27. Merebut Istana dan Kerajaan Langit

BAB XXVII

Merebut Istana dan Kerajaan Langit

Ketika para prajurit dari desa tersembunyi Hakudoshi sudah datang lengkap dengan kehadiran para kapten dan jendral yang memimpin, maka mereka memulai membagi kelompok. Sesuai dengan yang dikatakan Tsuki Kenzo, maka dalam menyeleksi Ryunosuke sendiri yang akan memalukannya. Kelompok pengintai terdiri dari orang-orang telatih setingkat kapten, yang benar-benar sudah berpengalaman dalam hal memata-matai atau menyelinap, lalu menghabisi para lawan yang berjaga secara tersembunyi. Maka, dipilihlah sekitar tiga puluh orang untuk dikirim menjalankan misi.

Kelompok kedua adalah para penyerang, Ryunosuke termasuk di dalam kelompok itu. Ia bersama Tsuki Takemaru akan memimpin untuk mengarahkan pasukan. Para kapten dan lainnya juga berada di kelompok yang sama. Para prajurit baru maupun lama, hingga ratusan orang sudah berkumpul.

"Sekarang aku ingin menyeleksi kalian. Yang anak tunggal, keluar. Yang hanya punya satu orang tua, keluar. Yang anak sulung dan hanya memiliki saudara, keluar. Yang baru menikah, keluar. Yang baru mejadi seorang ayah, keluar." Ryunosuke yang berada di atas kuda putih menatap para pasukan yang sekarang telah terbagi dalam dua regu barisan, barisan pertama adalah kelompok penyerang yang telah masuk dalam seleksi Ryunosuke. Jumlahnya cukup banyak, dan sisanya adalah bala bantuan yang akan berjaga di perbatasan Kerajaan Langit nantinya.

Bukan tanpa alasan Ryunosuke membagi dengan persyaratan seperti yang dikatakannya karena sudah dipastikan jatuhnya korban paling banyak adalah pada kelompok penyerang, maka Ryunosuke tak akan membiarkan orang-orang yang bersangkutan dan memiliki hubungan dengan para prajurit perangnya merasa teramat sedih karena kehilangan sosok terpenting di dalam keluarga. Ryunosuke sudah merasakannya, dan ia tak ingin hal menyedihkan ini dialami setidaknya oleh rakyatnya karena peperangan.

Saat pagi menjelang, Ryunosuke, Takemaru, para jenral, kapten-kapten dan pasukan pun mulai bergerak. Kelompok penyerang berada di barisan depan, dan kelompok bala bantuan berada di barisan belakang. Mereka pergi bersama dan saat tiba di perbatasan nantinya, pembagian tim itu pun akan terlihat jelas.

Membutuhkan beberapa hari untuk sampai ke perbatasan desa Hakudoshi. Mereka masuk dari jalur timur bekas pertempuran yang lalu terjadi, di sana tim pasukan berkuda di barisan depan memimpin, para prajurit yang bejalan di belakanganya membentuk barisan rapi. Ryunosuke menatap awan, gelap mulai menyapa, elang lain berputar-putar dan memberi tanda kalau pasukan pengintai berhasil membereskan para penjaga yang bertugas, setidaknya walau tak semua terbunuh, jumlah musuh untuk menyadari kehadiran mereka sudah berkurang.

Ryunosuke mantap marah kondisi desanya, bekas peperangan lalu masih jelas tersisa, rumah penduduk yang hancur, pohon dan ladang yang terbakar, hingga kumpulan tulang dari para prajurit perang yang gosong karena dijilati api. Sudah hampir dua bulan sejak dirampasnya desa makmur ini.

"Saya akan melihat apa yang terjadi di desa dengan pengelihatan khas Klan Tsuki." Ryunosuke menatap lelaki berambut panjang cokelat di sebelahnya. Uluran tangan dari Takemaru yang ditugaskan telah membentuk sebuah tanda. "Mereka telah berhasil, Ryunosuke-Douno." Lelaki itu berkata.

Mata Klan Tsuki sangatlah spesial, mereka adalah klan besar yang memimpin Kerajaan Bulan selama ratusan tahun lamanya, belum lagi dengan kemampuan melihat masa depan yang dapat dikendalikan, membuat mereka semakin tersohor dan ditakuti. Masing-masing klan yang memimpin kerajaan memang dikenal memiliki keistimewaan masing-masing.

"Baiklah, seperti yang kukatakan. Penjagaan paling banyak berada di istana. Benar begitu, Takemaru-Douno?" lelaki yang disebut namanya oleh Ryunosuke menjawab 'ya'. "Jadi, kita akan langsung memberi serangan kejutan. Pasukan pemanah bersiaplah untuk meyebar, kalian robohkan para prajurit yang berjaga dan sedang mengelilingi istana Hakudoshi, setelahnya kami pasukan berkuda akan menyentak masuk. Kita bersyukur jebakan itu bisa teratasi dengan bantuan dari klan Tsuki dan kekuatan melihat masa depan."

"Jadi, fokus utama kita adalah melumpuhkan pimpinannya, Jendral Sotaru dari Kerajaan Matahari dan juga Kapten Ichigo si peledak."

Seperti yang diperintahkan oleh dua pemimpin itu, para pasukan pun memulai aksinya, pasukan memanah berjalan di depan dan menyebar untuk mengendap, sedang di belakang mereka pasukan berkuda dan prajurit melangkah tanpa menimbulkan suara. Mereka tidak akan menambah kerusakan di desa karena itu mereka tak menggunakan api. Oleh sebab itu, jika saja mereka mendeklarasikan perang kepada Jenral Sotaru, sama saja mereka akan mendapatkan perlawanan yang kemunginan seimbang dan akan menambah parah kerusakan di desa, meningat Kerajaan Matahari bisa saja mendatangkan bala bantuan. Jika melakukan serangan kejutan, maka kemungkinan bala bantuan yang datang dari lawan pun masih bisa diatasi.

Para pasukan pemanah mulai melesatkan anak panah ke arah para penjaga yang berkeliling di luar istana, dari tempat persembunyian, di semak atau di belakang pohon yang mengelilingi istana Hakudoshi, mereka dapat beraksi dengan baik. Puluhan busur memantulkan anak panah yang menghujani para penjaga, hingga musuh pun mati terkapar karena tembakan di bagian leher atau dada.

Setelah keadaan aman, Ryunosuke dan pasukanya datang, mengelilingi pintu gerbang dengan pasukan berkuda, para prajurit lain bersiap di belakangnya. Gerakan tangan Ryunosuke memanggil orang-orang yang maju dengan membawa batang pohon berusia cukup tua dan kuat, dengan hitungan mundur mereka menabrakkan batang kayu yang sangat lebar diameternya untuk menjebol gerbang istana Hakudoshi.

Bunyi benturan terdengar jelas, para pengawal yang ada di dalam dan sekitar istana terhenyak. Mereka melapor pada sang pimpinan, walau malam sudah semakin larut.

Bum! Bum! Brak!

Hantaman batang pohon semakin keras terdengar. Tentara musuh yang menguasai istana pun menahan dobrakan dari luar seadanya dengan tubuh mereka, terhempas-hempas. Terompet tiba-tiba berbunyi, suaranya nyaring dan menggetarkan malam. Semuanya terlihat bersiaga dan membentuk pasukan, Sotaru mendatangi dan keluar dari kediamannya, begitu pula dengan Ichigo.

Mata sang jendral melotot.

"Tahan gerbangnya dengan balok kayu!" teriaknya lantang.

Para pasukan sudah berkumpul, terompet kedua berbunyi, menandakan istana dalam kondisi berbahaya. Pasukan lainnya yang diperintah Ichigo langsung menaiki dinding benteng kastil, namun sebelum kepala prajurit muncul untuk melihat arah bawa, anak panah sudah melesat dan membolongi mata mereka, leher dan bahkan mulut.

Slap! Slap!

Anak panah menari di udara. Pasukan yang sudah dipersiapkan Ryunosuke untuk selalu membidik setiap sisi atas benteng pun mulai melakukan perintah.

Bunyi gedebum terdengar saat mayat-mayat berjatuhan dari atas benteng dan hal itu menyentak Sotaru, lelaki itu berteriak murka.

"Tempakan panah berapi!"

"Pemanah! Bidik bagian atas dan lesatkan anak panah dengan melengkung, pastikan kalian mengenai orang-orang di dalam kastil!" Tsuki Takemaru mengarahkan dengan mata keabuannya, melihat orang-orang yang ada di dalam dengan kemampuannya. "Bersiap!" anak panah diletakkan pada busur dan ditarik ke belakang. "Tembak!" suara lelaki bermata bak bulan itu menggelegar. Hujan anak panah menjatuhi istana Hakudoshi.

Kerutan alis Ryunosuke menandakan ia siap mati kapan saja, ia akan mengambil kembali kerajaan yang sudah susah payah dijaga leluhurnya.

Beberapa saat setelahnya, hujan anak panah balasan pun menghampiri para prajurit Ryunosuke. Lelaki itu menyerukan agar mereka memakai tameng untuk menghalau mata tajam anak panah. Lempeng baja itu itu diletakkan di atas kepala, hingga mementalkan senjata musuh. Mereka membentuk barisan rapat untuk melindungi diri, dan para pemanah yang berada di belakang para prajurit yang memengang perisai pun kembali menembak. Bunyi gedebum dari tabrakan antara batang kayu dengan gerebang pintu istana semakin menjadi, para pasukan berkuda berada di depan dan di samping gerebang, bersiap masuk dengan pedang yang mengacung indah.

Celah terlihat, debuman kembali terdengar. Orang-orang yang berada di dalam pun bersiap untuk menyerang jika pintu telah terbuka lebar dengan paksa.

"Serang!" Ryunosuke berteriak dari atas kuda, ia melaju kencang dengan kudanya dan melompati sisa-sisa gerebang yang telah rubuh.

Dengan bola mata keperakan yang memesona, lelaki berambut pendek dan menutupi setengah wajah dapat memprediksi gerakan musuh dengan leluasa, pedang-pedang mulai diayunkan hingga menimbulkan cipratan darah ketika sisi tajam menyayat kulit.

Serangan dari dua kubu terjadi, bunyi hantaman pedang berdunyi, teriakan menggema sang malam di saat mereka terluka dan kehilangan anggota tubuh. Kuda-kuda yang mengikik, juga kematian yang terpampang jelas menghiasi malam yang dingin.

Ryunosuke menuruni kudanya, ia berhadapan dengan Sotaru. Lelaki itu membawa pedangnya, yang telumuri racun. Jika sampai tersayat sedikit saja, kehidupannya akan segera terancam.

Mereka saling pandang, dengan murka dan kesombongan yang tercetak jelas di wajah Ryunosuke dan Sotaru. Dan Saat itu, Ryunosuke pun melangkah dan kemudian berlari menyerang, sementara Sotaru bertahan. Pedang mereka saling menghantam, bunyi desingan besi terdengar nyaring. Saling tatap dalam mempertahankan kekuatan, Sotaru membuang pedang Ryunosuke, hingga lelaki itu mundur beberapa langkah. Menyerang, menangkis. Melakukan lompatan untuk menambah kecepatan dan tekanan pedang, Sotaru berhasil menghindar. Desah napas mereka bersautan, keringat mengalirih wajah dan tubuh. Para pasukan yang berada di sekeliling mereka masih saling bertempur.

Genggaman tangan pada gagang pedang Ryunosuke mengeras, ia menatap prajurit musuh yang mencoba menyerangnya dari samping, pedangnya bergerak dan ia menusukkan di dada musuh.

Tebasan kembali dihalau Sotaru, lelaki itu kini bertahan, sementara Ryunosuke menambah kekuatan. Tendangan dilakukan, Sotaru terperosok jatuh dan menyeret di tanah, lelaki itu lalu duduk dan mengusap wajahnya. Ia kembali berdiri, memasang kuda-kuda dan menatap Ryunosuke yang juga telah berlari menyerangnya.

Dentingan besi kembali terdengar nyaring di situasi perang, tebas kaki, dihindari dengan lompatan, tusuk bagian dada, di halau dengan tepisan pedang. Hingga Sotaru mengeluarkan belati saat mereka sedang saling menahan aduan pedang.

Jendral Sotaru mengayunkan belatinya dengan tangan kiri, tetapi Ryunosuke berhasil menahannya dengan tangan kanan. Lelaki itu menyeringai, racunnya akan menyebar ketika menyentuh kulit yang terluka. Tunggu! Mata itu terbelalak, telapak tangan Ryunosuke yang menggenggam belatinya tak terluka, kenapa? Sotaru mengerutkan alis, ada seberkas cahaya keunguan yang cenderung kelam mengelilingi telapak tangan Ryunosuke, dan saat mata itu menatap matao perak Ryunosuke, lelaki itu tahu kalau ada yang tidak beres sedang terjadi.

Ia terpental, Ryunosuke meninjunya kuat, ada yang aneh dengan lelaki bermarga Hakudoshi itu, kekuatannya meningkat drastis. Lalu, apa yang mengelilingi tubuh Ryunosuke? Sotaru terbelakak kembali? Dan ia melotot saat Ryunosuke yang beberapa meter di hadapannya kini telah berpindah secepat kilat berada di depan matanya.

Tusukan pedang tertanam di dada Sotaru, Ryunosuke yang menikamnya. Pedang itu dicabut, lalu dihentakkan dengan tebasan kuat, hingga membuat kepala Sotaru terpisah dengan tubuhya.

Tak ada darah, tak ada teriakan kesakitan. Wajah lelaki yang terjatuh di tanah dan menghadap Ryunosuke pun menyeringai, mengundang kerutan di alisnya. Mata Sotaru berkedip, dan lelaki itu berkata dengan kondisi kepala terpisah dari tubuhnya.

"Aku tak akan terbunuh dengan cara ini Hakudoshi."

Ryunosuke menggeletukkan giginya, ia mendekat dan menginjak kepala Itu, lalu saat Takemaru menuju arahnya, Ryunosuke menyuruh sang Tsuki untuk memeriksa kondisi tubuh Sotaru dengan kekuatan mata Takemaru.

"Bagimana?"

"Tubuhnya tak hidup, dia hanya boneka yang dikendalikan dari jarak jauh. Namun ..." Takemaru membuka baju perang Sotaru dan mereka menemukan tubuh boneka yang di bagian dadanya terdapat sebuah jantung manusia.

Sang Tsuki menusuknya, hingga cairan keunguan melumer keluar. Kepala boneka Sotaru yang berada di bawah kaki Ryunosuke kini tak bergerak lagi, mata itu terbelalak, namun tak terlihat berkedip menjadi kosong dan berubah putih tanpa pupil.

Tiba-tiba kepulan asap mengelilingi tubuh boneka, dan Sotaru yang berada di sana telah tergantikan dengan boneka kayu kecil berukuran setelapak tangan dengan lilitan rambut.

Ryunosuke mendekat dan berjongkok, ia lalu mengambil boneka tersebut.

"Ini?"

"Itu boneka sihir, sang dalang pasti mengendalikannya dari jauh."

Peperangan masih terjadi, namun kemenangan mereka sudah di depan mata. Hiro telah berhasil menakhlukkan Ichigo, lelaki itu tak berkutik tanpa peledaknya yang telah habis.

Kini mereka hanya tinggal menyelesaikan pasukan musuh yang masih bersikeras, hingga tak ada lagi yang tersisa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top