10. The Assassin

Cheonsa semakin tenggelam dalam ketenarannya. Konser besar dan kekuatan yang terus bertambah membuatnya menjadi bintang yang bersinar terang, tetapi seperti layaknya api yang menarik perhatian, dia juga memancing bahaya. Musuh-musuhnya mulai bergerak dalam bayang-bayang, iri dan merasa tersaingi oleh kekuasaan yang telah ia peroleh. Mereka tidak tinggal diam—dan mereka memutuskan untuk mengambil langkah drastis.

Malam itu, di sebuah tempat yang tampak tenang, Cheonsa berdiri di belakang panggung setelah penampilan memukau lainnya. Kilau gemerlap dari lampu-lampu konser masih terasa di udara, tetapi ada sesuatu yang mengusik. Tiba-tiba, sebuah aura dingin dan mengancam terasa mendekat, seolah malam itu menyimpan rahasia gelap yang tak terduga.

Tanpa suara, sosok pembunuh bayangan muncul dari balik kegelapan. Dia adalah Ishac, seorang assassin yang legendaris, dikenal karena ketepatan dan kemampuannya dalam membunuh tanpa ampun. Wajahnya tersembunyi di balik tudung hitam, matanya berkilat dengan intensitas dingin yang membuat siapa pun gentar. Ishac adalah sosok yang misterius dan tak terhitung asal-usulnya, membuatnya menjadi ancaman yang tak terduga.

Cheonsa, yang telah waspada, segera menyadari kehadiran sosok asing tersebut. Sebelum serangan sempat dilancarkan, dia berbalik dengan senyum licik di wajahnya. Dia tak tergoyahkan. Bukan karena dia tidak takut, tetapi karena dia tahu betul bahwa kekuatan dan pesona yang dimilikinya dapat menaklukkan siapa pun, bahkan seorang pembunuh bayaran.

"Aku tahu mengapa kau di sini," ucap Cheonsa dengan suara lembut namun penuh kendali, sementara matanya memicing menatap Ishac. "Kau dikirim oleh mereka yang merasa terancam olehku. Mereka pikir kau bisa menghentikan jalan yang telah aku pilih?"

Ishac tidak merespons, diam dan dingin. Matanya tetap fokus pada targetnya, menilai, mempertimbangkan langkah selanjutnya. Tapi Cheonsa bukanlah orang yang mudah ditaklukkan.

Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, suaranya menjadi bisikan yang menggoda. "Kau mungkin seorang pembunuh berdarah dingin, Ishac. Tapi aku melihat sesuatu yang berbeda dalam dirimu. Potensi besar yang bisa kubantu untuk berkembang lebih jauh lagi."

Dengan satu gerakan halus, Cheonsa mendekat, mengulurkan tangannya, hampir menyentuh lengan Ishac. "Daripada membunuhku, bagaimana jika kau bergabung denganku? Bersama, kita bisa meraih lebih dari sekadar harta atau janji dari klien-klien lamamu. Kekuatan dan kebebasan yang sesungguhnya, Ishac."

Namun, tatapan Ishac tetap tak tergoyahkan. Di dalam dirinya, dia merasakan daya tarik yang kuat dari kata-kata Cheonsa, tetapi tugasnya bukanlah hal yang mudah untuk diabaikan. Dia adalah pembunuh bayaran, dan keahliannya tidak dijual begitu saja. Lagi pula, klien yang mempekerjakannya telah menawarkan harta dan jaminan hidup yang jauh lebih besar daripada tawaran apa pun yang pernah dia dapatkan.

Tapi Cheonsa tidak berhenti begitu saja. Dia memanfaatkan setiap momen untuk menggoda dan memanipulasi. "Pikirkan, Ishac. Bukankah lebih baik berdiri di sisi mereka yang berkuasa, daripada tunduk pada mereka yang mempekerjakanmu? Aku bisa memberikanmu lebih dari yang kau bayangkan. Kau akan menjadi pelindungku, pelindung bayangan yang selalu ada di sisiku. Bersama-sama, kita bisa menghancurkan musuh-musuh kita."

Namun, meskipun tergoda, Ishac tetap teguh. "Aku dibayar untuk membunuh, bukan untuk berjanji. Jika kau ingin hidup, tunjukkan nilaimu."

Cheonsa tersenyum sinis, menyadari bahwa ini bukan pertarungan yang bisa dimenangkan dengan pesona saja. Tapi dia tahu, jika dia terus menggoda Ishac dengan kekuatan, ketenaran, dan kesempatan untuk menjadi lebih dari sekadar pembunuh bayaran, maka pada akhirnya, dia akan menundukkan sang assassin. Lagipula, Cheonsa selalu mendapatkan apa yang diinginkannya.

Malam itu, Ishac tidak menurunkan pedangnya, tetapi dia juga tidak menyelesaikan tugasnya. Dia memberikan waktu untuk mempertimbangkan tawaran Cheonsa, sementara sang putri kegelapan sudah merancang langkah-langkah selanjutnya. Baginya, ini adalah permainan yang belum selesai, dan dia selalu menjadi pemain yang unggul.

Dengan wajahnya yang tetap tak terbaca, Ishac memberikan anggukan kecil sebelum menghilang ke dalam kegelapan. Cheonsa menatap ke arah di mana pembunuh itu menghilang, senyumnya semakin melebar. Dia tahu bahwa cepat atau lambat, Ishac akan kembali. Dan kali ini, bukan untuk membunuhnya—tetapi untuk menjadi pelindung bayangan yang setia, seorang pembunuh di bawah komandonya.

[Masih harus direvisi]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top