DELAPAN

Waktu banyak berlalu dan Renae mulai bisa melangkah maju. Kesedihan yang selama ini membentengi hati Renae mulai menipis. Renae takut Halmar, dengan segala perhatian dan kebaikannya, dengan mudah akan bisa merobohkan tembok itu. Kalau Renae tidak berhati-hati, bisa-bisa Renae mengulang apa yang telah terjadi sebelumnya. Jatuh cinta, membiarkan dirinya dicintai, dan menanggung patah hati lagi, saat semuanya harus diakhiri. Kalau sekarang mereka menjaga jarak, mungkin mereka bisa menetralkan segala perasaan yang membingungkandi antara mereka.

"Bukankah memang itu tujuan kita menghabiskan banyak waktu selama ini? Supaya kita semakin saling mengenal lebih jauh?" Halmar menyampirkan jaket di salah satu bahunya.

"Nggak ada gunanya kita saling mengenal—"

"Ada. Banyak." Halmar memotong. "Semakin aku mengenalmu, maka aku semakin tahu apa yang membuatmu bahagia dan apa yang tidak. Sudah banyak cita-citaku yang tercapai, Renae. Cuma satu yang belum. Pasangan. Istri. Aku berharap di sini pencarianku berakhir. Aku berharap mendapat jawaban, apakah benar kamu tepat untukku. Aku tepat untukmu. Atau kamu memaknai lain kedekatan kita selama ini?"

The more time we spend with someone, the easier it is to love them. Masalahnya Renae tidak mau jatuh cinta lagi. "Pertemanan kita selama ini dilandasi duka dan kehilangan, dan—"

"Pertemanan?" Halmar tertawa kering. "Laki-laki dan wanita dewasa nggak bisa menghabiskan banyak waktu bersama sebagai teman. Beri tahu aku, berapa teman laki-laki yang kamu miliki sekarang? Yang sering datang dan menemuimu?"

Tidak ada. Itu jawabannya. "Aku bukan wanita yang tepat untuk menjadi istrimu, Halmar."

"Bukan kamu yang bisa menilai itu. Akulah yang akan menentukan siapa yang tepat menjadi pasanganku dan siapa yang tidak." Halmar menatap tajam wanita luar biasa yang kini tak mau balas memandangnya.

"Renae, kita memang mengawali hubungan kita sebagai dua orang yang sedang terluka. Kita sama-sama belajar bertahan hidup dengan hati yang ... tidak keruan bentuknya. Kamu ibu yang baik karena kamu berduka anakmu meninggal. Kamu istri yang baik karena kamu bersedih setelah pernikahanmu berakhir.

"Menjalani hidup setelah ditinggalkan orang yang kita cintai nggak mudah. Tapi buktinya kita bisa, Renae. Kita terus maju walau kita kita berat. Walau kita terseok, terjatuh. Saat kita menjalaninya sebagai teman saja semuanya sudah sebaik ini, apalagi kalau kita menjalaninya sebagai pasangan. Kamu menyukaiku, Renae. Bukan sebagai teman. Lebih dari itu. Koreksi kalau aku salah."

Halmar tidak mungkin salah. Sebab ada sorot keberatan di mata Renae saat meminta status hubungan mereka stagnan di fase teman tadi. Walaupun bibir berkata sebaliknya, tapi di dalam hati Renae tidak rela mengakhiri sesuatu yang bahkan belum dimulai di antara mereka.

Namun seandainya benar seperti itu, seandainya Renae juga menyukai Halmar, kenapa Renae sengaja mempersulit jalan mereka untuk bisa bersama? Apakah karena, walaupun memiliki perasaan kepada Halmar, Renae masih mencintai mantan suaminya? Masih berharap bisa kembali bersatu dengan suaminya? Membangun kembali pernikahan mereka? Semua kemungkinan ini terlalu menyakitkan untuk dibayangkan.

***

Bukan tanpa alasan Tuhan mengirim seseorang ke dalam hidup kita. Mempertemukan simpul takdir kita dengan mereka. Ada yang datang untuk mengenalkan kita kepada cinta. Juga ada yang hadir dalam hidup kita untuk memberi tahu kita seperti apa pedihnya patah hati. Di saat Halmar mulai percaya alasan dirinya dipertemukan dengan Renae adalah lebih dari sekadar saling menghibur pada masa duka, Renae justru ingin mereka kembali bersikap seperti dua orang yang baru saling mengenal. Tidak terlalu dekat. Tidak terlalu akrab.

Jauh-jauh Halmar ke Indonesia, berusaha mencari tahu apakah ada peluang baginya dan Renae untuk bersama, jangan harap Halmar akan berhenti mengejar setelah melihat secercah cahaya harapan. Renae menyukai Halmar dan Halmar akan melakukan apa saja agar Renae memberi kesempatan kepada mereka berdua. Jika memang, pada akhirnya, dia dan Renae ternyata tidak berjodoh, Halmar akan menerima. Asalkan Halmar dan Renae sudah berusaha dan mencoba menjalin hubungan lebih dari teman terlebih dahulu.

Halmar mendengus keras. Fokus kepada diri sendiri kata Renae. Yang benar saja. Renae sudah telanjur menyita seluruh isi kepala Halmar. Saat ini fokus Halmar sudah tidak bisa dibelokkan ke mana-mana lagi. Selain mencari jalan untuk memenangkan hati Renae.

"Kamu kenapa, Halmar? Menghela napas panjang, seperti kamu satu-satunya orang dengan beban hidup paling berat di dunia. Tidak suka diundang ke rumah kakakmu?" Ayah Halmar, yang duduk di kursi penumpang di samping Halmar, bersuara.

"Pertama kali Papa mendekati Mama dulu, apa Mama pernah meminta untuk...." Halmar berusaha memilih kata yang tepat untuk meminta pendapat ayahnya. Sore ini mereka berangkat bersama ke rumah Alesha. "Pelan-pelan saja? Nggak tergesa-gesa?"

"Ibumu mengusir Papa, menyuruh Papa pulang saja ke negara asal Papa. Tapi Papa tidak menyerah. Malah berusaha semakin keras. Dia menjauh, Papa kejar. Dia berhenti, Papa dekati. Sampai ibumu kesal sekali kepada Papa, bilang Papa keras kepala dan menyebalkan.

"Lama-lama ibumu luluh juga. Bukan karena menyukai Papa, tapi karena dia ingin Papa segera berhenti mengganggunya. Satu kesempatan itu tidak Papa sia-siakan. Papa tunjukkan kepadanya, dia adalah satu-satunya wanita yang paling Papa inginkan, melebihi apa pun di dunia ini. Papa tidak akan bisa mencintai wanita lain lagi selain ibumu."

Halmar mengetuk-ngetukkan jemarinya di roda kemudi ketika mobilnya berhenti di lampu merah terakhir sebelum mencapai rumah baru Alesha dan Elmar.

"Ibumu sudah punya calon suami saat itu." Papanya menambahkan.

"Papa merebut calon istri orang?!" Halmar hampir salah menginjak pedal. Untung saja di depan mereka sedang kosong, jadi Halmar tidak menabrak siapa-siapa saat kakinya memijak gas terlalu dalam.

"Ada laki-laki pilihan kedua orangtuanya. Dijodohkan. Papa rasa, ibumu keberatan dengan rencana itu. Lagi pula kamu tahu apa kata orang. All's fair in love and war."

Kenapa Halmar tidak pernah memikirkan satu kalimat itu? All's fair in love and war. Di dalam perang, kedua belah pihak boleh melakukan segala cara—spionase, meracuni sumber air minum musuh, menyabotase aliran logistik musuh dan perbuatan curang lain—demi mendapatkan kemenangan. Di akhir perang, pihak yang kalah tidak boleh mempermasalahkan elok atau tidak elok strategi yang digunakan lawan.

Prinsip yang sama bisa diterapkan dalam cinta. People can wreak all the havoc they want during the pursuit of true love. Kalau memang Halmar harus memompa informasi dari Alesha, teman dekat Renae, mengenai alasan keengganan Renae untuk membuka hati pascabercerai, Halmar akan melakukan. Peduli setan kalau Renae tidak suka kehidupan pribadinya dikorek-korek. Yang penting Halmar bisa membuka jalan guna masuk ke hidup Renae lebih jauh.

"Cinta itu ... tentang kerja keras. Kita bekerja keras untuk mendapatkan tempat di hati seseorang yang membuat kita jatuh cinta. Lalu setelah dapat, kita tetap bekerja keras membuktikan kita setia, membuktikan cinta kita untuknya tidak memudar.

"Sekarang kamu berusaha keras mendapat kesempatan dari seseorang yang kamu cintai. Setelah dapat, usahamu tidak boleh berhenti. Kamu tidak boleh lengah. Cinta itu harus selalu dijaga. Harus selalu dikuatkan.

"Halmar, saat kamu sudah menikah nanti dan kamu tergoda wanita lain, lalu istrimu tidak cukup kuat menjadi alasanmu untuk tinggal, Papa harap kamu selalu mengingat ibumu. Bayangkan jika ibumu diperlakukan seperti itu oleh Papa, tegakah kamu melihatnya menangis dan menderita? Bayangkan jika ibumu tahu kamu mengkhianati istrimu, apakah ibumu tidak akan merasa sedih, karena gagal mendidik anaknya?"

Halmar teringat salah satu temannya. Seorang pemain sepak bola profesional, yang kini kehilangan segalanya—sponsor, kepercayaan penggemar, bahkan cinta anak dan istrinya—karena pegawai hotel yang dia tiduri membeberkan hubungan sesaat mereka di media sosial—tak lama kemudian video hubungan badan mereka bocor—dan menjadi bahan perbincangan masyarakat luas. Pada zaman sekarang, zaman keterbukaan informasi, sudah tidak akan bisa lagi orang menjaga rahasia. Lebih baik hidup bersih.

Begitu mobil Halmar berhenti di depan rumah Alesha, Kaisla langsung menghambur ke pelukan kakeknya. Manis sekali keponakan Halmar hari ini. Memakai gaun berwarna putih dengan gambar bunga merah muda dan biru di seluruh bagian dada. Rambutnya diikat dua di sisi kiri dan kanan. He's never seen anything so cute in his life.

"Oh, beratnya cucu kesayangan Opa." Ayah Halmar pura-pura kesulitan mengangkat tubuh cucunya. "Opa sudah bilang kan, Isla, kalau masih mau digendong Opa, Isla jangan makan banyak-banyak. Nanti Opa tidak kuat."

Kaisla terkikik riang. "Isla suka makan banyak, mau jadi besar seperti Mama."

"Yang benar saja, Pa? Masa cucu sendiri nggak boleh banyak makan?" Halmar mengikuti ayahnya masuk ke rumah dan mengumpat keras sekali ketika kakinya menginjak sesuatu. Kepingan LEGO. Banyak ranjau di rumah Elmar.

"Mama! Om Halmar bicara kotor!" Kaisla berteriak mengadu kepada ibunya.

"Nanti biar Mama cuci mulut Om Halmar pakai sabun cuci piring. Mama sikat bersih-bersih." Tanggapan Alesha membuat Halmar tertawa.

"Bunga yang cantik untuk kakak ipar yang paling cantik." Halmar menyerahkan buket bunga mawar kuning kepada Alesha. "Kalau yang ini, bunga buat keponakan Om Halmar yang paling cantik." Untuk Kaisla, Halmar membelikan pot kecil berisi satu batang bunga matahari hidup yang sedang mekar. Dwarf sunflower. Bunga matahari cebol.

"Bunga matahari!" seru Kaisla sambil meronta turun dari gendongan kakeknya. "Isla suka bunga matahari. Besar. Bagus. Cantik."

"Seperti Isla." Halmar mengelus rambut keponakannya.

"Sudah lama banget aku nggak dapat bunga kayak gini." Alesha tersenyum bahagia lalu mencium pipi Halmar. "Terima kasih, Halmar."

"Jadi Elmar nggak pernah romantis seperti ini?" Halmar memeluk Alesha erat-erat. "Kalau begitu, kenapa kamu memilih Elmar dulu? Bukan aku?"

***

Baca cerita Kaisla dan ayahnya dan perjuangannya memenangkan hati ibu baru dalam A Wedding Come True. Cek pekerjaan/daftar bacaanku di Wattpad :-)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top