahu bagian paling pribadi dari seseorang. Aku pernah ke toko perhiasan, beli hadiah ulang tahun untuk Mama. Lima menit setelah aku keluar dari sana, foto-fotoku sudah menyebar. Media berspekulasi apa aku membeli cincin untuk melamar Adrielle. Pegawai toko yang diwawancarai nggak melindungiku, malah bilang aku meminta dia merahasiakan karena itu kejutan."
"Kamu nggak keberatan dengan itu semua keribetan itu karena mencintainya."
"Cinta selalu memerlukan pengorbanan. Aku nggak keberatan mengorbankan sedikit kebebasanku untuk bisa bersamanya."
"Jadi kamu mencintainya?"
"Aku hanya pacaran dengan wanita yang kucintai."
"Apa suatu hari nanti dia akan menjadi ratu?"
"Nggak. Adrielle anak ketiga, dua kakaknya punya anak. Jadi posisi Adrielle sekarang di urutan delapan. Jauh untuk duduk di takhta."
"Aku pernah lihat fotonya. Dia ... cantik banget. Dan kamu bilang ... dia kandidat doktor?" Sempurna. Cerdas dan cantik. Mungkin juga gampang punya anak, Renae menambahkan dalam hati. "Dia cocok sama kamu." Yang tampan, berpendidikan tinggi, berprestasi, sukses, dan akan menjadi ayah yang baik.
"Kalau kami cocok, dia nggak minta putus." Halmar tersenyum pahit. "Tapi dia orang yang baik. Atau aku nggak akan jatuh cinta padanya. Kami sudah membicarakan pernikahan. Kalau aku melamar, aku yakin dia akan menerimaku.
"Tapi takdir nggak berpihak pada kami. Mama sakit dan pernikahan nggak lagi menjadi prioritas hidupku. Adrielle, sementara waktu, nggak lagi menjadi prioritasku. Tapi dia ... nggak bisa bersabar. Dia bilang aku akan semakin berubah setelah Mama meninggal. Dia nggak ingin lanjut. Aku nggak sempat patah hati karena sakit Mama semakin parah."
"Wow, dia memang sempurna. Tapi dia seperti ... nggak punya hati," gumam Renae. "Bagaimana mungkin saat orang yang kita cintai sedang sangat membutuhkan kita, kita malah meninggalkannya?"
***
Teman-teman, cerita The Promise of Forever akan segera terbit dengan judul sama, melalui Penerbit Elex Media. Seperti yang pernah kukatakan di pengantar Sepasang Sepatu Untuk Ava, karena aku nggak menyetorkan cerita tersebut kepada editorku, supaya dibaca gratis sampai habis di sini, maka aku harus menyediakan cerita baru. Karena waktu yang kumiliki terbatas dan ide yang bisa kuwujudkan menjadi cerita tidak banyak, jadi The Promise of Forever-lah yang terpilih. Editorku suka banget dong sama Halmar dan Renae.
Minggu depan masih ada update, karena aku akan mengunggah sampai pertengahan cerita, aku ingin 50% cerita bisa dibaca di sini. Karena terikat kontrak, aku nggak akan bisa mengunggah cerita The Promise of Forever sampai tamat di Wattpad. Tetapi nanti kamu bisa baca kelanjutannya di Gramedia Digital, yang bayar Rp 45.000 aja buat baca banyak cerita fiksi. Atau ikut preorder nanti dan dapat bonus-bonus menyenangkan dariku; booklet bab ekstra sepanjang 40 halaman A6, print art, foto Halmar juga--eh hahaha.
Seperti biasa, setelah selesai menulis satu judul, aku akan memulai riset dan mulai menulis judul lain. Semoga berhasil dan nanti bisa dibaca di sini. Karena prosesnya selalu nggak semudah yang kubayangkan :-D Kadang udah diriset ternyata gak bisa kepakai, kadang udah dapat separuh jalan hatiku nggak sreg. Macam-macam.
Baca karyaku yang lengkap dan tamat di Gramedia Digital, Google Play, pinjam di aplikasi iPusnas atau mendapatkannya di toko buku. Bab ekstra mulai diunggah di karyakarsa.com/ikavihara, bertahap, karena harus bikin cover dll.
Semoga kamu bahagia membaca cerita Halmar hari ini :-)
Love, Vihara(IG/FB/Twitter/TikTok ikavihara, WA 0895603879876)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top