30. Yakumi Sotaru
BAB XXX
Yakumi Sotaru
Ketukan pintu mengalihkan atensi seorang gadis, di sore hari setelah merawat luka Akashi, seroang pelayan meminta izin untuk masuk karena ingin memberikan sebuah kabar. Itu adalah Hanare, sang gadis muda yang sering membantunya meramu obat-obatan herbal.
"Selamat sore, Nona Shizuka. Saya memberi kabar kalau pengawal Tuan Besar, sedang menunggu Anda." Gadis itu menundukkan tubuh, memberi hormat pada gadis yang akan dijadikan pendamping bagi sang ketua klan. Kabar ini menyebar bagai wabah, dengan cepat nama Shizuka melambung hingga ke seluruh jajaran desa.
Sang gadis tersenyum, ia menyuruh pelayan itu untuk menegakkan diri kembali. Walau dalam benak kebingungan karena bukankah baru saja ia bertemu dengan lelaki berambut cokelat pendek itu?
"Ah, selama sore, Pelayan Hanare. Jadi, gerangan apa yang menyebabkan Tuan Besar mengajakku untuk bertemu lagi, tidakkah tadi cukup ketika aku menghampirinya di ruangan pribadi beliau?" Shizuka dengan kimono kerajaan yang membuatnya tampil cantik dan anggun pun berjalan mendekati sang pelayan.
Gadis itu menggelengkan kepalanya, Shizuka dan Hanare cukup akrab, namun karena sekarang gadis itu akan menjadi pedamping bagi sang ketua klan, menyebabkan Hanare harus mengerti di mana posisinya.
"Mohon maafkan saya, Nona Shizuka. Saya tak diberkenankan untuk tahu, namun Nona bisa mengikuti para pengawal Tuan Besar."
Shizuka menghela napasnya, pelayan Hanare terlalu sungkan terhadapnya, padahal mereka sebelumnya sudah mengakrabkan diri karena selalu bersama untuk menemani Shizuka di tempat ini.
"Baiklah, suruh mereka untuk menunggu sebentar, Pelayan Hanare." Shizuka menyunggingkan senyum tulus, gadis di hadapannya ini sama muda dengan dirinya.
Telapak yang dibalut kaus kaki itu melangkah mengikuti para pengawal yang berada di depannya, melewati lorong istana, juga beberapa halaman yang luas dipenuhi pohon juga kolam ikan, cukup mengejutkan sebenarnya di wilayah tandus gurun, dirinya bisa melihat hal ini. Alisnya berkerut saat ia tak mengenali tempat yang akan disinggahi ini, para pengawal membawanya ke arah yang berbeda. Ia sama sekali belum pernah menuju ke tempat ini, apakah Akashi memiliki ruangan baru?
Ruangan yang besar dan lebih mewah daripada yang dimiliki Akashi kini terpampang di depan wajah Shizuka. Gadis itu cukup bingung saat pengawal berjalan masuk dengan perlahan dan menyuruhnya untuk berada di depan pintu, beberapa saat setelahnya pengawal menyerukan agar Shizuka masuk menghadap sang Tuan Besar. Kepalanya pun mengangguk, lalu melangkah masuk dan berjalan hingga menjumpai tirai bambu penghalang antara ruangan yang dipijaknya dengan sang lelaki yang duduk apik sambil meminum teh hijau. Samar-samar, Shizuka bisa melihat siluet yang terpantul oleh cahaya senja dari sela-sela tirai.
"Akashi-Douno." Shizuka menyibak tirai.
"Ah, kau sudah datang, Chizuuru."
Emerald itu terbelalak karena menjumpai orang yang berbeda, walau mereka sama-sama memiliki rambut cokelat, namun kali ini yang berhadapan dengannya mempunyai rambut panjang.
Shizuka mengernyitkan alisnya, ia belum pernah menjumpai orang ini, lalu siapakah dia? Akashi juga tak pernah bercerita apa-apa tentang orang di depannya ini. Apa jangan-jangan?
"Kau tak mengenalku, ahahah ... ya, tentu saja. Mendekatlah, Chizuuru." Lelaki itu bersuara menyenangkan, tetapi sekaligus memberi kesan ancaman.
Mau tak mau, Shizuka mendekatkan dirinya, ia duduk tepat di samping laki-laki yang masih coba diterkanya, setelah melihat tangan putih itu bergerak menyuruhnya untuk lebih dekat.
"Chizuuru Shizuka, pewaris Chizuuru yang tersisa, bukan begitu? Ah, tak perlu kaget begitu, gelang adalah simbol dari klan Chizuuru, seharusnya kau tak menunjukkan identitasmu jika tak ingin orang lain tahu."
Yakumi Sotaru menarik dengan perlahan lengan Shizuka yang terpasang gelang peninggalan Chizuuru, lelaki itu mengamatinya sepintas dan tersenyum kembali saat Shizuka menarik tanganya dengan hati-hati agar tak menyinggung Sotaru.
Remasan pada pergelangan tangan dilakukan Shizuka, ia keheranan sekaligus merasa takut, kenapa orang ini bisa tahu? Atau Akashi juga mengetahui asal-usulnya, ya tak heran karena lelaki itu juga yang pertama kali menebak tanah kelahirannya.
"Jadi, kau sudah mempersiapkan diri untuk dimantrai setelah pernikahan, Chizuuru?"
"Saya tak bersedia, itu akan berisiko bagi saya, mengingat di sini saya hanyalah tahanan. Bukan begitu, Douno?"
Senyum kecil terpampang di bibir lelaki berambut cokelat panjang, ia lalu menghadapkan wajahnya kepada Shizuka.
"Aku tak menerima penolakan, Shizuka. Dan biasanya Akashi juga selalu menurutiku, lalu kenapa dia mencoba untuk bernegoisasi denganku, hm? Shizuka, apa kau yang telah memperdayanya? Ternyata kau adalah gadis kecil yang cukup pintar."
Kekehan terdengar lagi, Shizuka tidak menyukai orang ini, kenapa dia banyak sekali tahu? Dan apa yang menyebabkan Akashi mematuhi orang ini? Ah, iya. Lelaki beranama Matsuyuki itu, diakah penyebabnya?
Tunggu, jadi ... orang ini adalah kakaknya Akashi?
.
.
.
Dua sosok berbeda kelamin masih duduk berdekatan, salah satunya tengah meneguk segelas teh hijau dari sebuah cawan, irisnya yang cokelat indah melirik gadis di sampingnya. Senyum tipis mewarnai bibir sang lelaki.
Pekat cahaya senja masih mewarnai langit sore, suhu yang menurun membuat suasana semakin dingin di dalam ruangan. Tak ada perkataan lagi yang mengisi kedua belah pihak, dengan sang lelaki yang sibuk menyesap tehnya dan sang wanita yang masih asik menundukkan kepala.
Kali ini, kekehan terdengar lagi. Tabib yang bernama Shizuka, terlihat mengerutkan dahi, ia entah kenapa tidak menyukai orang ini. Banyak spekulasi mulai mewarnai otakknya. Apa yang menyebabkan sang pria mengetahui berbagai hal dari dirinya? Dan kenapa pula Akashi bisa mematuhi orang ini? Ah ... begitu. Lelaki yang beranama Matsuyuki, diakah penyebabnya? Tunggu, jadi ... orang ini adalah kakaknya Akashi?
Mata hijau yang meneduhkan, akhirnya terbelalak karena pemikiran itu masuk ke benaknya. Tubuhnya perlahan mengeluarkan keringat, ia merinding seketika. Laki-laki yang duduk di dekatnya ini adalah kakak sulung dari Achiromaru Akashi yang selalu mengatur dan menjadikan Akashi sebagai bidaknya, meski dia adalah seorang kepala klan.
"Kau benar, Shizuka. Akulah yang memerintahkan semuanya, hahahha!" Laki-laki itu tertawa kuat, bukan main. Shizuka merasakan bulu-bulu di sekitar lehernya meremang karena seperti menghadapi orang yang berkepribadian menyeramkan.
"Jadi, A-anda juga yang memberikannya hukuman-hukuman itu?"
Tawa itu seketika menjadi hening. Sotaru, nama lelaki yang duduk di dekat Shizuka, malah menuangkan teh di salah satu cawan kosong. Wangi dupa yang dihidupkan mewarnai pembau mereka, Shizuka sempat melirik di sudut ruangan yang merupakan tempat untuk menaruh mangkuk tembikar tempat ditusukkanya dupa, sebuah boneka aneh yang sudah terbelah menjadi dua juga tergeletak di lantai.
"Apa kau mengkhawatirkannya? Bukankah dia musuhmu, Shizuka."
Kerutan alis semakin jelas terlihat, Shizuka merasa kesal. Apa-apaan lelaki yang ada di sampingnya ini? Ia tak habis pikir kenapa dia bertindak seolah seperti orang yang tak bersalah, padahal segala yang dilakukan Akashi adalah atas perintahnya?
Mata emerald itu menatap tajam, tak menunjukkan kalau dirinya cukup terusik karena berada di ruangan menyesakkan ini. Shizuka tak dapat menikmati segala kemewahan yang ada di dalam ruangan, secangkir cawan teh pun tak diteguknya sejak tadi. Ia tak peduli, sekarang yang terpenting adalah mengatakan apa yang ada di kepalanya.
"Karena Akashi adalah orang yang baik, dia tidak pantas menerima hukuman itu. Kaulah yang seharusnya dihukum karena seenaknya memerintahnya yang seorang ketua klan!" beberapa oktaf suaranya telah naik, ia menatap sang lelaki dengan nyalang.
"Tidak, Shizuka! Tidak! Dia pantas menerimanya. Anak bodoh itu pantas menerima hukuman karena dosa-dosa orang tuanya! Itu benar-benar pantas, Shizuka." Kepala Sotaru menggeleng-geleng, lelaki itu mencengkram meja hingga kukunya menancap di sana, dan membuat sebuah cacat pada benda berbahan kayu itu.
Tak tahu harus mengatakan apa, Shizuka memilih mendiamkan diri, gelagat aneh Sotaru membuatnya kehilangan kata-kata, bahkan sekarang Sotaru mulai meracau tak jelas.
"Kau tahu! Gara-gara lelaki keparat itu, ibuku dan aku menderita. Gara-gara wanita sialan yang sulit mengandung itu, ibuku menderita, Shizuka. Sialan!" Sotaru mencengkram bahu Shizuka, matanya membelalak tajam, kebencian yang terukir jelas di dalam bola mata sang lelaki.
Tak bisa bergerak karena merasakan perih di bahu, Shizuka hanya meringis. Ia menatap wajah Sotaru yang mencerminkan kemarahan dan rasa sakit secara bersamaan. Apa yang terjadi kepadanya? Apa maksud dari perkataannya tersebut? Dan kenapa lelaki itu memberitahukan masalah ini kepadanya?
"Laki-laki bajingan itu menjadikan ibuku selir, di saat dia sudah memiliki seoarng istri sah. Nyonya Besar di klan ini. Mereka membawanya dari desa dan membunuh orang tua ibuku. Ketika ibuku akhirnya mengandung karena hasil pemerkosaan yang berkedok selir, mereka menggunjingnya dan ibuku selalu disiksa oleh Nyonya Besar yang dimakan api cemburu!"
Shizuka masih mencoba mendengarkan, ia merasakan rasa takut menyergapnya karena tubuhnya masih berada dalam jeratan kedua tangan Sotaru.
"Tetapi, Dewa memang adil. Ternyata, tak hanya ibuku yang digunjing, tapi juga istri sah ayahku yang kunjung tak bisa mengandung. Saat aku lahir, ibuku diusir dari tempat ini. Kau tahu, istana ini sangat luas dan memiliki banyak kamar, tapi ibuku tak diizinkan tinggal, padahal baru memiliki seorang putra. Mereka kejam, Shizuka." Laki-laki yang berada di hadapan wajah Shizuka, kemudian berhenti untuk menghela napas. Terlihat kepala itu tertunduk hingga rambutnya menutupi ekspresi wajah.
Shizuka tak mengerti, kenapa Sotaru menceritakan semua ini?
Beberapa saat terdiam, tiba-tiba Soratu berdiri dan membuka kimono bagian atasnya, hingga terlihatlah tubuh sang lelaki yang juga dipenuhi bekas luka. Berbagai macam cacat kulit terlihat, bekasnya jauh lebih banyak daripada yang dimiliki Akashi. Alis Shizuka mengernyit dalam, ia terperangah karena menatap bagian dada dan perut Sotaru yang dipenuhi bekas-bekas sayatan ataupun luka cambuk.
Berbagai khayalan buruk pun mengalir di dalam otaknya, terkaan-terkaan ketika melihat semua itu, apa yang sebenarnya menimpa Sotaru, dan apa yang sudah terajadi di istana ini?
Bulir-bulir keringat menetes dari dahi hingga ke ujung dagu, ruangan ini tiba-tiba menjadi panas, meski suhu menjelang malam sudah menurun drastis. Padahal bagunan terbuat dari batu dan tanah liat khas yang akan membuat suhu ruangan menurun ketika cuaca di luar terik, dan menghangat ketika cuaca di luar dingin.
Ada miris yang terpikir oleh sang gadis.
"Karena wanita sialan itu sulit mengandung, laki-laki bajingan itu memaksaku untuk mempelajari semuanya. Jika aku melakukan kesalahan, maka akan banyak hukuman yang menugguku. Kaulihat, tubuhku tak punya celah untuk ditorehkan luka lagi. Ah, mungkin tersisa di bagian telapak tangan dan wajah saja. Ya, beberapa tahun kemudian, tepat saat usiaku yang kesebelas, Akashi akhirnya lahir. Dan nenekku yang sangat baik hati menyatakan kalau dia adalah anak yang cocok untuk dijadikan wadah dari iblis yang akan menjadi senjata terkuat klan ini, ibunya yang mengetahui hal tersebu pun langsung mati seketika setelah melahirkan HAHAHAHA! Dewa memang adil bukan, Shizuka?"
Gelegar tawa Sotaru bisa terdengar sampai ke luar ruangan, tetapi lelaki itu tentu saja tak menghiraukannya.
"Setelah aku beranjak remaja, aku memutuskan untuk mencari sisa-sisa keberadaan ibuku, aku menemukannya yang nyaris membusuk karena penyakit dan dia memberiku banyak kejutan. Aku diberikan sebuah buku untuk mengendalikan Sang Kegelapan. Buku itu berhasil dicuri Ibuku dari istana dan aku mempelajarinya, walau membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga Akashi beranjak remaja. Si Sialan yang mulai sakit-sakitan, pun meminta maaf kepadaku, katanya aku berjasa karena telah berhasil memperlebar wilayah, dan mempererat kerja sama dengan Hakudoshi Harada. Dia akhirnya mengakuiku, setelah yang ia perbuat kepadaku. Cuih." Sotaru meludah ke lantai. "Dan yang paling menarik adalah ... dia memberiku kuasa untuk mengatur segalanya hingga Akashi dirasa pantas untuk memimpin klan ini. Kerajaan ini. Itu adalah tindakan bodoh, bukan?"
Tak bisa menjawab, Shizuka hanya memandangi Sotaru yang masih tertawa, laki-laki itu lalu merubah ekpresinya, seperti tak pernah menceritakan semuanya kepada Shizuka. Dia berjalan santai, lalu mengambil camilan yang sudah tersedia di meja, memakannya dan menyuapi Shizuka.
"Bukalah mulutmu, Shizuka." Tangan Sotaru dihalaunya dengan pelan. Shizuka tak berselera makan untuk sekarang, apalagi setelah mendengar cerita kelam yang ada di istana ini.
"Apa maksudmu, menceritakan semuanya?"
Gadis itu menatap tak mengerti Sotaru, ia bukanlah orang yang tepat untuk mendengar segala kisah-kisah ini. Apalagi dirinya hanyalah tawanan yang tentu saja sedang merencanakan sesuatu untuk melarikan diri.
Mata itu melirik Shizuka, senyuman mulai melekat di wajah sang lalaki.
"Untuk menegaskan, kalau Akashi pantas mendapatkan hukuman dariku. Lagi pula, aku masih sedikit lebih baik daripada si Sialan itu. Oh, dan lagi. Sampaikan pada Akashi, kalau dia berani menentangku, kupastikan dia akan menghabisimu. Kalian akan berduel sampai salah satu di antara kalian ada yang mati. Kuyakin Akashi tak berani hanya sekadar memikirkan untuk menghianatiku atau bisa saja akan kulakukan yang lebih parah dari itu."
"Kau mengancamku?" Shizuka mengigit bibir untuk menghalau suaranya yang ingin meneriaki Sotaru. "Kau ingin menghabisi Matsuyuki-san, dan mengancam Akashi juga? Kau benar-benar rendah."
Kepala Sotaru menggeleng-geleng secara dramatisir. Dia tersenyum manis, dan menatap wajah Shizuka yang memerah karena rasa marah atau sinar terik sang mentari sore yang masuk dari celah jendela.
"Satu nyawa tak ada artinya dibandingkan ribuan nyawa, Matsuyuki hanya untuk pemanis belaka."
"K-kau!" Shizuka merasa kehilangan suaranya, laki-laki ini benar-benar gila. Sudah gila karena penyiksaan yang sering didapatnya. Apa yang dikatakannya bisa saja menjadi kenyatan karena bagi Sotaru hidup di dunia ini sudah tiada artinya lagi. Laki-laki itu hidup hanya untuk membalaskan dendam dan ingin menyiksa Akashi.
Setelah merasa tak ada yang ingin di sampaikan lagi, Sotaru meneggakkan tubuhnya, ia berdiri dan berjalan menuju ruangan lain yang ada di sana. Pintu itu tergeser dan Sotaru melangkah masuk ke ruangan yang tak diketahui Shizuka sebagai tempat apa, meninggalkan Shizuka seorang diri di kamar mewah ini. Tak ingin berlama-lama di dalam ruangan menyesakkan ini, Shizuka pun berdiri dan berjalan ke arah pintu. Ia akan kembal ke ruangannya dan beristirahat, memikirkan apakah pertemuannya ini harus diberitahukannya kepada Akashi atau tidak?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top