31. Sihir Sotaru dan Pernikahan
BAB XXXI
Sihir Sotaru dan Pernikahan
Sang gads sedang berada di taman belakang sambil mengeringkan beberapa ramuan, tiba-tiba saja saat ia ingin berdiri karena sejak tadi menjongkokkan tubuh, mata emerald yang dimilikinya pun menatap kedatangan Akashi yang berjalan cepat dengan wajah yang jauh dari kata datar ataupun kalem seperti yang sering ia lihat. Lelaki itu mengerutkan alis cemas, dengan bibir yang mencebik tajam. Ketika sudah di depan wajahnya, lengan Shizuka langsung ditawan dan Akashi berbicara sambil menyoroti matanya dengan dingin.
"Apa yang Sotaru inginkan?"
Kelopak mata itu mengerjab, kenapa lelaki ini bisa mengetahuinya? Shizuka masih bingung, namun bisa saja kalau Sotaru yang memberitahukan Akashi, bukan?
"Kau tahu." Itu adalah sebuah pernyataan.
Jemari yang menggenggam lengan atas Shizuka, perlahan semakin mengerat. Lelaki itu kembali mendekatkan wajahnya dan mengikat pandangan Shizuka dengan memegangi dagunya, agar sang gadis selalu menatap ke arah bola mata Akashi.
Angin bertiup, udara yang cukup panas menyentuh kulit.
"Kami hanya berkenalan saja, bukankah dia akan menjadi kakak iparku juga nantinya?"
Kening itu semakin mengerut, Akashi tak bisa menerima perkataan yang diucapkan Shizuka.
"Kau menerima perjodohan ini? Kau bersedia dimantrai dan diikat dengan klanku, Nona Shizuka?"
"Kalau itu akan membuatku aman, kenapa tidak?"
Tarikan napas yang tajam terdengar jelas di telinga Shizuka, Akashi mencengkeram kedua bahunya dan mendekatkan jarak mereka. Lelaki itu benar-benar marah karena pernyataan yang diterima. Apa gadis ini tak punya pikiran hingga mau dimanfaatkan oleh klannya−kakaknya?
"Jangan membual, Shizuka. Kau berlagak tak tahu kalau kau adalah seorang tahanan yang sedikit diperlakukan dengan baik. Jika Sotaru sudah mendapatkan apa yang ia mau, kau akan diperlakukan sama sepertiku."
"Lalu kenapa kau tidak melawan? Ah, karena Matsuyuki-san? Atau karena kau takut dengan kakakmu yang gila itu?"
Akashi merenggangkan cengkeramannya pada bahu Shizuka, lelaki yang berambut cokelat pendek itu terlihat menundukkan kepala. Embusan napas pelan keluar dari celah bibirnya, menandakan ia tengah berpikir apakah harus mengatakan hal ini atau tidak kepada Shizuka. Saat kepalanya kembali menegak dan matanya lebih menyorotkan sebuah keyakinan ketika menatap emerald Shizuka, Akashi mengatakan alasannya kepada sang gadis, mengenai kenapa selalu mengikuti perintah Sotaru.
"Karena ... dialah yang bisa mengendalikan iblis di dalam tubuhku, Shizuka. Saat aku tidur, dia yang mengontrol aura iblis ini agar tak menguasaiku. Bukan hanya itu saja, kalau dia mau, dia juga bisa menghilangkan kewarasanku sekarang juga."
"Dengan membantai seluruh penduduk desa?"
Akashi awalnya terperangan karena mendengar perkataan Shizuka, namun kepalanya dengan perlahan mengangguk beberapa kali, bertanda memang benar kalimat yang telah diucapkan Shizuka.
Gadis itu mendesah pasrah, lengannya mencengkeram rambutnya, kepalanya mendadak pening. Hidupnya benar-benar penuh dengan kemelut dunia. Kenapa ini bisa terjadi di waktu yang sesingkat ini? Apa yang harus ia lakukan? Tidak ada yang bisa diperbuat dengan kemampuan seperti ini. Jika memilih kabur bersama Akashi pun, bisa jadi Sotaru mengendalikannya dari jauh. Sepertinya tubuh Akashi sudah dimantrai oleh Sotaru.
"Jadi, dia mengatakan hal itu kepadamu, ya? Sudah kuduga."
"Apa ... apa tak ada jalan lain bagi kita?"
"Ada, tentu saja."
"Be-benarkah?"
Shizuka terdiam dan menunggu perkataan Akashi, wajahnya terlihat lebih baik karena merasa lega.
"Pergilah dari sini. Kau tak perlu memedulikan aku dan rakyatku."
Wajah lega itu berubah menjadi keterkejutan, kemarahan dan tidak percaya menggambarkan ekspresi yang terpampang di muka Shizuka. Gadis itu menyingkirkan kedua tangan yang ada di bahunya, ia menatap marah lelaki berambut cokelat pendek itu.
"Dan membiarkan kau dan rakyatmu mati dengan sia-sia karena Sotaru? Tidak, Akashi. Aku akan gila karena memikirkannya, demi Dewa aku adalah seorang tabib yang selalu berusaha menyelamatkan nyawa seseorang."
"Tapi ini satu-satunya cara, Shizuka. Jika tidak, kau akan segera dimantrai dan dinikahkan denganku, kau harus kabur secepat mungkin. Sotaru mempercepat upacara pernikahan, dilakukan esok hari."
"Apa?"
Shizuka panik bukan main, apa yang harus mereka lakukan? Ia mencengkeram kepalanya dan berkeringat, Sotaru benar-benar di luar dugaan. Lelaki itu bisa memikirkan segalanya dengan cepat dan mengerikan, mereka tidak akan punya waktu untuk melarikan diri sekarang. Shizuka juga belum terlalu menguasai kemampuan kekkai-nya. Ia tak bisa membuat sebuah jurus untuk melindunginnya dari serangan manusia seperti kemampuan khas leluhurnya.
Tidak bisa, dia tidak siap untuk menerima semua yang terjadi. Kenapa hidupnya menjadi seperti ini? Ketakutan tiba-tiba saja menjalar di seluruh tubuhnya. Hatinya masih belum menerima keputusan ini, walau ia sudah bisa lebih memihak untuk bekerjasama dengan Akashi, tetapi ia kira pernikahan ini masih sebuah rencana saja, dan akan mereka lakukan di belakang hari. Ia berpikir, kemungkinan ia bisa menerimanya, lagi pula ini hanya kepura-puraan saja. Jika nantinya sudah bisa menguasai kekuatan tersohor klannya, maka ia akan mudah mengendalikan mantra itu, tak akan ada yang bisa mengendalikan atau mengekangnya. Namun, semua pemikiran itu akhirnya pupus sudah. Hari pemaksaan untuk terikat dengan klan Achiromaru sudah berada di depan mata.
.
.
.
Tidak ada yang bisa diperbuat, demi kelangsungan hidup rakyat Kerajaan Matahari, maka Akashi dan Shizuka pun menyetujui pernikahan yang dipercepat. Hari baru telah tiba, hanya ada orang-orang penting yang berkumpul di aula istana, di sana mereka sudah memakai kimono pernikahan. Akashi dan Shizuka sedang bersujut untuk meminta restu kepada Sotaru. Sang gadis berambut masih merasa kesal bukan main dengan lelaki itu, namun ia harus memasang ekspresi palsu.
Sang mempelai berdiri, menundukkan kepala hingga punggung saat biksu kuil memberkati. Akashi yang berdiri gagah diberikan sebuah kalung, dengan bandul matahari yang menjadi simbol kebanggaan Kerajaan Matahari. Akashi mengambilnya dari baki beralas bantalan merah yang diarahkan kepadanya, dan memakaikan kepada Shizuka. Saat tali melingkari leher sang gadis, maka sahlah Shizuka menjadi bagian dari klan ini. Secawan sake berada di tangan masing-masing sang pengantin, mereka berhadapan, menyilangkan tangan dan menghadapkannya di depan bibir, kemudian meminumkannya ke pasangan.
Tidak seperti upacara yang dilakukan secara resmi, pernikahan mereka ini hanya sebatas untuk mengikat antara mempelai agar menjadi suami-istri. Sotaru tersenyum tipis, saat melihat pasangan yang sedang berdiri dan diberikan nasihat oleh petuah klan yang rata-rata berusia lanjut. Mendapatkan Shizuka secara utuh sudah dilakukannya, yang tersisa hanyalah mengendalikan gadis itu secara menyeluruh dengan memantrainya. Namun, hal ini masih belum bisa dilakukan Sotaru, gadis itu dan Akashi sepertinya telah merencanakan sesuatu, ia juga belum bisa memperhitungkan bagaimana reaksi kekuatan spiritual Shizuka jika diberikan mantra sihir.
Tidak ada informasi yang menjelaskan apakah kekkai klan Chizuuru dapat menghalau kekuatan mantra? Atau mereka memang bisa menggunakannya untuk menghalau apa saja? Jika sampai Shizuka bisa mengendalikan mantranya bahkan sebelum kekuatan gadis itu utuh dikuasai, maka Sotaru berada dalam risiko yang akan membuat semua yang dilakukan sia-sia hingga menyebabakan kekalahan menimpahnya. Tentu saja, jika yang dipikirkan Sotaru benar, maka pasti Shizuka akan membebaskan mantra yang mengikat Akashi dan iblis di tubuh adiknya itu. Kalau sudah begitu, satu-satunya yang dilakukan adalah kudeta dan mencetuskan perang sipil.
.
.
.
Malam hari yang dingin, cuaca di gurun sangatlah eksrtem dan berubah-ubah. Jika di siang hari bisa sangat panas, maka di malah hari serasa membekukan. Ryunosuke menerbangkan diri, dengan sepasang sayap kelelawar yang mengerikan. Tubuh cokelatnya tak memedulikan angin malam yang bertiup kencang, terkadang badai gurun juga bisa datang dengan tiba-tiba. Ia sudah berada di perbatasan desa, terus membelah area padang pasing, maka benteng yang mengilingi kawasan Kerajaan Matahari akan terlihat, pun dengan celah panjang yang menjadi pintu gerbangnya.
Ia tidak perlu memasuki area itu, malam yang sudah cukup larut, menjadikan para penduduk yang awalnya beraktivitas lebih memilih berdiam di rumah, apalagi cuaca tak ramah yang tiba-tiba datang cukup membuat mereka mengerutkan kening khawatir jika harus lebih lama di luar rumah. Para penjaga juga tak mungkin bisa melihatnya dari ketinggian seperti ini, ia yang memiliki kulit gelap dalam wujud iblis cukup sulit dipandang dalam pekatnya malam tanpa rembulan. Apalagi awan-awan begelung dan membentuk sebuah pertahanan untuk ikut menyembunyikan tubuhnya. Hari yang sempurnah untuk melakukan misi penyelidikan ini.
Mata peraknya mencari aura Shizuka, cukup sulit ia melakukan karena harus memeriksanya satu persatu. Ia mencari bagunan yang paling megah di antara rumah-rumah penduduk.
Ia melihatnya, di kawasan tebing yang tinggi cukup jauh dari pusat kota, di atas sana bertempat sebuah bagunan besar seperti istana, konstruktur bagunan di Kerajaan Matahari memang terbuat dari tanah dan bata, tidak seperti istananya yang dominan adalah kayu dan atap. Ia langsung mengepak kuat sayapnya, memasuki area benteng istana dengan perlahan, bersembunyi di balik bagunan yang satu dan yang lainnya. Mencari dan terus mencari, menelisik aura yang dikenalnya dengan baik, walau membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Di sana."
Mata peraknya bersinar ketika menangkap energi spiritual Shizuka. Ia menungkik tajam, seperti elang yang ingin menyambar mangsa.
Akhirnya ia menemukan gadis yang dirindukannya, di malam yang gelap gulita. Mengais mencoba mencari jejak sang terkasih yang sudah hampir tak ia jumpai setelah berminggu-minggu dan tiada kabar. Akhirnya hari ini tiba, ia tak akan peduli walau harus melawan siapa saja untuk mendapatkan gadis impian yang telah membawa hatinya itu.
Ryunosuke menyunggingkan senyum, ia berdebar karena menemukan aura keberadaan Shizuka, gadis pujaannya.
.
.
.
Malam setelah upacara adalah yang paling dinanti bagi pasangan suami-istri baru, tetapi itu bagi mereka yang saling mencintai, namun tidak dengan Shizuka ataupun Akashi. Mereka sangat cemas bukan main, tak ingin tetapi harus dilakukan, mereka dipaksa untuk saling mengikat diri.
Pasangan itu masih di kamar yang berbeda untuk masing-masingnya. Shizuka sedang bersama para dayang, sedang mandi di bak kayu dengan campuran kelopak mawar, minyak wangi dan aroma terapi. Tubuhnya dipijat, disabuni hingga bersih dan diberikan pelembap berbahan minyak zaitun yang dicampurkan aroma kasturi. Tubuhnya dipakaikan kimono tipis namun terlihat mewah, rambunya disanggung sederhana sehingga gampang dilepas nantinya. Shizuka merasa bahwa dirinya sekarang telah bertansformasi menjadi sesuatu yang asing. Ini bukan bau tubuhnya, ini tecium lebih menggoda, dan terlihat sangat menawan. Tipikal untuk gadis yang akan melewati malam pertamanya. Ini mengerikan.
Ia dimasukkan ke kamar yang sudah dihiasi, ranjang yang ditaburi bunga, lilin-lilin yang menyala namun tetap memberi kesan redup dan tak terlalu menyinari seluruh ruangan. Tempat tidur berkelambu yang juga dihiasi bunga di sisi-sisinya. Hingga aroma ruangan yang sangat enak dicium. Shizuka duduk di bantalan, di sampingnya ada meja yang berisikan berbagai hidangan. Teh diteko dan sedang ditungku kecil agar panasanya terjaga, dua botol arak beserta cawan, manisan dan kue lainnya yang akan menemani obrolan pasangan pengantin sebelum melakukan tujuan utama.
Shizuka menarik napas, ia berjengit saat terdengar bunyi geseran dari pintu ruangan. Seorang lelaki yang sudah menjadi suaminya memasuki kamar, tangan Shizuka gemetar tanpa bisa ditahannya. Matanya menatap jemarinya yang saling menggenggam dan berkeringat.
Laki-laki itu duduk di sampingnya, di sisi meja lainnya yang memang disediakan bantalan untuk Akashi. Tak ada percakapan untuk beberapa saat, hingga Shizuka menuangkan teh dari teko kepada gelas tembikar yang sudah disediakan. Ia memberikan teh hijau kepada Akashi, tak melihatnya sama sekali dan lelaki itu pun sepertinya melakukan hal yang sama.
"Ini, Douno."
Embusan napas terdengar, berat suara itu pun memasuki gendang telinga mereka.
"Aku bener-benar menyesali semua ini, Nona Shizuka."
Uluran tangan Akashi menerima gelas itu dan sang lelaki menggengamnya erat, sebelum meneguk sedikit cairan hijau yang menghangatkan.
"Aku yang tak bisa cepat mempelajari kekkai sempurna klanku, Douno."
Desahan terdengar, Akashi menggelengkan kepalanya.
"Tidak, itu bukanlah sesuatu yang akan didapat dengan mudah, Nona Shizuka. Meski kau adalah keturunan inti."
"Tetapi, jika saja ...."
"Aku benar-benar minta maaf. Tetapi, setidaknya Sotaru belum curiga mengenai kerjasama kita."
Shizuka terdiam, dalam benaknya memikirkan apakah yang dilakukannya ini benar atau salah, mengorbankan diri dan perasaan untuk orang-orang yang bahkan tak dikenalinya. Namun, hatinya juga tak bisa membenarkan kalau melarikan diri dari masalah ini adalah suatu kebenaran. Tiba-tiba saja Shizuka menolehkan pandangnnya kepada Akashi, ia menatap mata lelaki itu.
"Kalau ... kalau kita membunuh Sotaru, apakah kita akan menang? Aku bisa saja mencoba untuk mengekang energi iblis yang bersarang di tubuhmu."
Laki-laki itu menggelengkan kepala.
"Mungkin, kau memang bisa mengekang aura iblis ini, tetapi sepertinya untuk memusnahkan kau masih belum memiliki kemampuan yang cukup. Jika pun kita membunuh Sotaru, kudeta akan segera terjadi."
Shizuka tergagap, ia membelalakkan matanya tak percaya.
"A-apa ... maksudnya?"
"Sotaru memiliki banyak petinggi yang memihaknya, bagaimanapun dia berjasa dalam memperluas kekuasaan Kerajaan Matahari, pertahanan pun semakin kuat saat dia yang mengendalikannya. Banyak para petinggi yang puas atas pimpinannya sebelum usiaku benar-benar cocok untuk memerintah, bahkan jabatan ketua klan ini diberikan kepadaku karena Sotaru yang memberikannya, dia mengatakan kalau akulah anak sah dari Tuan Besar dan Nyonya Besar. Walau status Sotaru saat itu adalah anak sulung. Para petinggi mempertimbangkan dan menerima usulannya, meski seperti itu, sebenarnya Sotaru lah yang lebih banyak memimpin Kerajaan Matahari daripada aku."
"Jadi, kita tidak memiliki kesempatan untuk membunuhnya karena perang sipil bisa saja terjadi."
"Benar, Nona Shizuka."
Mereka pun terdiam.
"Yang kita bisa lakukan, hanyalah melanjutkan sandiwara ini, hingga kau benar-benar menguasai kekuatan leluhurmu dan memiliki kekuatan yang cukup untuk membunuh Sang Kegelapan yang ada di tubuhku." Tiba-tiba saja, Akashi kembali mengintrupsi. Sekali lagi, Rahasia sang pangeran yang akhirnya ia ketahui. Sotaru dan Akashi, masing-masing dari mereka, rela tenggelam di dalam kegelapan.
Kini Shizuka dan Akashi saling berpandangan, sejenak sebelumnya Shizuka melupakan kalau ini adalah malam pertamanya, walau memang hanyalah merupakan sandiwara belaka. Tetapi tetap saja, di pandangan orang lain hubungan mereka sudah sah menjadi pasangan, bahkan di padandangan mata Sotaru.
Telapak tangan Akashi terulur, menunggu Shizuka untuk menyambutnya, walau lambat, tetapi akhirnya datang juga. Gadis itu berkeringat dingin, napasnya dikeluarkan dengan lambat dan pelan, untuk menenangkan diri. Akashi hanya tersenyum, membawa Shizuka berdiri dan berjalan ke sampingnya menuju ranjang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top