25. Tahanan Kerajaan Matahari

BAB XXV

Tahanan Kerajaan Matahari

Sinar matahari memasuki celah jendela yang masih tertutup tirai, mata yang terpejam pun terganggu dan perlahan berkedip-kedip gusar. Tidurnya telah dikacaukan, sang tubuh yang berada di atas futon kini menggeliat pelan, membuka kelopak dan membiasakan diri dengan cahaya mentari. Linglung merasuki otak, tubuh itu menegak, lalu duduk sambil menggerakkan tangan untuk menggaruk kepala. Ia celangak-celinguk, ketika menyadari bahwa ini bukanlah kamar dari kediamannya.

Kepalanya menatap sekeliling ruangan, terlalu indah untuk kamar yang ditempati bagi Shizuka yang merupakan seroang tabib−tunggu! Apa yang sebenarnya terjadi? Alis sang pemilik tubuh berkerut cemas. Pikiran terus memburunya dengan pertanyaaan, bagaimana bisa ia di sini? Kenapa? Siapa? Ah, itu dia! Seseorang bermata violet indah, iya ... orang itu pasti yang membawanya ke sini. Lalu, untuk apa?

Chizuuru Shizuka, lantas berdiri dan merapikan kimono tidurnya yang masih sama seperti malam kemarin. Ia menatap ruangan megah itu dan mengintip dari jendela.

"G-gurun?"

Gadis itu membuka tirai lebih lebar, untuk menyadarkan pada sang otak yang kemungkinan membuatnya terjebak dalam mimpi. Namun, tidak. Karena yang tersaji di depan mata adalah kenyataan. Itu adalah lautan pasir.

"Ba-bagaimana bisa? Di mana aku?" Shizuka berjalan mundur, ia kebingungan. Sudah berapa lama ia berada di sini? Otaknya terus menerka-nerka dengan berbagai pertanyaan yang menghampirinya begitu saja.

Shizuka panik, ia berjalan cepat ke arah pintu dan mencoba menggesernya. Tetapi, alat penghubung ruangan itu sama sekali tak bisa dibuka. Ia menggedor-gedor dan kemudian menundukkan kepala kesal.

Hanya ada jendela, namun ketinggian ruangan yang ditempatinya ini cukup menyulitkan untuk melarikan diri. Lagi pula, jika ia berhasil keluar dari ruangan ini, ia tetap akan mati karena yang berada di hadapannya adalah hamparan padang pasir yang tandus. Ia sama sekali tidak menggenali dan belum pernah betapak di tanah berpasir itu. Sama sekali tidak berpengalaman, tidak seperti saat berada di hutan bersama Ryunosuke.

"Ryunosuke," bisik sang gadis. Nama itu tiba-tiba teringat olehnya dan ia hanya bisa mencengkeram bagian ulu hati. Tiba-tiba ia menyesal karena tak memercayai kekhawatiran Tuan Muda Hakudoshi itu.

Matanya terbelalak, jangan bilang kalau penculikan ini−ya benar penculikan adalah karena ia seorang Chizuuru yang dahulu sangat tersohor dengan kemampuan kekkai? Tidak! Tidak! Jika hal itu benar terjadi, maka ia akan dijadikan budak untuk melindungi negera ini, dan akan tinggal di penjara. Tetapi, kenapa ia berada di ruangan megah ini? Shizuka menghela napas, ia agaknya lega walau di dalam hati menjerit atas penculikan ini. Dan yang terpenting ia hanyalah seorang gadis Chizuuru yang sialnya belum menguasai seluruh kemampuan yang diturunkan oleh leluhurnya.

Suara geseran pintu terdengar, Shizuka membalikkan tubuh dan menatap seseorang yang masuk ke ruangan ini. Lelaki berambut kecokelatan dengan kimono mewah kebesarannya. Mata Shizuka terbelalak, tidak mungkin.

"Nona Shizuka," ucap seseorang yang mendekatinya, sedang sang gadis yang dipanggil namanya mengerutkan alis dan menatap waspada.

"A-anda?" bisiknya dengan rasa tanya di dalam benak.

Lelaki itu semakin mendekatkan diri, dan tersenyum tipis melihat sang gadis yang berjalan mundur. Paras waspada itu dan kerutan alis yang menandakan keseriusan. Achiromaru Akashi menghela napas dan kembali memberikan senyum tulus, untuk menyejukkan hati sang gadis Chizuuru.

"Apa kau takut, Nona Shizuka?" Akashi tak mendekatinya, lelaki itu mendiamkan diri setelah hanya berjarak beberapa langkah dari tempat Shizuka berdiri.

Lama Shizuka terdiam, gadis itu lalu mencoba untuk menanyakan penyebab dirinya berada di sini, namun tidak, ia malah menyimpan pertanyaan itu.

"Jadi, saya berada di wilayah Kerajaan Matahari?" Shizuka mengingat penjelasan Tuan Muda Aoda dahulu, saat ia menanyakan dari mana sang tuan muda klan Achiromaru itu berasal.

Tersenyum kembali, Akashi menganggukkan kepalanya, namun tak membuat perasaan Shizuka menjadi lega. Paras waspada itu tak berkurang meski sang lelaki telah memberikan kesan ramah.

"Tenanglah, kau tak akan kusakiti, Nona Shizuka." Mata mereka saliang menatap, dengan wajah Shizuka yang tegang dan kini menatap ekspresi tenang sang Achiromaru. "Kalau ada yang kaubutuhkan, kau tinggal memanggil pengawal yang berjaga di depan pintu. Aku hanya ingin melihat kondisimu, tetapi sayangnya aku juga tak bisa berlama-lama karena harus mengurus hal lain, permisi." Akashi membalikkan tubuh, dan berjalan melewati pintu. Lelaki berambut kecokelatan pendek kini hilang dalam pandangan mata Shizuka.

Sang gadis mendudukkan diri, di bawah meja rendah yang sudah tersaji hidangan berlebihan. Tangannya mengurut pelipis yang mendadak berdenyut, dan Shizuka hanya bisa mengerang marah karena yang ia ingat hanya sebatas gulita dan sosok lelaki bermata violet indah yang memaksa dirinya untuk bertatap muka, hingga ia hilang kesadaran. Walau sudah beberapa hari tak sadarkan diri akibat ulah lelaki berambut misterius itu, nyatanya rasa lapar yang menggeluti perutnya tak membuat Shizuka menyuapkan hidangan dari pelayan. Gadis itu masih berpikir.

Apakah laki-laki yang dia lihat itu adalah Akashi? Tetapi, Akashi bermata cokelat bukan violet, kalau benar orang mistrius itu hanyalah pesuruh, lantas tujuan membawanya ke wilayah Kerajaan Matahari untuk apa? Akashi memang mengetahui kalau ia berasal dari klan Chizuuru yang telah musnah, namun apa lelaki itu juga mengetahui asal-usulnya dengan jelas? Atau ini semua terjadi karena ia terlibat dengan klan Hakudoshi dalam penyelamatan tuan muda desa itu?

Shizuka dipusingkan dengan segala persepsi yang memenuhi pikiran, Akashi tak tahu jelas prihal dirinya, lelaki itu hanya asal menebak apakah ia berasal dari klan Chizuuru yang berdiam di wilayah utara dan telah musnah belasan tahun lalu, hanya karena mereka memiliki marga yang sama. Jadi, kemungkinan kalau Kepala Klan Achiromaru mengetahui tentang kemampuan rahasia ini dapat diminimalisir. Lalu, apa alasan sebenarnya mereka membawanya ke tempat ini? Bukan sebagai tahanan perang yang semestinya harus berada di penjara?

Dalam rasa tanya yang memenuhi kepala, di sisi lain sang kepala klan muda tengah berjalan masuk ke ruangan berbeda yang terlihat jauh lebih megah, pengawal yang berjaga di depan pintu meneriaki namanya. Di dalam sana duduk sang kakak yang mengendalikannya, yang selalu mengatur, seperti titah sang ayah terdahulu, kakaknya lah yang berstatus sebagai petingi di istana.

Sang sulung Achiromaru memberikan senyum puas kepada adiknya.

"Niisama," bisik Akashi menghadap kepada sang kakak lelaki.

"Ah, kau sudah bertemu dengan gadis Chizuuru itu, Akashi?" sang lelaki tersenyum tipis, dingin hingga membekukan wajah Akashi.

Lelaki itu mengangguk, masih dengan tubuhnya yang menunduk hormat.

"Gadis Chizuuru yang tersisa, lihatlah Akashi. Sekali tepuk dua lalat tertangkap. Ini melebihi ekspetasiku, kau menemukan yang selama ini kucari Akashi, Chizuuru dan kekkai luar biasanya. Sangat bijaksana ketika kau menyarankannya agar dibawa ke istana, walau dengan sedikit paksaan."

Kepala Akashi masih tertunduk, lelaki itu tak mengerti kenapa kakaknya bisa sedemikian senang dengan kehadiran gadis Chizuuru yang kemungkinan belum menguasai kekuatan spiritualnya secara utuh.

"Bukankah dia kelihatan seperti gadis biasa, ia hanyalah seorang tabib. Tidakkah kita yang terlalu berlebihan melibatkannya dengan semua ini, Niisama?"

Lelaki yang duduk di depannya itu tersenyum semakin lebar, aura dingin tetap berada di sekeliling tubuhnya.

"Tegakkan kepalamu, Akashi."

"Apa kau tak menemukan salah satu idetitas penting pada dirinya?"

Dahi sang lelaki mengerut dalam, identitas apa yang dimaksud oleh kakaknya ini? Ia hanya berbicara sebentar dengan gadis Chizuuru, dan tak terlalu memerhatikan gadis yang berada di salah satu kamar di kastil ini.

"Dia adalah bagian dari keluarga inti Chizuuru, gadis itu masih belum bisa kuketahui kekuatan spiritualnya sampai di mana, namun kita bisa mencobanya nanti. Buatlah ia menceritakan segalanya, Akashi ... kau pasti bisa memujuknya dengan hatimu, bukan? Hakudoshi tak akan diam saja, mereka akan segera membalas perbuatan kita, merebut kembali desa dan istana mereka. Dan setelah itu, desa ini akan diserang walau kemungkinannya cukup rendah. Tetapi, jika kita memperkuat kastil dengan kemampuan kekkai Chizuuru, tidak akan ada yang bisa menjatuhkan kekuasaan Kerajaan Matahari."

Akashi menghela napas, dalam benak ia tak menyetujui rencana sang sulung, namun tak membantah. Matanya menatap sebuah cawan dupa yang di atasnya ditusukkan boneka kayu kecil.

"Baiklah, Niisama. Akan saya usahakan."

"Segera kabarkan kepadaku jika kau sudah membangkitkan kemampuannya. Jika perlu, dia akan menjadi pasanganmu nanti. Buat ia terbuai, dan dapatkan hatinya. Setelah itu ia akan menyerahkan apa pun kepadamu, Akashi."

"Baik, Niisama. Saya permisi."

.

.

.

Ketukan pintu terdengar, setelah pertemuan ke dua kalianya dengan sosok sang kepala klan Achiromaru, Shizuka kini tak pernah lagi bertatap muka dengannya. Lelaki berambut kecokelatan dan pendek itu datang hanya untuk menanyakan kabarnya dan apakah ia betah bertetap di ruangan ini. Pertanyaan yang sangat bertolak belakang dengan fakta yang terjadi bahwa ia adalah seorang gadis yang sedang ditawan dalam sangkar emas. Keajaiban keberapa yang telah mengubah kedamaian hidupnya, mulai dari kedatangan Hakudoshi dan dibawa ke istana tuan muda berambut kelam, dan sekarang ia berada di tempat orang-orang berambut kecokelatan.

Beberapa pengawal menghadap, dan memberi hormat.

"Tuan Muda Akashi meminta Anda untuk ke ruangan beliau, tubuhnya terluka dan saya harap Anda dapat mengobatinya."

Gadis itu menghela napas, sepanjang hari selama lebih dari seminggu ia berada di tempat ini. Ia sangat lega ketika dirinya tak dilukai atau diperlakukan buruk, namun ia sangat bosan dan jengah terhadap klan Achiromaru yang tidak ia mengerti ingin hal apa dari dirinya, hingga memenjarakan di ruangan mewah ini.

Mengikuti para pengawal, Shizuka merasakan déjà vu ketika ia membuka pintu geser dan menemukan seseorang telentang di atas futon, namun kali ini sang lelaki memiliki rambut berbeda.

Tak ada teriakan pemberitahuan, dan Shizuka dipersilakan untuk langsung memasuki ruangan oleh pengawal ketika tiba di kamar. Ia pun menemukan sang tuan muda, kemungkinan sedang terlelap. Seperti yang dikatakan pengawal, ia lantas mendekat dan duduk di dekat sang tuan muda.

"Siapa?" suara berat sang tuan menginterupsinya dari dunia khayal, ia lantas menjawabnya.

"Ah, ini saya, Akashi-douno. Maafkan kelancangan saya, hanya saja pengawal memberitahu bahwa Anda memerlukan pengobatan saya." Shizuka entah kenapa menjadi lembek terhadap pemilik istana ini, padahal ia sedang ditawan, namun kenapa ia masih bisa berbaik hati? Tetapi, apapun itu, mengobati tetaplah tugasnya sebagai seorang tabib.

Lelaki itu membuka mata, menggerakkan tubuh untuk mendudukkan diri. Wajah Shizuka agak tersentak, ketika tiba-tiba Akashi tersenyum tipis saat menatap dirinya.

"Tak kusangka kau mau peduli." Pernyataan itu dapat didengar Shizuka, ternyata memang benar kalau ia tetaplah tahanan, karena sang pemimpin berpikiran sama seperti dirinya. Kenapa ia masih berbaik hati kepada orang yang sudah menculiknya?

"Apakah saya bisa memulai pemeriksaan, Akashi-douno?"

"Bagaimanapun, kau mudah tertebak. Karena kewajiban, bukan. Sudahlah, aku baik-baik saja. Kau tak perlu memeriksaku." Mata Akashi menangkap kerutan di alis sang gadis, lelaki itu pun tersenyum tipis kembali. Sepertinya Shizuka sedang memeriksa kondisi tubuhnya hanya dengan sorot mata emerald itu. Memastikan apakah ada yang aneh dengan dirinya, kulitnya yang pucat, atau wajah penuh keringat, mungkin pernapasan yang tak beraturan.

"Wajah Anda agak pucat." Gadis itu menemukannya.

"Ah, aku memang seperti ini. Tetapi, maukan kau menemaniku sebentar. Karena aku benar-benar merasa bersalah telah melibatkanmu dalam kondisi ini."

Hela napas terdengar, Shizuka tidak bisa bersabar lagi. Lelaki ini memang telah mengirim orang untuk membuatnya pingsan hingga meninggalkan neneknya seorang diri di rumah. Sejak menyadari hal itu hampir seminggu yang lalu, Shizuka tak pernah tenang, ia bahkan menangis, namun tak ada yang bisa dimintai pertolongan.

"Anda tahu ini kesalahan, tetapi saya tetap dibawa ke tempat ini. Saya memiliki seorang nenek renta yang sangat memerlukan kehadiran saya setiap saat!" Shizuka mengeraskan suaranya, tidak peduli bahwa ia akan dalam bahaya karena bertindak tidak sopan.

Lelaki itu berparas dingin, tak seperti tadi. Jadi, memang benar kalau seseorang itu terkadang bisa menipu dengan ekspresinya.

Gadis itu terlihat kacau, padahal tadi berwajah marah. Tatapan Akashi tak lepas darinya, memerhatikan sang gadis yang menutup muka dengan kedua tangan. Menangis karena sudah tak tahan lagi, ia ketakutan, marah, kesal dan mengkhawatirakan neneknya. Bagaimana keadaan wanita tua yang selalu menjaganya sedari kecil itu. Dan tanpa sadar, mata jade Akashi menangkap sesuatu yang berada di pergelangan tangan sang gadis. Gelang emas berbandul permata berbentuk kelopak sakura.

Alisnya berkerut karena menatap perhiasan di tangan Shizuka, itu adalah barang mewah yang tak mungkin dimiliki oleh gadis biasa. Lantas, apakah benar dengan yang dikatakan sang kakak, kalau gadis di hadapannya ini adalah bagian dari keluarga inti Chizuuru?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top