26. Identitas Chizuuru
BAB XXVI
Identitas Chizuuru
Lelaki itu berparas dingin, tak seperti tadi. Jadi, memang benar kalau seseorang itu terkadang bisa menipu dengan ekspresinya.
Gadis itu terlihat kacau, padahal tadi berwajah marah. Tatapan Akashi tak lepas darinya, memerhatikan sang gadis yang menutup muka dengan kedua tangan. Menangis karena sudah tak tahan lagi karena ketakutan, marah, kesal dan mengkhawatirakan sang nenek. Bagaiaman keadaan wanita tua yang selalu menjaganya sedari kecil itu? Dan tanpa sadar, penglihatan Akashi menangkap sesuatu yang berada di pergelangan tangan sang gadis. Gelang emas berbandul permata berbentuk kelopak sakura.
Alisnya berkerut karena menatap perhiasan di tangan Shizuka, itu adalah barang mewah yang tak mungkin dimiliki oleh gadis biasa. Lantas, apakah benar yang dikatakan sang kakak, kalau gadis di hadapannya ini adalah bagian dari keluarga inti Chizuuru?
"Nona Shizuka, maafkan aku. Sudah kukatakan aku tak menginginkan kau berpisah dari nenekmu. Tetapi aku juga tak bisa berkutik."
Gadis itu menghapus air matanya, ia mentap tajam Akashi, alisnya masih menekuk dengan mata yang memerah dan bekas bercak tangis.
"Tetapi kau adalah pemimpin di sini! Kenapa harus aku? Apa karena aku adalah Chizuuru, itukan yang kauinginkan? Kekuatan klanku?" Akashi memejamkan mata, ia menahan diri untuk tak berprilaku kasar atau dapat membuat gadis ini takut. Lagi pula, ia memang tak ingin menyakiti gadis tak bersalah ini.
"Nona, kau tahu ... satu-satunya panutanku, selain ibuku yang sudah mati ketika melahirkanku, adalah Aoda-douno. Aku begitu mengaguminya." Lelaki itu menundukkan pandangan, dan tersenyum tulus, Shizuka dapat melihat hal itu. Lantas apa hubungannya semua ini dengan alasan yang dikatakan sang pria berambut merah? "Dia banyak mengajarkanku tentang hidup ini, sangat bijaksana dan dewasa. Aku mungkin tak akan bisa menjadi seperti dirinya karena aku telah mengecewakan Aoda-douno. Tetapi, setidaknya ... aku juga telah memiliki keputusan sendiri. Kau akan aman di sini, selama aku berada di sisimu. Aku akan menggantikan peran Aoda-douno untuk menjagamu seperti perkataannya dahulu. Kau akan aman di istana ini, jika kau berada di desamu, kemungkinan klan besar lain akan menyerang karena kabar satu-satunya klan Chizuuru yang tersisa sudah menyebar. Mereka pasti mencarimu, Nona Shizuka."
Tak ada yang berbica setelah Akashi menjelaskan hal tersebut, Shizuka hanya menundukkan wajah, ia sangat marah, namun apa yang dikatakan sang tuan muda benar adanya. Jika rumor ini telah menyebar, cepat atau lambat pasti akan ada klan lain yang mencari dan menemukannya, dan yang paling terburuk bisa saja orang-orang itu akan ikut membinasakan desa.
Sangat tak bisa dipercaya, sekarang dirinya malah terjebak dengan permasalahan ini. Hanya karena identitas sebagai Chizuuru telah diketahui beberapa pihak, menjadikan dirinya terikat dengan takdir yang akan membawa hidupnya akan benar-benar berubah drastis. Sorot mata Shizuka berubah sendu, ia menatap pergelangan tangan kiri yang berhiaskan gelang peninggalan Klan Chizuuru.
"Lantas ... apa yang akan kulakukan di sini? Dan bagaimana dengan nenekku?"
"Kau bisa menjadi dirimu sendiri, sebagai tabib di istana ini. Sebenarnya aku juga tak terlalu menyetujuinya, tetapi para petinggi akan memutuskan kalau kau akan menjadi pendampingku. Aku tak ingin mengekangmu, Nona Shizuka."
Pertanyaan tentang neneknya tak dijawab Akashi, namun perkataan sang pemuda menarik atensinya secara mendadak.
"A-apa? Ke-kenapa mereka memutuskan seperti itu? Pendamping bagaimana?" Shizuka terhenyak, ia tidak menutupi keterkejutan karena yang didengarnya ini memanglah hal yang sepantasnya untuk dipertanyakan.
.
.
.
Persiapan untuk melakukan kunjungan ke Kerajaan Bulan sudah selesai, surat resmi Kerajaan Langit telah dikirimkan dan telah mendapat persetujuan. Dan sekarang mereka hanya tinggal menunggu petinggi lain yang sedang mengurus beberapa hal. Ryunosuke memimpin perjalanan dengan kudanya, beberapa pengawal berada di depan, tandu-tandu yang digunakan untuk para petinggi berusia senja berjalan di belakang mereka. Dari wilayah selatan, memerlukan waktu beberapa hari untuk sampai ke tempat yang akan dituju.
Setiap beberapa kali dalam sehari, seperti di waktu siang dan malam, mereka akan mengistirahatkan diri. Jika beruntung menjumpai desa, mereka akan segera berjalan ke pusat dan menyewa penginapan, namun jika sedang berada di belantara hutan, maka mereka akan membuat api unggun dan memasak perbekalan.
"Surat balasan dari Klan Tsuki telah diterima kemarin, dan mereka juga merasa prihatin karena penghianatan Kerajaan Matahari. Menurutmu lebih baik kita mendiskusikan prihal ini atau bagaimana?" Rei bertanya kepada sang keponakan, dan Ryunosuke menganggukkan kepalanya.
"Kita diskusikan saja dulu, lagi pula kita memang memerlukan masukan dari sudut pandang lain. Mereka juga pasti murka karena mendengar kabar ini. Ciciue dan Tsuki Kenzo-douno adalah teman dekat."
"Apa sebaiknya tidak mengikat hubungan antar kerajaan? Bukankah Klan Tsuki memiliki seorang hime?"
Sebelah alis Ryunosuke terangkat, dan bibir lelaki itu berkerut karena tak terima.
"Tidak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu, lagi pula saya sedang tak tertarik dengan pernikahann yang sedemikian."
Sang paman malah tertawa kecil, dan Ryunosuke hanya bisa menghela napas kesal.
"Tetapi, mungkin saja nanti Kenzo-douno berpikir demikian ketika melihat dirimu. Usiamu sudah cukup matang untuk menikah, dan kita memerlukan penerus baru."
"Rei, seharusnya kau yang memikirkan dirimu sendiri. Hana sudah lama mati, namun kau masih tetap melajang karenanya." Dengusan tawa terdengar dari bibir Ryunosuke, sementara giliran Rei yang menghela napasnya.
"Ucapan kejammu tak pernah berubah."
Mereka memutuskan untuk beristirahat saat menemukan desa dan penginapan yang cocok. Matahari sudah hampir tenggelam dan semua yang melakukan perjalanan membutuhkan tempat untuk memulihkan tenaga, maka dengan perintahnya mereka pun berhenti dan menyewa tempat untuk rihat.
Ryunosuke berendam di onsen pribadi yang ada di kamarnya, lelaki itu memejamkan mata dan sesekali menghela napas. Alis berkerut ketika ia tak menemukan kabar apa pun dari elang yang ditugaskan untuk mengantar surat kepada Shizuka. Peluit yang ada sebagai bandul kalungnya kembali ia tiup, namun hewan dengan sayap gagah itu sama sekali tidak muncul.
Sebenarnya ke mana elangnya? Tidak mungkin mahkluk tersebut tersasar, bukan?
Menghela napas, Ryunosuke kembali menjatuhkan kepalanya pada sandaran kolam berbatu. Laki-laki itu lalu membuka mata dan menatap angkasa yang dipenuhi bintang. Mengingat wajah seorang gadis dengan senyum yang menawan.
"Kau masikah mengingatku, Shizuka?" bisik bibir itu terucap dan mengembus hawa panas, Ryunosuke pun berdiri dan berjalan menuju kamar.
Memakai pakaian dan lalu ke meja tempat di mana hidangan sudah tersedia di dalam kamar, Ryunosuke menyantap makan malamnya sendirian karena ia mengingikan privasi untuk menenangkan pikiran dan tubuh. Sementara para petingi dan sang paman makan malam di ruangan khusus. Ia lalu memutuskan untuk sekali lagi memanggil hewan bermata tajam itu, namun tak ada perubahan yang didapat. Sang elang tak kian datang dan menampakkan diri.
Cukup merasa lelah karena perjalanan dan pikiran yang terus menggerogoti tubuh, Ryunosuke memutuskan memadamkan pelita dan beranjak tidur. Ia menyelimuti tubuhnya dan menutup mata, walau sekarang entah kenapa otaknya membawa bayangan gadis berambut ikal dengan mata seindah emerald. Seberkas kemerahan menyebar di pipi, ketika ia mengingat peristiwa saat memeluk sang gadis dari belakang saat mengajari cara memegang pedang yang benar, wangi tubuh itu masih terasa segar diingatannya. Bibirnya membentuk kedut tipis, berdoa agar mimpi mempertemukannya dengan gadis bermata yang namanya terukir di hati. Shizuka.
Esok paginya, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan setelah mengisi tenaga. Pintu gerbang Kerajaan Bulan telah terlihat, dan pasukan Ryunosuke dipersilakan masuk. Mereka terus bejalan, dengan dibimbing oleh beberapa bawahan Klan Tsuki. Mereka disambut ketika sampai di dalam istana, lelaki muda berambut kecokelatan panjang dengan mata keabuaan khas Klan Tsuki.
Dia memperkenalkan diri sebagai Tsuki Takemaru, yang akan menyambut para petinggi Hakudoshi dan sang tuan muda untuk berkeliling, juga beristirahat setelah menempuh perjalanan cukup jauh.
.
Pertemuan itu pun dimulai, Tuan Besar Kenzo bersimpatik dengan kejadian yang dialami Kerajaan Langit. Lelaki berambut panjang dan bermata keabuan khas Klan Tsuki itu berkata bahwa pasukanya bersedia memberikan bantuan. Dalam hal ini, sang kepala klan berpendapat kalau Kerajaan Matahari memang telah berkhianat atau memang sama sekali tidak berniat untuk mengikat hubungan antar kerajaan, mereka ingin mengambil celah dari keadaan pewaris sulung yang sakit parah. Entah kenapa di sini Kenzo berpendapat kalau kematian sang kepala klan terdahulu, Tuan Besar Harada pun patut dicurigai sebagai campur tangan dari Kerajaan Matahari. Karena hal itu bisa saja terjadi, mengingat mereka berniat ingin menjatuhkan kekuasaan Hakudoshi.
"Saya masih belum menyakini mengenai keterlibatan mereka dalam kematian ciciue, karen Aoda-Niisama tak mengatakan apapun." Ryunosuke mengerutkan alis, ia berpikir keras. Atau memang kakaknya yang sengaja menutup masalah ini karena tak ingin dirinya tahu, lebih tepatnya agar dirinyalah yang mencari tahu sendiri. Tetapi, jika dianalisis lagi, maka seharusnya hal ini memang tidak mungkin, bisa jadi kematian ayahnya hanyalah suatu kebetulan semata. Ayahnya terluka parah di medan perang, namun masih sempat dibawa ke istana untuk diobati, tetapi sayang nyawanya tak tertolong walau mereka sudah berusaha untuk memberi penyembuh.
Mereka memulai rencana dengan mengumpulkan pasukan terlebih dahulu, untuk sekarang ini kemungkinan desa Hakudoshi dijaga ketat oleh pasukan Kerajaan Matahari. Belum lagi, kemungkinan mereka juga memberi semacam jebakan dan jangan lupakan pihak bantuan dari Kerajaan Matahari yang bisa saja datang disaat mereka melakukan perlawanan. Maka dari itu, Tsuki Kenzo berpendapat bahwa penyerangan akan dilakukan oleh tiga kelompok. Pertama adalah kelompok pengintai, yang akan menyelinap ke daerah desa dan pusat untuk mejatuhkan para penjaga. Kedua adalah kelompok penyerang yang akan merebut Kerajaan Langit dan istana Hakudoshi dengan berperang, ketiga adalah bala bantuan yang akan datang belakangan untuk meminimalisir terjadinya serangan tambahan dari pihak musuk.
Setelah berdiskusi dan memberi masukan maupun pendapat, mereka sepakat untuk memulai menyeleksi para tentara esok hari. Ryunosuke sendiri akan turun langsung untuk berada di posisi penyerang, ia juga sudah memberikan kabar bagi para tentara di desa tersembunyi Hakudoshi untuk segera berpijak ke Kerajaan Bulan.
Takemaru dan Ryunosuke berjalan bersama, mereka kemudian memutuskan untuk duduk di salah satu gazebo untuk menikmati teh dan sejuknya angin sore.
"Ryunosuke-Douno, saya mengucapkan bela sungkawa atas berpulangnya Tuan Muda Aoda." Takemaru menundukkan kepalanya yang juga dibalas dengan anggukan kepala Ryunosuke.
"Terimakasih, Takemaru-Douno. Setidaknya kakak telah tenang dan terbebas dari penyakitnya sekarang."
Laki-laki berambut cokelat panjang yang dikuncir rendah itu menganggukkan kepalanya, ia lalu menuangkan teh kepada tamu dari jauh ini, diserahkannya cangkir yang terbuat dari tembikan.
"Saat lahir, ibuku jua sudah tak ada, sedang ayah akhirnya meninggal dunia karena melindungi Hikari-Hime ketika terjadi pemberontakan belasan tahun lalu. Jadi, setidaknya kehilangan itu cukup kupahami, Douno."
"Setidaknya, kehilangan itu membuat kita lebih tegar dan dewasa dalam memaknai hidup, itu yang kakakku katakan." Senyum tulus sekarang tergambar pada wajah Ryunosuke maupun Takemaru. Sekali lagi, lelaki itu menuangkan teh kepada Ryunosuke dan melanjutkan obrolan ringan mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top