DELAPAN BELAS
Aku nggak bisa menemukan hari yang tepat buat update cerita ini. Karena sibuk banget. Apalagi malam pas banyak yang harus dikerjakan terkait tulis-menulis. Jadi, random aja ya, gimana aku sempat, seminggu tetap 2x. Kamu yang semangat ya, aku tunggu komentar-komentar lucu dari kamu. Aku seneng banget kalau ada istilah-istilah lucu kayak renaemon kemarin itu :-D
Love, Vihara(IG/FB/Twitter/TikTok ikavihara, WhatsApp 0895603879876)
***
"Aku nggak konsultasi, Renae. Aku cuma tanya makanan apa yang bisa mengurangi nyeri haid. Dan itu bukan penyakit." Halmar berargumen. "Aku bikin cokelat panas karena jamu kunyit kurang cocok diminum setelah makan cinnamon roll. Dia juga menyarankan aku bikin jamu. Kamu bisa simpan jamunya di kulkas untuk diminum nanti."
"Alesha pasti tahu kamu lagi ngomongin aku, kalau kamu tanya-tanya dia begitu." Renae tetap menggerutu tidak suka.
"Kenapa memangnya kalau Alesha tahu aku ke sini dan membantumu hari ini? Kamu nggak ingin orang lain tahu kita dekat? Apa begitu memalukan dekat denganku, sampai kamu mencari-cari alasan untuk menyembunyikan kedekatan kita?"
"Mencari-cari alasan?" Kedua mata Renae menyipit memandang Halmar. "Aku nggak pernah melakukannya. Alasan itu memang ada, kok. Apa yang akan dikatakan keluargamu kalau tahu kamu tertarik padaku? Kamu masih muda, sukses, tampan, punya segalanya, tapi kenapa kamu malah menghabiskan waktu bersama janda sepertiku?"
"You are not a widow. You are divorced." Halmar mengoreksi.
"Kalau di Indonesia nggak ada perbedaan istilah!" tukas Renae.
"Tapi ada perbedaan di antara keduanya, Renae. Kalau pernikahanmu berakhir karena suamimu meninggal, itu bukan hasil keputusanmu. Kejadian itu di luar kendalimu. Kamu nggak punya pilihan. Tapi kalau pernikahanmu berakhir karena bercerai, kamu dengan bijaksana keluar dari sebuah tempat di mana kamu nggak lagi menemukan kebahagiaan di dalamnya."
"Tetap saja, kamu bisa mendapatkan wanita yang belum pernah menikah. Semua orang pasti bertanya kenapa kamu memilihku."
"Siapa salah satu teman baikmu, Renae? Siapa laki-laki yang menjadi suaminya? Apa bisa kamu membayangkan Alesha nggak menikah dengan Elmar, hanya karena dia nggak mau menerima Elmar yang pernah menikah?" Halmar mengambil napas sembari memberi waktu bagi Renae untuk mencerna seluruh perkataannya.
"Konsep jodoh versimu harus direvisi," lanjut Halmar. "Kalau seperti itu caranya, apa kamu harus menikah dengan duda? Duda cerai kalau lebih spesifik. Kenapa kamu menilai dirimu nggak sebaik dulu, hanya karena kamu pernah bercerai? Kenapa kamu merasa nggak pantas mendapatkan kebahagiaan bersama laki-laki lain, hanya karena kamu pernah gagal berumah tangga?"
"Karena, Halmar, aku sedang berusaha realistis," gumam Renae pelan.
"Setiap orang harus berani bermimpi. Berimajinasi jauh meninggalkan realitas. Nggak akan ada internet kalau nggak ada orang-orang seperti itu. Nggak akan ada helikopter yang terbang di langit Mars sekarang. Mereka gagal berkali-kali sebelum bisa mencapai itu semua, cuma saja mereka nggak pernah menyesali kegagalan dengan diam. Mereka bergerak.
"Perceraianmu dan kepergian Maika bukan akhir dari hidupmu. Aku mengerti, ada bagian dari dirimu ikut mati bersama Maika, dikuburkan bersama Maika. Karena itu terjadi padaku waktu Mama meninggal. Tapi aku juga tahu, setelah kejadian menyakitkan itu, sekarang kamu adalah orang yang berbeda dari yang dulu. Kamu lebih baik, lebih kuat, lebih berani.
"Tapi menjadi orang yang berbeda saja belum cukup. Kamu harus menjalani hari-harimu dengan sebaik-baiknya. Dengan cara mengizinkan dirimu dicintai. Mengizinkan dirimu bahagia lagi. Kamu bisa bahagia tanpa melupakan Maika. Kamu memang sudah kehilangan dua mimpimu. Pernikahanmu dan Maika. But life can also be beautiful post-loss. Kamu bisa membangun mimpi lain dan nggak perlu mewujudkannya sendiri. Ada seseorang yang bersedia untuk menjadi teman hidupmu."
Renae tersenyum pahit. "Hubungan di antara laki-laki dan wanita ... suami dan istri ... nggak sesederhana itu, Halmar. Ada banyak pihak yang terlibat. Keluargamu nggak akan menerima aku yang—"
"Keluargaku akan menerimamu. Aku akan membuat mereka menerimamu. Itu tugasku. Kalau kamu mau membuka hati, Renae, kamu akan bisa memiliki pernikahan lagi, punya anak lagi."
"Aku nggak tahu, Halmar, aku ... ini semua masih sulit untukku. Aku tahu aku nggak bisa hidup seperti ini terus, tapi...." Renae memutar-mutar cinnamon roll di piringnya. "Kurasa hari ini aku belum bisa menentukan bagaimana aku akan menjalani hidupku besok. Mandi saja hari ini aku nggak sempat. Aku nggak tahu gimana kamu masih tertarik padaku ... saat melihatku seperti ini."
Halmar menggenggam tangan Renae dan meremasnya pelan. "Memang kamu nggak sedang berada pada penampilan terbaikmu, tapi di mataku, kamu tetap wanita paling cantik yang pernah kukenal."
Dengan rambut mencuat ke sana kemari dan air liur mengering di kausnya, Renae tetap memesona. Kalau Renae tahu rambutnya seperti singa begitu, mungkin dia sudah menjerit. Halmar tidak bisa menahan tawa membayangkannya.
"Apa yang lucu?" Renae menatap Halmar penuh tanda tanya.
"Tadi aku ketemu teman sekolahku." Halmar tidak ingin membagi bayangannya, atau Renae akan mengusirnya pulang dengan lebih gencar. "Dia ingat aku tapi aku nggak ingat siapa dia. Dia berubah. Dulu rambutnya kusam dan dia pendek. Sekarang cantik banget."
Tetapi tidak secantik Renae. Yang kini menyisir rambutnya dengan jari-jari tangannya. Sebagian wanita mungkin tidak nyaman didatangi pacarnya saat sedang tidak berada dalam kondisi sempurna. Bisa dipahami, karena setiap orang tentu ingin dirinya enak dilihat, lebih-lebih oleh kekasihnya. Beberapa di antara mereka bahkan ingin enak dilihat secara permanen. Bangun tidur langsung cantik meskipun tanpa memakai make up. Mereka memodifikasi alis dan bibir, meniruskan wajah, memancungkan hidung, dan sebagainya.
Halmar tidak memandang itu sebagai sesuatu yang salah. Selama tidak kebablasan, menjadikan kecantikan atau ketampanan adalah segalanya. Lantas lupa meningkatkan kualitas diri lain yang lebih penting, seperti empati, integritas, kejujuran, kecerdasan, kemurahan hati, kesopanan,dan sebagainya.
Outer beauty can give you a glance, it's inner beauty that makes someone stay. Dulu begitu ibu Halmar sering berkata. Perkataan ibu Halmar selalu benar. Saat pertama bertemu Renae, Halmar terpukau pada keelokan paras Renae. Tetapi sekarang, Halmar mengagumi bagaimana Renae menggunakan waktunya untuk membantu anak-anak muda—Sari, Rima, dan lainnya, bagaimana Renae memperlakukan orang-orang di sekitarnya—kepada mereka yang menyakitinya pun Renae tetap bersikap baik, bagaimana Renae kuat menghadapi segala ujian yang diberikan Tuhan kepadanya, dan sebagainya. Tidak hanya cantik wajahnya, tapi juga hati dan perangainya.
"Cantik banget, ya...," gumam Renae.
"Tapi sudah jadi istri orang," terang Halmar. "See? Semua wanita cantik sudah ada yang punya. Kecuali kamu. Jadi kamu jangan lagi bertanya kenapa aku mendekatimu."
Halmar berpikir Renae akan langsung menukas, meminta Halmar untuk puas berteman saja. Namun di luar dugaan Halmar, Renae malah tertawa lepas. Suara tawanya bisa membuat hari yang tadinya suram menjadi cerah penuh warna.
"Halmar, aku...." Begitu tawanya reda, Renae tampak ingin menyampaikan sesuatu tapi kesulitan memilih kata yang tepat. "Aku bukan wanita yang suka naik ke pangkuan uh ... teman laki-lakinya. Atau minta gendong. Seperti yang kulakukan tadi siang."
"Kamu nggak naik ke pangkuanku. Kamu nggak minta gendong. Aku yang mengangkatmu. Kamu nggak perlu minta maaf. Because you did me a favor. Kapan lagi aku bisa memelukmu seperti itu, kalau nggak waktu kamu sakit?" Selesai memanaskan susu almond selama tiga menit, Halmar memasukkan gula aren dan mengaduk hingga larut dan tercampur. Setelahnya Halmar memasukkan lima puluh lima gram dark chocolate dan menunggu hingga cokelat meleleh.
"Tentu saja aku minta maaf. Nggak seharusnya aku melakukan itu."
"Mau pakai cinnamon dan whipping cream?" Halmar sudah mematikan kompor.
"Aku nggak punya whipping cream." Renae mengelap bibirnya dengan tisu.
"I came prepared." Halmar mengeluarkan kotak karton dari tote bag putih di meja.
"Oke." Renae menelah ludah. Perut tidak nyaman dan cuaca dingin. Tidak ada waktu yang lebih tepat untuk menikmati cokelat panas selain sekarang. Datang bulan atau tidak, Renae tidak akan menolak kalau ada seseorang menawarinya secangkir cokelat panas. Lebih-lebih kalau seseorangnya seksi dan enak dilihat. Sudah begitu jago memasak.
"Oh, Tuhan...." Renae mendesah bahagia ketika minuman yang lembut dan hangat. Rich and luxurious. "Halmar, aku belum pernah minum cokelat panas seenak ini. Ini kayak ramuan ajaib. Yang bisa menyembuhkan apa saja."
"Menyembuhkan kemarahan juga?"
"Aku belum memaafkan kelancanganmu."
"Kamu simpan sisa bahannya. Kamu bisa bikin kapan saja."
"Aku nggak bisa bikinnya."
"Nanti aku tuliskan caranya. Alesha bilang cokelat murni bisa memperbaiki suasana hati, menambah energi dan mengurangi keram. Ditambah susu akan lebih baik. Katanya kurang kalsium juga bisa bikin keram saat datang bulan. Hangatnya akan membuat perutmu nyaman." Untuk dirinya sendiri Halmar membuat kopi hitam.
"Wanita bodoh mana yang nggak mau sama kamu." Setelah menghabiskan setengah isi gelasnya, Renae bergumam, tanpa sadar, dan agak keras.
"Aku juga ingin tahu apa jawabanmu, Renae. Kenapa kamu nggak mau sama aku?"
"Maksudmu aku bodoh?"
"Tanyakan itu pada dirimu sendiri."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top