41. Shizuka Dipulangkan

BAB XLI

Shizuka Dipulangkan

Negeri gurun yang bersimbol matahari masih menyisakan begitu banyak kesedihan karena gugurnya sang Raja Muda yang selama beberapa tahun ini memimpin Kerajaan Matahari. Tak dipungkiri bagi mereka, kabar duka ini amat menguncang dan menyakitkan untuk diterima. Rakyat menggelas acara berkabung selama berhari-hari untuk mengungkapkan betapa mereka merasa hancur dan kehilangan.

Tak jauh beda dari kondisi negeri yang sedikit kacau karena kabar duka ini, sang Ratu Kerajaan Matahari pun merasakan hal yang sama, bahkan jauh lebih merasa menderita karena Achiromaru Akashi telah tiada. Laki-laki yang sudah beberapa bulan ini menjadi suaminya, rela mengorbankan nyawa karena untuk mengantikan posisinya. Seharusnya, Shizuka lah yang mengalami hal ini, yang menghadapi kematian ini, namun Akashi dengan tanpa berpikir panjang melindungi dirinya dari tusukan pedang Sotaru. Menjadi tameng bagi Shizuka dan rela kehilangan nyawa karena dirinya.

Desakan air mata tak bisa ditahan, ketika dengan tanpa sengaja pikirannya kembali membawa pada pertiwa menyakitkan beberapa minggu lalu. Di Gurun Neraka, perang besar dua Kerajaan yang akhirnya memilih untuk mendamaikan diri, melakukan gencatan senjata. Kedamaian itu didapat, namun dengan bayaran nyawa sang Raja yang tak bisa diselamatkan. Semahal itu, harga yang harus dibayar untuk menyelamatkan dua negeri dari kehancuran dan keserakahan.

"Kalau saja aku bisa menyelamatkanmu, Akashi-Douno." Suara gadis itu berbisik, menyentuh gelang pusakan milik klan Chizuuru, sebelah tangannya terlihat mengenggam kalung bersimbol matahari yang sudah dilepaskan Akashi sebelum lelaki itu memejamkan mata selama.

Walau kesedihan itu menggerubungi hati, rasa kehilangan tak semudah itu disingkirkan, apalagi dengan kenangan-kenangan yang mudah terbayang saat menatap, melewati atau mendengar nama sang terkasih, pasti ingatan menyakitkan itu hadir. Tetapi, Shizuka tak ingin dirinya terus dikubangi rasa menyakitkan ini, hidup harus terus dijalaninya meski sang suami yang selama beberapa bulan menemani hari-hari—walau pernikahan yang mereka jalani hanyalah strategi belaka untuk bisa menyusun rencana.

Kembali seperti sedia kala, di istana Klan Achiromaru, Shizuka menjadi seorang tabib dan akan mengobati siapa pun yang terluka.

"Hanare, apakah kau sudah selesi menjemur ramuannya. Coba kaulihat di pekarangan?"

Dari dalam ruangan, Shizuka berjalan dan mendekati Hanare yang membawa beberapa keranjang pipih yang berguna untuk wadah akar-akaran dan ramuan yang harus dikeringkan terlebih dahulu. Menggunakan sebelah tangannya untuk merasakan tumbuhan itu sudah cukup kering atau belum, Shizuka lantas tesenyum dan menyerukan agar ramuan itu dipisahkan sesuai dengan jenis-jenisnya.

Dari arah selatan, terlihat salah sau sosok petinggi yang menghampiri Shizuka. Laki-laki itu lantas memberi hormat dan mengajak Shizuka untuk menuju ruangan rapat yang akan dihadiri oleh para petinggi kerajaan dan keluarga inti lainnya.

"Nyonya Besar, setelah memutuskan untuk memberi hukuman penjara kepada Yakumi Sotaru sampai batas yang belum ditentukan―kemungkinan seumur hidup. Para Petua menyerukan agar kami memeriksa dan mencari apa pun yang bisa dijadikan sebagai petunjuk, selain kesaksian Nyonya Besar saat Tuan Besar Akashi meninggal dunia dan menginginkan Yakumi Sotaru untuk tidak dihukum mati.

"Dan kami menemukan sebuah surat dengan nama Nyonya Besar di atas pembungkus. Di ruangan Tuan Besar Akashi, kami berasumsi bahwa itu adalah wasiat Tuan Besar. Itu sebabnya, kami akan menyerahkannya kepada Nyonya besar, semoga saja di sana ada petunjuk untuk kelangsungan Kerajaan Matahari."

Shizuka menganggukkan kepalanya, masih mengikuti Shiranue yang terus membimbingnya menuju ruang rapat yang sudah diisi oleh para petinggi lain dan petua, dengan sebuah surat peninggalan Akashi yang akan diserahkan kepada Shizuka. Masih terbungkus rapi, belum terbaca.

Saat mereka memasuki ruangan, para petinggi dan petua yang ada di meja bundar pun berdiri, memberi hormat kepada Nyonya Besar. Melihat hal itu, Shizuka pun membalas mereka dengan ikut menundukkan kepala hingga punggu. Melangkahkan kaki ketika Shiranue menyerukan untuk masuk dan duduk di salah satu kursi kosong yang sudah disediakan.

Para Petua memulai rapat ini dengan memberi sambutan hormat untuk Shizuka yang kali kedua bergabung dalam rapat Kerajaan Matahari, sebelumnya ia diikut sertakan karena menjadi saksi dari keinginan Akashi yang agar Yakumi Sotaru tak dihukum mati.

"Ini adalah surat yang kami temukan di laci meja kerja Tuan Besar Akashi, di bawah lipatan buku paling akhir. Bertuliskan nama Nyonya Besar Shizuka di atas pembungkusnya." Tangan dari salah satu Petua memberikan kertas berpemungkus itu yang diasumsikan sebagai wasiat dari Achiromaru Akashi.

Menghirup napas untuk menghilangkan perasaan tak mengenakan di hati karena mengingat suaminya kembali, Shizuka pun menerima surat tersebut, kemudian membaca ukiran namanya yang tertulis dibagian atas kertas pembungkus.

Napasnya terasa sesak karena menyadari itu adalah tulisan dari Achiromaru Akashi. Rasa rindu langusng menyebar di hatinya, laki-laki baik hati yang selalu menolong dan tersenyum kepadanya. Ia begitu rindu.

Sesaat, Shizuka terdiam. Ia kemudian menatap para Petuah, dan mengangukkan kepala karena mengerti isyarat yang dilayangkan kepadanya. Untuk membaca isi surat tersebut. Dengan perlahan, jari-jarinya pun membuka pembungkus, dan menemukan sebuah kertas berlipat tiga cukup panjang, kira-kira sampai ke 10 cm.

.

.

.

Kepada sosok yang membuatku bahagia, Shizuka.

Bersamamu serasa begitu sempurna, kutahu kau tak merasa hal yang sama.

Tetapi ....

Setidaknya, bolehkah aku memberimu sesuatu yang paling kaudamba?

Jangan sedih, khawatir atau merasa duka karena kehilangan. Sesungguhnya ini adalah hal yang kuinginkan. Takdirku telah terbaca, Shizuka. Aku melihatnya seperti ilham dari Yang Maha Kuasa.

Hapus air matamu, pengorbananku adalah kebanggaan yang paling berarti, bagimu juga dua Kerajaan Besar.

Aku sangat menyayangi Aniue, tetapi kutahu dia sangat keterlaluan, dia tak salah Shizuka, jangan membencinya. Diperlakukan sehina itu oleh ayahmu sendiri sangatlah menyakitkan dan menyayat jiwa. Memikirkan jalan terbaik yang ada di benak Aniue adalah dengan membalaskan denda. Aniue membutuhkan pertolongan. Sudikah kau memikirkannya demi diriku, Shizuka? Aku tahu, Hakudoshi Rei-Douno pasti memiliki jalan tengah untuk masalah ini.

Dan yang terakhir, ketika lambang matahari yang melingkari lehermu telah dilepaska oleh tanganku sendiri dalam keadaan sadar, maka kau terbebaskan dari segala ikatan yang melibatkan dirimu dengan Kerajaan Matahari.

Kau berhak mendapatkan bahagian, Shizuka. Aku telah berbahagia karena menemukan sosok dirimu, tetepi aku tahu kau tak berbahagia karena diriku. Ambilah bahagiamu, dengan kembali ke desa tepat kau dibesarkan. Hiduplah dengan hati dan keinginanmu.

Aku merestui kepulanganmu ke desa asalmu, Shizuka.

Sosok yang ingin selalu melindungimu, dan begitu memujamu Achiromaru Shizuka,

Achiromaru Akashi.

.

.

.

Napa terputus-putus, tetes demi tetes air mata mengalir dan membasahi kertas yang dipengang oleh kedua tangan gemetaran. Seguk tetahan, bibirnya digigit untuk menghalau suara tangis dan isakan. Shizuka, sosok gadis yang namanya berkali-kali dituliskan di dalam surat pun tak bisa lagi berkata-kata. Dalam kerinduaan dan duka yang kembali datang, direngkuhkan sepucuk surat yang mengisahkan sepenggal isi hati dari sang Raja yang telah tiada.

Sedalam itukah, seperti itukah perasaan Akashi terhadapnya, kenapa? Kenapa lelaki itu tak mengatakan apa-apa? Hanya selalu mendukungnya, dan seperti merestui perasaan Shizuka yang menyukai lelaki lain.

Apakah ini yang dinamakan cinta yang sebenarnya? Merelakan agar yang dicinta bahagia?

.

.

.

Mengetahui wasiat yang tertulis di secarik surat, para petinggi Kerajaan Matahari pun mulai merundingkan apa yang disampaikan Raja mereka yang telah tiada.

Tidak mungkin mereka mengingkari keinginan sang Raja yang sudah tersampaikan, mengenai sosok Nyonya Besar juga masa depan Kerajaan Matahari kedepannya. Saling memberikan pendapat dan masukan, juga analisis dengan apa yang akan dialami oleh negeri ini jika tak diteruskan oleh keluarga inti.

"Tetapi, Hitosuta-sama, tidakkah terlalu gegabah jika kita menyerahkan takhta kepada yang bukan keluarga inti Tuan Besar?"

Terdiam sejenak, sambil mengelus janggutnya, Hitosuta pun menghela napas.

"Saya percaya, kalau Akashi-Douno lebih memahami apa yang beliau pikirkan dan katakana. Semua yang diwasiatkan oleh Mendiang Raja adalah titah yang tak bisa kita ingkari. Lagi pula, Yakumi Sotaru tak bisa diharapkan lagi, Hakudoshi Rei-sama lah yang akan menaganinya dan mengawasinya nanti. Kita sudah meminta izin Rei-sama dan beliau menyanggupinya."

"Tetapi, Ashura-sama garis keturunannya adalah seorang perempuan."

Yang dikhawatirkan pun masih tak bisa dikesampingkan. Jika seorang wanita yang naik takhta ketika Ashura tiada, sangat dinilai tidak mengikuti adat dan tradisi karena wanita tidak dilahirkan untuk memimpin negeri.

"Kalau begitu, masalah itu nanti bisa kita bicarakan lagi dengan Ashura-sama, beliau adalah Penasihat kepercaan Akashi-Douno. maka dari itu, beliau pasti bisa mencarikan jalan keluar untuk kita nantinya. Sekarang, lebih baik kita laksanakan keinginan Tuan Besar yang lainnya, yaitu memulangkan Nyonya Besar ke tempat beliau dibesarkan."

Anggukan-anggukan pun dilakukan para petinggi dan petua klan yang berkumpul untuk membicarakan wasiat Achiromaru Akashi, tak mereka sangka awlanya keputusan sang raja sangat jauh dari ekspektasi mereka. Mengenai permasalahan pewaris, hukuman Yakumi Sotaru, bahkan Chizuuru Shizuka yang akhirnya dipulangkan kembali ke desa tempat dia dibesarkan.

.

.

.

Mengetahu tentang keinginan Akashi tak lantas membuat Shizuka merasa senang karena akan dipulangkan ke Desa Kitsune, malahan gadis itu memutuskan untuk terlebih dahulu tetap tinggal beberapa bulan lagi untuk mengabdikan diri kepada orang-orang yang memerlukan bantuannya untuk menyembuhkan diri dengan kemampuan sebagai seorang tabib.

Gadis itu juga membuka kelas bagi para anak gadis yang ingin belajar cara meramu tanaman untuk menurunkan demam, cara memilah tanaman yang tepat dan juga cara mengobati luka fisik yang benar.

Ia setidaknya ingin meninggalka sesuatu yang berharga bagi Kerajaan ini, setidaknya lagi ketika ada warga desa yang terluka karena terkena senjata tajam, tak lantas dibiarkan karena mereka sudah tahu cara untuk mengobati luka dengan benar. Orang-orang awam di desa ini memang agak banyak yang tak mengerti cara mengobati diri dari penyakit. Tabib juga tak terlalu banyak yang ada di Kerajaan Matahari.

Maka dari itu, saat Shizuka membuka kelas untuk tabib muda yang seusia bahkan ada yang lebih muda darinya, masyarakat pun sangat senang dengan kabar gembira itu.

"Baiklah, cara melilitkan perban sudah kalian kuasai, begitu pula dengan cara meramu obat herbal. Nah, sekarang yang diperlukan adalah bagaimana cara menanam tanaman obat di cuaca yang terik seperti di Kerajaan Matahari." Shizuka tersenyum, ketika melihat para gadis-gadis agak bingung sebab negeri mereka cukup tandus dan hanya hujan satu tahun beberapa kali.

"Bagaimana, Shizuka Shishou?"

"Nah, begini jadi nanti saya akan mengusulkan agar salah satu daerah yang cukup subur di Kerajaan Matahari, untuk menjadi pemasok ladang tanaman obat, sekita satu atau beberapa hektar saja sudah cukup. Tujuannya agar Kerajaan Matahari tidak perlu lagi bersusah paya untuk meminta izin atau bantuan ke kerajaan lain jika terjadi suatu penyakit menular yang menyerang negeri."

Para gadis pun semangat mendengar perkataan Shizuka.

"Kemudian, dari beberapa desa, saya juga usulkan agar negeri ini menyewa seorang tabib yang bisa mengajari lebih banyak ilmu kepada kalian semua, tidak hanya tabib dari wilayah ini, tetapi tabib dari luar desa juga agar pengetahuan pengobatan kalian menjadi luas."

Para gadis-gadis muda itu mengangguk-anggukkan kepalanya, tatapan berbinar mereka lesatkan kepada Shizuka yang berusia hampir sama seperti mereka semua tetapi sangat luar biasa. Apalagi pengetahunnya tentan dunia pengobatan.

Shizuka sangat terkenal di Kerajaan Matahari karena kebijakannya dalam ilmu pengobatan, membuat kelas, mendatangkan Shisho dari luar desa, dan juga membuat kebun tanaman obat sendiri yang sebelumnya belum pernah dilakukan di desa ini.

Ketika Shizuka ingin berpamit dari karena harus kembali ke desa asalnya, para gadis-gadis yang merupakan murid-muridnya pun menangis terisak-isak, tak rela sosok Shizuka pergi meninggalkan Kerajaan ini.

Tak hanya penghuni kelas, bahkan para penduduk desa yang menyadari Shizuka telah berbuat banyak untuk dunia pengobatan Kerajaan Matahari pun ikut bersedih. Mereka berkumpul disepanjang jalan dan memberi salam perpisahan dengan mengibarkan sapu tangan saat Shizuka duduk di dalam tandu dan melakukan perjalanan untuk kembali ke desa asalnya. Gadis itu menyibakkan korden yang terbuat dari bambu dan tersenyum kepada masyarakat negeri, melambaikan tangan dan mengangukkan kepala dengan haru.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top