16. Unexpected Meeting

Di balik gemerlap konser besar yang baru saja berakhir, Cheonsa merasa aura kemenangan malam itu begitu tebal di sekelilingnya. Sorakan, tepukan, dan gemuruh pujian masih terngiang di telinganya ketika sang manajer mendekat, ekspresi wajahnya sedikit tegang namun mengisyaratkan berita yang menarik.

"Cheonsa, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Dia bukan orang sembarangan dan siap membayar tinggi demi mendapatkan sesi pribadi denganmu," bisik manajernya, penuh rahasia.

Cheonsa mengangguk perlahan, penasaran siapa yang begitu berani dan ambisius untuk bertemu dengannya, apalagi di waktu yang begitu mendadak. Mengikuti manajernya melalui lorong-lorong tersembunyi di balik panggung, Cheonsa akhirnya tiba di sebuah ruangan VIP yang sepi, diterangi cahaya lilin yang temaram dan ditutupi tirai tebal. Di tengah ruangan itu, seorang pria paruh baya berdiri, mengenakan jubah hitam dengan detail emas di bahunya, menandakan statusnya sebagai bangsawan.

Pria itu menunduk hormat, pandangan matanya tajam penuh tekad. "Putri Cheonsa, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Marquess Teon Govert," ucapnya dengan suara yang tegas namun penuh pengendalian diri. "Saya adalah tangan kanan mendiang ibumu yang tercinta."

Nama itu terngiang di ingatannya—Teon Govert, seorang bangsawan tangguh dan setia yang dulunya berdiri di samping ratu. Marquess Govert adalah salah satu dari sedikit orang yang benar-benar setia pada ibunya, seorang strategis ulung yang selalu berdiri di belakang kekuasaan sang ratu. Seseorang seperti dirinya tidak akan datang hanya untuk basa-basi.

"Kedatangan saya ini bukan sekadar untuk bernostalgia, Putri Cheonsa," lanjutnya, suaranya merendah, penuh rahasia. "Saya datang karena saya tahu tentang rencanamu, rencana untuk merebut kembali takhta yang seharusnya menjadi milikmu. Saya siap memberikan dukungan penuh. Mendiang ibumu selalu menaruh harapan pada masa depanmu."

Cheonsa menyeringai tipis, menyadari kesempatan emas yang datang tepat pada waktunya. Dengan pengalaman dan sumber daya Marquess Govert, dia bisa membangun sesuatu yang lebih besar, aliansi yang lebih kuat dan berbahaya. Perbincangan mereka berlanjut dengan perencanaan dan pembahasan yang intens, membicarakan rencana yang lebih gelap untuk memperluas kekuasaannya secara tersembunyi, namun efektif.

Sebagai langkah pertama dari rencana mereka, Cheonsa memutuskan untuk membentuk pasukan rahasia, sebuah pasukan bayangan yang terdiri dari makhluk gaib yang diikat dengan sihir gelap. Lewin, si alkemis gila, bersama para penyihir hitam dalam aliansinya, akan membantu membangun kekuatan baru ini. Di bawah bimbingan Rehant, para penyihir Rehant dengan cerdik menciptakan kutukan untuk membangkitkan makhluk-makhluk terkutuk yang siap diperintah oleh Cheonsa. Mereka adalah pasukan yang tak terlihat, yang dapat menebar teror tanpa diketahui. Misinya jelas: menghancurkan musuh-musuh Cheonsa dari bayang-bayang tanpa meninggalkan jejak.

Tak cukup hanya dengan kekuatan bayangan, Cheonsa juga mulai memainkan manipulasi politik dan keagamaan untuk mempengaruhi pandangan publik. Dia dengan licik menyebarkan ajaran yang mengangkat kebebasan dalam bentuknya yang paling radikal, memicu orang-orang untuk memberontak melawan otoritas yang sudah ada. Lambat laun, sekte pengikut kegelapan terbentuk—orang-orang yang setia pada prinsip kebebasan yang Cheonsa ajarkan, meski dalam bentuk yang bengkok. Mereka, yang tertindas dan merasa diabaikan, melihat sosok Cheonsa sebagai penyelamat dan pemimpin baru yang siap menggantikan rezim lama.

...

Suatu malam, setelah serangkaian pertemuan yang mendebarkan, Marquess Govert datang membawa sebuah hadiah khusus untuk Cheonsa. Dia menyerahkan sebuah foto lama yang terlihat usang namun penuh kenangan. Di dalamnya tergambar Cheonsa saat kecil bersama sang ibu dan beberapa pria—para ayah yang dulu adalah bagian dari keluarganya.

Cheonsa memegang foto itu dengan ragu, menatap dalam-dalam pada wajah-wajah yang hanya tinggal bayangan. Air mata tanpa sadar mengalir di pipinya, perasaan yang begitu lama terpendam seakan meledak keluar tanpa peringatan. Foto itu adalah potret masa lalu yang telah hancur, yang telah menjadikannya seperti sekarang.

Saat itu, Eros, sang ksatria terkutuk yang berdiri di sampingnya, melihat kerentanan dalam diri Cheonsa yang jarang sekali dia perlihatkan pada siapa pun. Dengan lembut, dia menyentuh bahu Cheonsa, memberi kehangatan yang mengalir seperti gelombang kecil yang menenangkan hati.

"Kau tidak perlu menghadapi ini sendirian, Putri," bisik Eros, suaranya lembut, penuh ketulusan. "Aku di sini, untuk melindungimu."

Cheonsa memandang Eros dengan tatapan yang berbeda—untuk sesaat dia tidak melihatnya hanya sebagai alat, tetapi seseorang yang benar-benar peduli. Perlahan-lahan, dinding dingin yang biasa dia bangun di sekelilingnya runtuh, memberi ruang bagi rasa percaya yang nyaris asing baginya. Eros bukan hanya ksatria terkutuk di bawah perintahnya; dia adalah pelindung setia, seseorang yang mungkin lebih dari sekadar alat untuk balas dendamnya.

Namun, saat senyum Eros mulai muncul, Cheonsa menutup rapat perasaannya. Dia tahu bahwa dalam permainan kekuasaan ini, kelemahan adalah pintu menuju kehancuran. Maka, meski hatinya sempat tersentuh, dia tidak membiarkannya mempengaruhi keputusan.

Tatapan Cheonsa kembali dingin, namun dalam hati, bayang-bayang dukungan Eros dan aliansi yang baru saja dia bangun memberinya kekuatan baru. Dia tahu bahwa takhta yang diincarnya hanya tinggal selangkah lagi.

[Masih harus direvisi]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top