DUA BELAS

Hai, temanku tersayang :-)

Kamu masih bisa ikut giveaway dalam rangka ulangtahunku di Instagram ikavihara ya. Aku tunggu kamu menuliskan harapan, nasihat, atau kalimat positif lain untukku dan kita semua sampai besok jam 12 malam. Ikut ya, ada dua novel A Wedding Come True untuk dua pemenang.

Kalau kamu mengikuti media sosialku, kamu pasti tahu aku sedang bahagia karena memenangkan lomba cerpen hari ini. Cerpen bertema keluarga dengan genre ... romance dong. Bukan hadiahnya yang penting--banyak sih memang--tapi aku bahagia karena berhasil membuktikan kepada diriku sendiri bahwa aku bisa menulis sepanjang 3000 kata. Nggak melulu sepanjang 70.000 kata seperti ini. Semua novel-novelku, walaupun bergenre romance, pasti ada tema keluarga di dalamnya, seperti Renae ini. Jadi sewaktu ada lomba cerpen langsung bereaksi wow ini aku banget :-)

Terima kasih ya sudah mengikuti cerita ini sampai hari ini

Love, Vihara(IG/Twitter/FB/TikTok ikavihara, WhatsApp 0895603879876)

***

"Ada Sari di bawah. Dia bisa membantumu." Sama seperti sekujur tubuhnya, suara Renae bergetar. Renae belum bisa bepindah dari tempatnya berdiri. Sebab sepasang lengan Halmar masih memagari tubuh Renae. Kedua telapak Halmar menempel di dinding, di sisi kanan dan kiri kepala Renae. Tatapan mata Halmar mengunci Renae.

"Aku minta tolong kamu." Jeff masih mengenakan pakaian kerja. Celana berwarna biru seperti langit tengah malam dan kemeja putih. Dasinya sudah dilipat dan menyembul dari saku bajunya.

"Tapi sepertinya kamu sedang sibuk sekali," lanjut Jeff dengan sinis.

Renae mengerang dalam hati karena Jeff tidak juga beranjak pergi. Kalau seperti ini, mau tidak mau, Renae harus mengenalkan kedua laki-laki tersebut kepada satu sama lain.

"Halmar, kenalkan ini Jefferson. Ayahnya Maika." Renae tidak mau menyebut kata mantan suami di depan Halmar. Itu sama saja dengan memamerkan kegagalannya berumah tangga di depan laki-laki yang mengklaim menyukainya. "Jeff. Ini Halmar ... Karlsson."

"Karlsson, huh?"

Jeff dan Halmar saling mengamati, saling mengukur dan memeriksa setiap jengkal tubuh masing-masing, seolah sedang menilai siapa lebih baik dengan siapa.

"Adiknya Elmar." Cepat-cepat Renae menjelaskan. Tentu saja Jeff kenal dengan Elmar, yang menikah dengan Alesha. Alesha dan Jeff sepupu. "Kamu cari dulu barang yang kamu perlukan. Sari akan membantumu kalau kamu nggak nemu barangnya."

Halmar tidak juga melepaskan Renae dari kungkungan.

"Apa aku nggak boleh bicara dengan istri-ku dulu sebelum membeli barang?" Jeff tetap bergeming di tempat, matanya lurus menatap Halmar. "Aku ingin tahu apa yang dilakukan istriku bersama laki-laki lain, berdua-duaan seperti ini...."

"Kamu nggak perlu tahu!" potong Renae dengan dingin. "Karena kita bukan suami istri, aku nggak perlu menjelaskan padamu bagaimana dan dengan siapa aku menjalani hidupku! Karena itu bukan urusanmu! Kalau kamu mau belanja, tokoku di bawah! Bukan di sini!"

"Itu urusanku, Renae!" Wajah Jeff memerah menahan amarah. "Kamu membeli ruko ini menggunakan uangku! Aku tidak mau kamu menggunakannya sebagai tempat kumpul...."

Belum sampai Jeff menyelesaikan kalimat yang tidak pantas itu, Halmar maju satu langkah. Menyembunyikan tubuh Renae di balik badannya. Kalau tidak ditahan Renae, Halmar sudah meloncat menerkam mantan suami Renae yang tidak bisa menjaga ucapannya.

Renae memegangi pergelangan tangan Halmar. Mencegah Halmar mengayunkan kepalan tinjunya. Bukan Renae tidak ingin Jeff terluka. Tetapi Renae tidak perlu dilindungi. Siapa pun yang berdiri di depan Renae, Jeff atau ibu Jeff, Renae tidak takut sama sekali untuk menghadapi sendiri. Plus, Renae tidak ingin Halmar merusak nama baiknya dengan melakukan tindak kekerasan yang tak perlu.

Namun Renae juga tidak menyangkal, mengetahui Halmar ingin membela harga dirinya, membuat hati Renae semakin tinggi membubung ke angkasa. Sulit menahan bibirnya untuk tidak tersenyum bahagia melihat Halmar siap menjadi pahlawannya. Lebih-lebih saat Renae sekilas melihat raut wajah Halmar yang semakin mengeras. Tingkat amarah Halmar, kalau mau dibandingkan, jauh lebih tinggi daripada kemarahan Renae dan Jeff digabung menjadi satu. Kalau tidak ditahan Renae, Halmar pasti sudah merobek tubuh Jeff menjadi dua bagian dengan tangan kosong.

"Halmar...." Renae berusaha mengatur suaranya sepelan mungkin. Namun Halmar tidak mendengar bisikan Renae. Atau tidak mau dengar. Laki-laki itu tetap menatap Jeff tajam sambil menggertakan gigi. "Jangan...," pinta Renae sambil menarik tangan Halmar lebih kuat.

Pandangan Halmar beralih dan kini tatapannya tertuju pada wajah Renae. Halmar, laki-laki paling sabar yang pernah dikenal Renae, kesulitan menahan bibirnya supaya tetap tertutup dan tidak mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak layak didengar orang—lebih-lebih oleh wanita—kepada Jeff.

"Please, jangan...." Renae tidak bisa memercayai apa yang sedang terjadi saat ini. Dua orang laki-laki siap bertarung untuk dirinya. Wanita mana yang tidak merasa hebat ketika diperebutkan seperti ini?

Tanpa sadar kedua sudut bibir Renae terangkat. Namun Halmar tidak menyukai senyum tersebut dan menyipitkan mata curiga. Oh, betapa Renae ingin memeluk Halmar dan mencium bibir Halmar yang semakin terkatup menggairahkan, karena berusaha menahan emosi yang hendak menggelegak keluar. Demi meyakinkan bahwa, kalau harus memilih di antara Halmar atau Jeff, tanpa berpikir dua kali sudah pasti pilihan Renae akan jatuh kepada Halmar.

Renae mengelus lengan Halmar berkali-kali, mencoba menenangkan Halmar. "It's okay. Aku akan bicara dengannya sebentar."

"Like hell! Kalau sampai dia berani mendekat, Renae, aku bersumpah—"

"He's ... harmless." Renae tersenyum meyakinkan Halmar. "Trust me, would you?"

Halmar tidak mengangguk. Justru seluruh tubuh Halmar kembali ke modus waspada. Sambil melempar tatapan mengancam kepada Jeff. Kalau ada satu kata saja keluar dari mulut laki-laki itu, yang membuat Renae terhina, Halmar akan memberinya pelajaran, sampai dia minta ampun dan menyesal telah dilahirkan ke dunia.

"Please, Halmar. Lima menit. Aku akan menyuruhnya pulang." Renae tetap melarikan telapak tangannya di lengan Halmar, berusaha mengalihkan perhatian Halmar supaya tidak terus mengintimidasi Jeff. Hal terakhir yang ingin dilihat Renae adalah dua orang laki-laki dewasa bergumul di dalam tokonya, merusak barang-barang yang ada di sini, dan membuat takut semua pelanggan.

"Kalau dia berani menghinamu, aku akan memotong lehernya!" ancam Halmar.

"Nggak akan." Renae meyakinkan. "Dia cuma akan ceramah."

Masih sambil menatap Jeff, Halmar mengangguk. Ekspresi wajah Halmar semakin tidak terbaca. "Lima menit. Kalau nggak selesai, aku yang akan menyelesaikan."

Halmar mendaratkan bibirnya di bibir Renae. Tepat di hadapan Jeff yang masih belum juga turun ke lantai satu. Ciuman Halmar, meski tidak dalam, tapi berlangsung agak lama. Seandainya tidak ada mantan suami yang sedang menunggu dengan tidak sabar, Renae akan membalas ciuman Halmar. Menuntut Halmar menciumnya semakin dalam. Desah tidak rela keluar dari bibir Renae ketika Halmar menarik tubuhnya. Tanpa mengatakan apa-apa, Halmar berbalik, berjalan menuju sofa, menjatuhkan diri di sana lalu menyalakan televisi, meninggalkan Renae yang berusaha menguatkan lututnya yang semakin gemetar.

Sebelah tangan Renae bertumpu pada tembok. Tulang-tulang di kedua kakinya seperti kehilangan kekuatan dan tidak bisa lagi menahan berat badannya sendiri. Ya Tuhan, mereka bahkan tidak benar-benar berciuman. Yang tadi cuma saling menyentuhkan bibir. Tetapi kenapa sudah memabukkan seperti ini? Bagaimana jadinya kalau Halmar menciumnya dengan segenap cinta, hati dan jiwanya, sampai selesai? Tidak berhenti di tengah jalan seperti yang pertama tadi. Dan tidak sekilas seperti yang kedua. Mungkin saking mabuknya, Renae tidak akan ingat lagi siapa namanya selama sepuluh tahun ke depan.

Dengan santai Halmar menyilangkan kaki lalu menonton siaran ulang pertandingan sepak bola. Seolah-olah setiap hari Halmar datang ke sini dan mendapatkan perlakuan spesial dari Renae; diperbolehkan melakukan apa saja sesuka hatinya di area kantor Renae. Area yang tertutup bagi pengunjung. Pandangan Jeff—yang penuh amarah—mengikuti setiap gerak-gerik Halmar. Seandainya mata Jeff memancarkan sinar laser, punggung Halmar sudah berlubang dua sekarang.

***

Salah satu peristiwa paling buruk dalam sejarah umat manusia adalah bertemu mantan suami ketika sedang bersama kekasih baru. Memang Halmar bukan kekasih Renae. Menyetujui Halmar menjadi pacar saja Renae belum berani. Namun di mata Jeff, Halmar adalah pengganti dirinya. Apalagi Halmar terang-terangan mencium bibir Renae. Tetapi Renae tidak akan mengoreksi asumsi Jeff tersebut. Lebih cepat Jeff menyadari bahwa dirinya dan Renae kini menjalani hidup terpisah, akan lebih baik.

Saat Renae tiba di lantai satu, Jeff meletakkan satu buku agenda, satu traveler journal, pencil pouch kulit, alat-alat tulis, Berlin city map, dan mosaic wrapping sheet. Semuanya berwarna rose. Renae menyerahkan bolpoin kepada Jeff untuk menulis kartu ucapan ulang tahun. Dengan cekatan Sari menghitung total belanja Jeff sambil melemparkan tatapan meminta maaf kepada Renae.

Renae mengambil kardus untuk menyatukan semua barang lalu mengangguk saat Sari berbisik, meminta izin untuk makan. Tidak ada satu orang pun di dalam toko selain Renae dan Jeff. Setelah Jeff selesai menulis ucapan selamat, Renae membungkus kado tersebut. Agak aneh melihat Jeff membeli kado sendiri. Dulu semasa menikah, Renae yang menyediakan kado setiap kali ada anggota keluarga atau teman Jeff yang berulang-tahun.

"Kamu tahu apa yang aku takutkan waktu setuju berpisah denganmu, Re? Aku takut akan ada hari seperti ini. Aku melihatmu bersama laki-laki lain."

"Hidupku terus berjalan walau kita berpisah, Jeff."

"Kenapa kita nggak bisa bersama, Re? Kenapa kamu nggak mau memberi kesempatan kepada kita? Kita masih saling mencintai."

Renae menggunting pita sekuat tenaga, sambil membayangkan dia sedang menggunduli rambut tebal Jeff. Cinta? Pada saat seperti ini Jeff baru membahas cinta? Kenapa tidak dari dulu ketika ibu Jeff menyakiti Renae dengan hinaannya? Seandainya saja melukai orang lain tidak dikenai pasal pidana, Renae akan melemparkan gunting di tangannya ke wajah Jeff.

"Aku bukan istrimu,Jeff!" Saking kesalnya, Renae tidak peduli lagi apakah ada pembeli atau tidakdi dalam La Papeterie, dan berteriak kepada Jeff. Sikap posesif Jeff saatbertemu Halmar tadi membuat darah Renae mendidih. "Sudah lama aku nggak jadiistrimu dan aku nggak suka kamu menyebut aku istrimu di depan orang lain! Kitasudah bercerai dan siapa pun yang kubawa ke sini, atau ke mana pun aku mau,bukan urusanmu! Kamu bilang aku beli toko ini pakai uangmu?! Aku sudahmengganti uang itu, Jeff! Apa kamu lupa?!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top