DUA PULUH DUA

"Begitulah dunia ini. Ada orang yang mati-matian melupakan mantan pasangannya, ada pula yang menganggap hubungan yang sudah berakhir tetap berarti. Walaupun dia tidak menginginkan hubungan itu hidup lagi."

Halmar mengangguk, setuju dengan kakaknya. Asal-usul kecemburuan yang tidak berdasar ini, sepertinya, disebabkan karena Halmar tidak bisa berhenti curiga. Renae sudah mengatakan tidak lagi ingin bertemu Jefferson, tapi jauh di dalam dirinya Halmar tetap khawatir ada kemungkinan Renae dan Jefferson akan bersama lagi. Memangnya bisa ada keputusan final kalau menyangkut cinta? Cinta punya cara kerja sendiri yang, sering kali, di luar kendali manusia. Kemarin bilang tidak suka, besok bersama di pelaminan. Hari ini mengaku cinta, besok menggandeng orang lain.

Sebagai manusia yang penuh rasa ingin tahu—syarat utama menjadi ilmuwan—Halmar ingin memahami apa yang sebenarnya terjadi pada pernikahan Renae dan Jefferson. Baik sebelum mereka menikah, saat menikah, atau setelah bercerai. Bagaimana Renae kenal dengan Jefferson, apa yang membuat Renae mau menikah dengannya apakah Renae bahagia di dalam pernikahannya, dan kenapa pernikahan tersebut disudahi.

Sayangnya, tidak ada jalan lain untuk mengetahui itu semua, selain meminta Renae menceritakan semuanya. Halmar ragu Renae akan menjawab kalau Halmar bertanya.

"Aku sering berharap aku bukan anak pertama." Elmar sudah selesai dengan ban sepeda dan sekarang sedang mengelap sepeda yang sudah berkilau tersebut.

"Huh?" Halmar menepikan dulu pemikiran mengenai Renae dan masa depan mereka—kalau memang ada. Sepertinya Elmar mulai menuju topik yang seharusnya mereka diskusikan siang ini. Membahas keharmonisan keluarga. Beruntung mereka memiliki Alesha. Pasti kakak iparnya itu sudah mengedukasi Elmar.

"Kamu masih ingat, dulu waktu kecil, kita tidak tinggal di rumah Papa yang sekarang? Papa tidak selalu punya uang. Lamar belum lahir. Tapi Mama selalu memprioritaskan kebutuhanmu. Kalau aku mau mainan, Mama selalu menyuruhku membeli mainan yang juga aman dimainkan anak seusiamu. Kalau ada kue enak, Mama selalu simpan lebih dulu bagianmu.

"Aku tidak ingin menjadi kakak karena ... Mama lebih menyayangimu. Bebanku juga berat. Mama dan Papa selalu menaruh harapan besar padaku, anak tertua. Untuk menjadi kakak yang baik; bertanggungjawab, memberi contoh yang baik padamu dan Lamar, sampai mereka memintaku menjalankan pabrik milik Papa. Warisan keluarga yang harus dijaga."

"Bukankah itu cita-citamu?" Kalau Elmar tidak ingin memimpin perusahaan milih ayah mereka, pasti Elmar sudah pindah sejak dulu.

Elmar menggeleng. "Perlu waktu lama untuk meyakinkan Papa kalau aku tidak ingin terlibat di pabrik. Kamu dan Lamar tidak pernah tahu betapa kecewanya Mama dan Papa. Sampai aku merasa bersalah. Papa tidak pernah menuntut apa-apa darimu, kan?"

Halmar diam tidak menjawab.

"Kamu dan Lamar tidak pernah tahu bagaimana Mama menyatakan kekecewaan padaku setiap kamu dan Lamar membuat ulah. Waktu kamu berkelahi dengan temanmu saat SMP dan pulang dengan kondisi benjut, aku dimarahi Mama. Padahal kita beda sekolah dan aku tidak di tempat kejadian. Menurut Mama, sebagai kakak aku harus tahu kamu akan berkelahi dan bisa mencegahnya.

"Kalau aku melakukan kesalahan sedikit, Mama membesar-besarkan dan membahasnya di depan kalian, supaya kalian tidak mengulang kesalahan yang sama. Kalau kamu kesal habis dimarahi Mama, aku selalu dimarahi lebih lama. Mama menilai semua kesalahan yang kamu lakukan terjadi karena aku tidak mengawasimu.

"Sebagai anak tertua, seumur hidup, aku akan selalu merasa memiliki kewajiban untuk kembali ke sini. Hidup di sini. Merawat Mama dan Papa di hari tua. Saat Mama sakit ... aku tidak ingin menjadi orang pertama di antara kita bertiga yang tahu.

"Tapi seandainya aku yang tinggal di Swedia dan kamu di sini, Mama akan tetap memberitahu aku lebih dulu. Karena aku anak tertua. Seandainya aku anak kedua atau ketiga, Mama tidak akan memintaku untuk menyampaikan kabar buruk itu kepadamu dan Lamar.

"Menyampaikan kepada kalian bahwa ... sebentar lagi kita tidak punya ibu ... berat sekali. Aku tidak ingin melakukannya. Tapi kalau bukan aku, siapa lagi? Papa sudah banyak pikiran. Kalau Mama lebih banyak bicara denganku mengenai ... langkah yang diambil ketika sedang sakit waktu itu, alasan Mama adalah tidak ingin membebanimu dan Lamar. Mama selalu ingin melindungi kalian berdua."

"Aku nggak perlu dilindungi!" Halmar menggeram. "Kalau Mama berpikir kamu bisa melindungi diri sendiri, bahkan menganggapmu mampu melindungiku dan Lamar, kenapa Mama nggak berpikir aku sama mampunya dengan dirimu?"

Elmar tersenyum pahit sebelum menjawab. "Waktu aku lahir, Mama tahu aku tidak akan menjadi anak terakhir. Jadi Mama ... mendidikku dengan lebih keras, supaya aku bisa menjadi anak yang diandalkan. Kalau kita sampai kehilangan orangtua, akulah yang akan menggantikan peran itu.

"Tapi saat Mama melahirkanmu, Mama masih pikir-pikir apa akan punya anak lagi atau tidak. You were the baby of the family. For a while. Kamu kesayangan kami semua. Kami selalu berpikir begitu, sampai Lamar lahir dan dia menjadi anggota termuda keluarga kita. Tapi sampai kamu dan Lamar dewasa, Mama dan Papa tidak pernah berhenti menganggapmu kesayangan mereka. Bukan mereka tidak sayang padaku, hanya saja, bentuknya berbeda."

Mungkin Renae enggan memulai hubungan dengan Halmar dengan alasan yang sama. Menurut Renae Halmar tidak bisa diandalkan. Kalau ibu Halmar saja berpandangan seperti itu, kenapa orang lain tidak?

"Halmar, aku minta maaf kalau ... apa yang sudah kuusahakan sewaktu Mama sakit menurutmu tidak cukup. Prioritasku pada waktu itu adalah membuat akhir hidup Mama benar-benar berjalan sesuai keinginan Mama. Sampai hari ini pun aku terus berpikir, bagaimana jadinya kalau aku memaksa Mama berobat ke luar negeri? Banyak sekali skenario yang kubayangkan. Kalau bisa, aku bersedia mati menggantikan Mama. Supaya kamu dan Lamar tetap punya ibu."

Elmar melemparkan lap di tangannya ke kotak kayu tempat menyimpan segala peralatan. "Aku mengerti kalau kamu tidak bisa memaafkanku. Tapi aku punya satu permintaan. Kaisla menyukaimu. Biarlah kalau memang hubungan kita tidak bisa diperbaiki dan kita hanya bicara sesekali seperti ini. Tapi aku sangat berharap anak-anak kita dekat dan akrab, seperti ... kalau Mama ada di sini."

Halmar menghela napas. "Apa yang terjadi pada Mama, memang sudah jalannya seperti itu. Aku nggak pernah berharap kamu mati menggantikan Mama. Kaisla membutuhkanmu. Setelah kehilangan ibu dan neneknya."

Selamanya hidup Halmar terdiri dari dua bagian. Sebelum ibunya meninggal dan sesudah ibunya meninggal. Bagian kedua tidak mudah untuk dijalani. Susah sekali bagi Halmar untuk bergerak maju, karena kedua telapak kakinya seperti dicor di lantai pada hari ibunya dimakamkan. Belum lagi rasa berat dan sesak di dada, yang membuat Halmar susah bernapas setiap kali teringat dirinya tak lagi punya ibu.

Bagian pertama hidupnya, yang sekarang masih bisa diingat dengan jelas, perlahan-lahan akan menjauh dari jangkauannya. Lama-lama Halmar akan lupa seperti apa suara tawa ibunya, seenak apa masakannya, aroma menenangkan dari tubuhnya, dan lain-lain. Tetapi Halmar memiliki pilihan untuk membangun bagian kedua hidupnya bersama dengan orang-orang yang dia cintai. Ayahnya, Elmar, Lamar, Alesha, dan Kaisla. Renae juga. Terutama Renae, Halmar meralat. Dengan catatan Halmar berhasil membuat Renae jatuh cinta kepadanya dan tahu Halmar adalah laki-laki yang bisa diandalkan.

***

Pagi ini, tanpa janjian lebih dulu, Halmar muncul di rumah Renae dengan motor besarnya. Membawa permintaan maaf disertai senyuman yang membuat matahari cemburu, karena kalah menyilaukan. Halmar mengajak Renae jalan-jalan naik motor. Dari mana Halmar tahu Renae tidak berencana pergi ke La Papeterie hari ini sudah bisa ditebak sumbernya. Dari Rima dan Sari, yang disogok Halmar dan bersedia menyuplai informasi apa saja yang diperlukan Halmar. Halmar pandai sekali memanfaatkan informasi tersebut demi kepentingannya.

Tidak, Renae tidak akan melarang Rima dan Sari memberitahukan jadwal Renae kepada Halmar. Kalau dengan begitu mereka bisa menikmati makanan-makanan yang dibelikan Halmar, yang kebanyakan tidak terjangkau oleh kantong mereka. Plus, Renae tersanjung. Baru kali ini ada seseorang yang menyukai Renae dan mau melakukan apa saja untuk mendapatkan Renae. Halmar membuat Renae merasa dirinya amat berharga.

Dulu Jeff tidak terlalu bekerja keras, sebab Renae langsung menyambut perasaannya setelah lama memendam cinta. Renae menggelengkan kepala, mencegah dirinya terus-menerus membandingkan Halmar dengan Jeff. Tempat Jeff adalah di masa lalu. Tidak akan menjadi bagian masa depannya.

Katanya, kita tidak akan bisa menulis bab berikutnya dalam hidup kita, selama kita masih membaca ulang—atau mencoba merevisi—bab sebelumnya. Meski terdapat banyak cerita menyenangkan di dalam bab lama, kita harus menyadari semua itu sudah berakhir. Sesekali membacanya boleh, tapi tidak bisa terus-menerus. Kita harus segera membalik halaman, menemukan tempat kosong, dan menuliskan babak baru kisah kita. Renae sedang mencobanya.

Satu bab panjang tentang pernikahannya dengan Jeff sudah ditutup, walau tidak dengan menyenangkan. Sekarang, Renae punya kesempatan membuat bab baru, bersama Halmar. Sebagai teman, cepat-cepat Renae menambahkan dalam hati. Karena Renae tetap yakin Halmar berhak mendapatkan wanita yang lebih baik daripada Renae. Yang lebih sempurna dan tidak punya cela.

Renae mempercepat jalannya, mendahului Halmar tiga langkah, kemudian balik badan dan berhenti tepat di hadapan Halmar.

"Kenapa kamu pendiam banget hari ini? Kamu ada masalah?" Bukan Halmar gemar bicara, tapi biasanya mereka selalu memiliki topik pembicaraan menarik yang selalu berhasil membuat mereka mengobrol hingga lupa waktu.

***

Halmar kenapa????

Teman, gimana kabarmu hari ini? Semoga kamu sehat dan bahagia ya. Oh ya, karena di atas kita Halmar dan kakaknya sedang membicarakan ibu, sampaikan salamku untuk ibumu. Kalau ibumu sudah tiada, semoga teladan beliau akan selalu bisa kamu hidupkan ya. Bilang salam dari penulis aneh yang sok kenal sama pembacanya hihihi.

Teman, untuk menulis sebuah cerita diperlukan biaya. Yang seringkali tidak sedikit. Untuk riset dan sebagainya. Aku menutup biaya tersebut dari hasil penjualan karya-karyaku sebelumnya. Oleh karena itu, dukung aku untuk terus bisa menulis di sini dan bisa dibaca dengan gratis, dengan membaca karyaku:

1) Pinjam melalui aplikasi iPusnas, setiap kali bukuku kamu baca di sana, aku mendapat royalti.

2) Melalui Wattpad Paid Stories--cerita Jasmine dan Dinar dong

3) Melalui aplikasi Gramedia Digital--dengan Fiction Package Rp 45.000, kamu bisa baca semua bukuku yang ada di sana dan bukuku-buku fiksi lain

4) Membeli di Google Play--mulai Rp 25.000

5) Mendapatkan di seluruh toko buku di Indonesia baik online atau offline. Atau di Tokopedia/Shopee ikavihara--harga mulai Rp 30.000,-

Jangan lupa tinggalkan komentar untukku ya. Aku suka baca komentar darimu dan aku mulai mencicil membalasnya satu per satu. Sebelum tidur.

Love, Vihara(IG/FB/Twitter/TikTok ikavihara, WhatsApp 0895603879876)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top