8. The Dark Wizard
Cheonsa duduk di jendela kamarnya, pandangannya menerawang ke luar, menatap dunia elf yang dipenuhi kemegahan, namun menyembunyikan banyak rahasia gelap. Dia tahu bahwa untuk mencapai tujuannya, kekuatan yang dia miliki saat ini belum cukup. Dalam ingatannya, terngiang kembali kata-kata dari ayahnya—ayahnya yang lain, penguasa kegelapan yang dulu mengajarinya tentang kekuatan. Dia pernah menyebut tentang seorang penyihir yang melakukan praktik ilmu hitam, seorang ketua menara sihir yang ditakuti dan dihormati oleh kalangan magis.
"Jika kau ingin kekuatan sejati," suara ayahnya terngiang di kepalanya, "cari pemilik Menara Sihir Hitam. Dia bisa memberimu kekuatan yang lebih besar, tapi setiap kekuatan memiliki harga."
Cheonsa tahu inilah saat yang tepat. Dia telah menyebarkan pengaruhnya di dunia elf, mengumpulkan jiwa-jiwa murni dengan lagu-lagu berhias mantra gelapnya. Namun, semua itu belum cukup untuk balas dendam besar yang ia rencanakan. Dia membutuhkan sihir tingkat tinggi, kekuatan yang bisa menghancurkan musuh-musuhnya dengan mudah. Dengan keyakinan baru, Cheonsa memutuskan untuk pergi ke Menara Sihir, tempat di mana praktik ilmu hitam tidak hanya diterima tetapi juga dipelajari.
...
Suasana di sekitar menara terasa mencekam. Menara Sihir menjulang tinggi, dengan bentuk arsitektur yang aneh dan bengkok, hampir seperti melawan gravitasi. Udara di sekitarnya terasa berat, dipenuhi dengan energi gelap yang berdesir dan berputar di sekeliling bangunan itu. Ketika Cheonsa tiba di depan gerbang besar yang dihiasi ukiran simbol-simbol kuno, dia tidak bisa menahan senyum tipis. Tempat ini penuh dengan kekuatan yang ingin dia kendalikan.
Menara itu dijaga oleh makhluk bayangan yang besar, dengan mata merah menyala dan sayap lebar yang terlihat lebih seperti kabut daripada substansi fisik. Cheonsa tidak gentar. Dengan percaya diri, dia mendekati gerbang dan mengangkat tangannya, mengeluarkan suara yang tegas namun tenang. "Aku di sini untuk bertemu dengan ketua menara."
Bayangan itu memandangnya dengan intens, seolah menilai niatnya. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, pintu besar itu terbuka dengan sendirinya, mempersilakannya masuk ke dalam kegelapan menara.
Di dalam menara, suasana berubah menjadi lebih menakutkan. Lorong-lorong panjang dihiasi dengan lilin-lilin yang hanya sedikit menerangi, dan suara desiran angin terdengar dari kejauhan. Cheonsa bisa merasakan bahwa setiap langkah yang dia ambil dipantau. Ada kekuatan besar yang bersembunyi di dalam dinding-dinding menara ini, menunggunya.
Akhirnya, dia tiba di ruangan besar yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan artefak magis. Di tengah ruangan itu duduk seorang pria tua dengan jubah hitam. Matanya yang berkilauan penuh kebijaksanaan dan ancaman, dan auranya dipenuhi dengan energi hitam yang membungkusnya. Ketua Menara Sihir Hitam.
"Kau datang ke tempat yang berbahaya, Cheonsa Custadio," suara penyihir itu rendah dan serak, tetapi setiap kata penuh kekuatan. "Apa yang kau inginkan?"
Cheonsa menatapnya tanpa rasa takut. Dia tahu bahwa permainan ini adalah permainan berbahaya, dan dia harus cerdik untuk memenangkan kepercayaan penyihir ini. "Aku membutuhkan kekuatanmu," jawabnya tanpa ragu, suaranya dingin dan penuh kendali. "Kekuatan sihir tingkat tinggi. Aku ingin negosiasi."
Penyihir itu mengangkat alisnya, tertarik. "Dan apa yang kau tawarkan sebagai gantinya? Kekuatan tidak datang tanpa harga."
Cheonsa tersenyum tipis, matanya berkilat penuh perhitungan. "Aku memiliki banyak jiwa murni yang terikat padaku. Mereka bisa menjadi alat yang sangat berguna bagimu. Lagipula, bukankah kekuatan sejati membutuhkan pengorbanan?"
Penyihir itu menatapnya lebih dalam, menilai setiap kata yang keluar dari mulut Cheonsa. "Menarik," gumamnya. "Tapi untuk mendapatkan kepercayaanku, kau harus membuktikan dirimu terlebih dahulu. Menara ini memiliki banyak ujian, dan hanya mereka yang layak yang bisa bertahan."
Cheonsa mengangguk, tidak gentar. "Aku siap. Apa pun ujiannya, aku akan melewatinya."
...
Cheonsa memasuki permainan berbahaya yang diciptakan oleh ketua menara sihir. Ujiannya bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dengan kekuatan fisik semata. Ini adalah permainan mental, sihir, dan manipulasi. Dia harus menghadapi ilusi yang sangat nyata, mencoba menggoyahkan kepercayaannya pada dirinya sendiri. Namun, setiap rintangan yang dia lewati hanya memperkuat keyakinannya bahwa dia tidak bisa dihentikan.
Ujian terakhirnya adalah berhadapan dengan versi dirinya sendiri, bayangan gelap yang memunculkan semua keraguannya. Bayangan itu tersenyum sinis, mencerminkan semua ketakutan yang ada di dalam dirinya. Namun, Cheonsa tidak goyah. Dengan satu mantra kuat, dia menghancurkan bayangan itu, menegaskan dominasinya atas ketakutannya sendiri.
Ketika dia kembali ke ruang utama, ketua menara menatapnya dengan kagum yang samar. "Kau telah membuktikan dirimu. Kau layak mendapatkan kekuatan sihir yang kau inginkan," ucapnya perlahan. "Namun, ingatlah, setiap kekuatan datang dengan harga. Jangan lupa apa yang kau pertaruhkan."
Cheonsa hanya tersenyum. "Aku tidak pernah lupa. Aku akan mendapatkan semua yang kuinginkan."
[Masih harus direvisi]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top