DUA PULUH

Whew, aku mau update tadi malam. Tapi aku capai karena banyak urusan dalam sehari. Jadi aku datang sekarang, mengirim Halmar dan Renae untuk menemani malam minggumu. Tinggalkon komentar untukku ya, kalimat-kalimat positif karen belakangan aku sedang a little down huhuhu.

Love you, Vihara(Instagram/Twitter/FB/TikTok ikavihara, WhatsApp 0895603879876)

***

"Eyang Uti sakit mendadak. Sore sebelum jatuh masih menelepon Mama. Mama sangat shock saat mendapat kabar. Kami semua shock. Tahun ini bukan tahun mudah untukku dan kedua orangtuaku. Karena kami hampir kehilangan dua orang yang kami cintai." Setelah kehilangan Maika, tidak sampai satu tahun kemudian, Renae dan keluarganya hampir kehilangan Eyang Putri. Salah satu wanita kuat yang memungkinkan keluarga mereka melahirkan generasi-generasi yang tangguh.

"Jadi, kalau kamu ingin menyalahkanku karena kamu nggak mendengar kabar Eyang Uti sakit, aku nggak akan menerima. Itu salahmu sendiri. Kenapa kamu menjadikanku satu-satunya sumber informasi? Kalau kamu masih berteman dengan kakakku, kamu bisa tahu. Bisa menjenguk Eyang kapan saja. Nggak akan ada yang mengusirmu." Apa yang terjadi di antara Jeff dengan Rand—kakak Renae—itu urusan mereka. Renae tidak akan mencampuri. Namun tampaknya Rand tidak lagi menyukai Jeff setelah melihat apa yang dilakukan keluarga Jeff kepada Renae pada saat dan setelah Maika meninggal. "Sekarang, kalau kita sudah selesai bicara, aku mau pulang."

Baru lima langkah Renae berjalan menuju salah satu kursi, untuk duduk memesan taksi, Jeff kembali berada di samping Renae. "Aku antar saja, Re. Aku sama sopir."

Mengabaikan Jeff, Renae meletakkan tas, kotak kue, dan gelas kopi di meja. Kalau tidak lelah, Renae akan duduk di sini, menikmati sarapan sambil membiarkan sinar matahari pagi yang hangat menimpa wajahnya. Area depan E&E merupakan salah satu tempat favorit Renae untuk duduk bersantai. Kadang-kadang di sini Renae menggambar apa saja yang menarik hatinya. Sepasang kekasih yang tengah bicara dengan kepala saling beradu. Seorang ibu dan dua anaknya yang sedang menikmati minuman cokelat dingin. Wanita muda yang duduk sendirian sambil membaca sebuah novel.

"Renae," panggil Jeff lagi, karena Renae tidak juga memberi tanggapan.

"Mau apa lagi, sih, Jeff? Nggak ada yang ingin kubicarakan denganmu! Just leave me alone!" Renae tidak bisa konsentrasi membuka aplikasi karena Jeff berdiri terlalu dekat dengannya. Kalau seperti ini caranya, baru besok pagi dia mendapat taksi dan sampai rumah.

"Aku hanya ingin mengantarmu pulang, Renae. Kita nggak perlu bicara. Kita akan duduk diam sampai tiba di rumahmu. Sambil kamu makan sarapanmu." Jeff mengangkut tas, kotak kue dan gelas kopi milik Renae menuju mobilnya, yang masih menyala.

Renae semakin frustrasi dan mengacak rambutnya. Karena semua barang-barangnya ada di tangan Jeff, mau tidak mau Renae masuk ke mobil. Jeff duduk di sampingnya setelah menutup pintu dan tanpa berlama-lama, mereka meninggalkan E&E. Sadar bahwa Jeff sedang mengamatinya, sepanjang perjalanan Renae menatap ke luar jendela.

Kalau ibu Jeff tahu Renae dan Jeff masih saja bertemu—sengaja atau tidak—setelah bercerai, pasti dia akan mendamprat Renae habis-habisan. Dulu, mantan ibu mertua Renae itu sempat memberi tahu, atau mengancam, agar Renae tidak mengganggu Jeff setelah mereka resmi berpisah. Karena Jeff harus segera melupakan Renae lalu menikah lagi. Jika ada urusan yang belum selesai, masalah uang, harta atau apa, pengacara yang mewakili masing-masing pihak yang akan mendiskusikan.

"Aku merindukannya, Re. Merindukan Maika. Merindukan kita ... pernikahan kita...." Jeff meraih tangan Renae dan menggenggamnya. "Maika pasti sedih orangtuanya berpisah—"

"It's low, Jeff, playing the child card is low." Renae tidak akan membiarkan Jeff memanfaatkan anak mereka.

"Aku sering berpikir seandainya ... seandainya kita bisa kembali seperti dulu. Hidup bersama. Tapi kenapa kamu menutup kesempatan itu? Tidak akan pernah ada wanita lain untukku, yang bisa membuatku mencintainya seperti aku mencintaimu."

"Kamu bilang begitu karena belum bertemu wanita yang sempurna. Nanti kalau sudah, kamu akan jatuh cinta padanya. Apalagi kalau dia bisa memberimu ... memberimu apa yang nggak bisa kuberikan dulu. Aku cuma berharap siapa pun wanita pilihanmu nanti, ibumu akan menyukainya." Dan kamu punya keberanian untuk berdiri berseberangan dengan ibumu untuk membela istrimu. Renae menarik tangannya dari genggaman Jeff.

Seandainya boleh memilih, Renae tidak tidak ingin lagi bicara dengan Jeff. Bahkan untuk sekadar berbasa-basi. Hari ini dan selamanya. Tetapi apa yang bisa dia lakukan? Takdir tidak bisa dilawan. Kalau Tuhan menetapkan saat ini dia harus bertemu dengan Jeff di sini, dia bisa apa? Paling baik hanya bisa menghindar. Mungkin memang benar kata ibunya dulu. Manusia tidak bisa menjalani hidup dengan berpikir bahwa mereka bisa seratus persen mengatur—atau sekadar memprediksi—apa yang akan terjadi pada dirinya satu menit kemudian. Seandainya bisa, tentu Renae tidak akan kehilangan anak perempuannya.

***

Baru saja Renae menutup pintu depan—setelah menolak permintaan Jeff yang bersikeras ingin menemani Renae sarapan—pintu berwarna putih tersebut sudah digedor lagi. Astaga! Tidakkah manusia zaman sekarang masih mempertimbangkan waktu yang tepat untuk berkunjung? Jangan terlalu pagi dan jangan terlalu malam. Bisa jadi orang yang ingin mereka temui masih tidur atau sudah mulai beristirahat. Atau jangan-jangan itu Jeff, yang menemukan alasan baru agar bisa kembali bicara dengan Renae? Renae meletakkan semua bawaannya—tas, kue, dan kopi—di meja makan lalu membuka pintu dengan kesal.

"Jeff! Sudah ku ... oh!" Renae langsung mengatupkan bibir ketika melihat Halmar berdiri di depannya. Dua kantung kertas berwarna cokelat ada di tangan Halmar.

"Jeff, huh?" Wajah Halmar mengeras.

"Kukira kamu ... dia baru pulang dari sini dan...."

"Baru pulang dari sini?" Tidak ada kehangatan dalam suara Halmar. "Kenapa pagi-pagi buta begini mantan suamimu baru pulang dari rumahmu, Renae? Jadi, tadi malam aku susah menghubungimu, kamu mematikan HP-mu, karena kamu sedang bersamanya?"

"Aku sudah bilang kemarin, Halmar, aku menjaga nenekku di rumah sakit. Menginap. HP-ku mati karena habis baterai!" Nada suara Renae meninggi. Setelah tidak tidur semalaman, karena mengamati dada neneknya yang naik turun dengan berat, lalu harus bertemu dengan Jeff dan mendengar semua omong kosongnya. Renae tidak ingin pagi yang indah ini rusak untuk kedua kali dengan bertengkar dengan Halmar. "Kenapa aku harus menjelaskan padamu, menjawab pertanyaanmu, sedangkan aku nggak menuntut apa-apa darimu, setelah kamu sembarangan menciumku dan nggak menghubungiku selama seminggu waktu itu?"

"Sembarangan mencium?" Halmar maju satu langkah. Kini tubuhnya menjulang di depan Renae. "Kalau kamu lupa, Renae, kamu membalas ciuman itu."

Renae melipat tangan di dada, benci mengakui Halmar benar. Jika Renae menolak saat Halmar menciumnya, tentu tidak akan berlarut-larut seperti ini dampaknya. Renae tidak akan kehilangan arah, tidak kehilangan kendali atas hatinya sendiri. Tidak separuh jalan menuju jatuh cinta.

"Walau aku nggak harus melapor padamu dengan siapa aku bergaul, tapi tadi malam aku nggak bersama Jeff. Kami nggak sengaja ketemu waktu aku mampir beli sarapan di E&E tadi. Karena aku nggak bawa mobil dan dia melihatku ngantuk, dia memaksa mengantarku pulang. Susah dapat taksi online tadi."

"Kenapa kamu nggak menghubungiku?" tuntut Halmar. "Aku bisa menjemputmu."

"Karena aku nggak ingin merepotkan orang lain pagi-pagi buta begini?" Renae meminjam istilah yang tadi digunakan Halmar.

"Tapi kamu mau merepotkan mantan suamimu. Aku sudah pernah bilang padamu, kapan pun kamu membutuhkanku, kamu bisa meneleponku, dan aku akan datang. Nggak peduli tengah malam, pagi buta. Nggak peduli aku di Swedia atau di mana."

"Aku nggak ingin bergantung padamu. Kamu nggak selamanya tinggal di sini, Halmar. Kamu akan kembali ke Swedia. Kalau sedikit-sedikit aku minta tolong padamu, gimana saat kamu nggak ada nanti? Bisa-bisa aku jadi pemalas karena terbiasa ditolong. Well, now, kalau nggak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku mau tidur." Kenapa dengan semua laki-laki di dunia? Baru juga pukul tujuh pagi, tapi sudah mengganggu hidup orang lain.

"Tapi kamu nggak masalah minta tolong pada mantan suamimu?" Halmar bergeming di tempat. "Karena dia akan tinggal di sini, setiap hari, satu kota denganmu? Begitu?"

Renae menggeram frustrasi. "Aku nggak minta tolong padanya! Aku sedang memesan taksi waktu dia memaksa memberiku tumpangan. Aku sudah menolak. Daripada kami ribut menjadi tontonan banyak orang di pinggir jalan, aku menerima tawarannya.

"Aku nggak tahu kenapa aku harus menjelaskan ini padamu. Penilaianmu nggak akan berdampak apa-apa pada hidupku. Silakan beri tahu semua orang, Renae nggak bisa melupakan mantan suaminya. Renae masih—"

Kalimat Renae terhenti karena Halmar mencium bibir Renae dalam-dalam.Astaga! Renae mengepalkan kedua tangan dan memukul-mukul dada Halmar. TetapiHalmar tidak mau melepaskan bibirnya. Kenapa laki-laki ini tidak pernah memberiperingatan terlebih dahulu setiap kali mau mencium Renae? Bagaimana Renae tidaksemakin gila karena Halmar, kalau terlalu banyak kejutan yang diterima Renaedarinya? Uh, bahkan Renae belum menggosok gigi.

Lidah Halmar samar menyapu bibir bawah Renae, sebelum membuat celah di sana dan memperdalam ciuman mereka dengan kuat. Susah payah Renae mengambil napas karena hampir seluruh bagian tubuhnya berhenti bekerja. Tetapi untuk apa juga Renae bernapas, kalau ciuman Halmar cukup untuk bertahan hidup. Tangan kanan Halmar, yang tidak memegang barang, mendorong tengkuk Renae supaya wajah Renae semakin merapat pada wajah Halmar.

***

Teman-teman, untuk menulis sebuah cerita diperlukan biaya. Yang seringkali tidak sedikit. Untuk riset dan sebagainya. Aku menutup biaya tersebut dari hasil penjualan karya-karyaku sebelumnya. Oleh karena itu, dukung aku untuk terus bisa menulis di sini dan bisa dibaca dengan gratis, dengan membaca karyaku:

1) Pinjam melalui aplikasi iPusnas, setiap kali bukuku kamu baca di sana, aku mendapat royalti.

2) Melalui Wattpad Paid Stories--cerita Jasmine dan Dinar dong

3) Melalui aplikasi Gramedia Digital--dengan Fiction Package Rp 45.000, kamu bisa baca semua bukuku yang ada di sana dan bukuku-buku fiksi lain

4) Membeli di Google Play--mulai Rp 25.000

5) Mendapatkan di seluruh toko buku di Indonesia baik online atau offline. Atau di Tokopedia/Shopee ikavihara--harga mulai Rp 30.000,-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top