24. Penculikan
BAB XXIV
Penculikan
Dalam gelapnya malam, seoranga lelaki hitam legam dan bermata lavender aneh sedang berkuda dengan laju seolah membelah angin, berhari-hari sudah dilaluinya hutan belantara ini, dan besok malam ia akan segera sampai di pegunungan Desa Kitsune tempat sang Chizuuru terakhir menyembunyikan diri.
Nawaki berhenti ketika menjelang pagi, ia beristirahat dan membuka perbekalan, memakannya dan meneguk air dari kantung air yang ia punya. Kuda hitam sedang mengunyah rumput dengan tali kekang yang terikat di dahan pohon. Lelaki itu lalu menyamankan diri, memejamkan mata beberapa saat untuk mengumpulkan tenaga. Malam nanti, ia akan sampai dan mulai mencari di mana kediaman sang gadis Chizuuru. Rumah yang paling dekat dengan bukit dan hutan, lebih mudah daripada yang ia kira.
Mungkin, kesusahan yang akan dialaminya hanyalah bagaimana cara membawa sang gadis, atau kemungkinan keberadaaan seseoran yang akan menghalanginya, suami atau mungkin sang ayah. Namun, tentu saja hal itu tak lebih dari serangga pengganggu baginya.
Membawa gadis Chizuuru dengan cara paksa atau cara halus? Dua-duanya sama menarik baginya. Seringai memenuhi wajah sang kapten yang sekarang menutup mata.
.
.
.
Malam hari yang dingin, dua orang berbeda di tempat berbeda telah sampai ke tempat tujuan, yang satu berada di wilayah istana Hakudoshi, mengendap dan berada di atas pohon sambil memerhatikan sekitar dengan mata peraknya yang setajam elang. Sedang yang satu lagi, tengah berjalan menuju arah satu-satunya rumah yang berada di dekat hutan, kudanya ia taruh di tempat yang cukup jauh karena tak mau membangunkan sang tuan rumah yang sedang terlelap. Dini hari, saatnya untuk beraksi.
Mata perak Ryunosuke dipenuhi kemarahan, ia lalu mengawasi sekitar, dan memutuskan untuk berpindah tempat, kedatangannya ke istana Hakudoshi hanya untuk memeriksa keadaan dan melihat sendiri penghianatan yang dilakukan oleh Kerajaan Matahari. Ia mengerutkan alis dan mendecih ketika menatap beberapa pengwal Hakudoshi yang disiksa di tempat terbuka untuk mengorek informasi, ia hanya bisa percaya kepada bawahannya yang sudah tertangakap, kalau meraka akan tetap menutup mulut.
Ryunosuke menghilangkan dirinya dari dahan pohon tinggi, sekarang yang perlu ia lakukan adalah menuju tempat persembunyian rakyatnya dan para petinggi untuk mendiskusikan hal ini. Ia mengepakkan sayapnya dengan kekuatan penuh, menuju arah selatan dengan kemarahan yang masih tercetak jelas di wajah.
Mereka sudah membentuk aliansi sejak di era kepemimpinan kakekku. Inikah yang namannya rencana jangka panjang?
Malam yang memekat, udara yang menurun, bunyi serangga tak terengar lagi, dan tapak kaki mengendap-endap terdengar lirih. Menjadi saksi dari terbukanya sudah jendela kamar di kediaman yang satu-satunya berada di dekat hutan.
Chizuuru Shizuka terlelap damai, neneknya berada di samping futon. Mendengkur khas orang tua, Shizuka meringkuk saat merasa dingin menghampiri, padahal selimut tebal sedang membungkus keseluruh tubuhnya kecuali wajah.
Tubuh sang gadis yang awalnya tertidur miring, kini ditelentangkan oleh lelaki bermata violet. Gadis itu mengerang sedikit karena wajahnya ditepuk-tepuk, hingga kesadaran menghampirinya. Kelopaknya mulai berkedip, pedar kemerah dari lampu minyak ditangkap bola mata hijaunya, siluet seseorang memasuki indra penglihatan.
"Nenek," gumam parau selayaknya orang yang baru saja terbangun dari tidur.
Matanya terbuka penuh, ketika ia menyadari sosok asing yang berada di hadapanya, jantungnya berdegub kencang, keringat mulai membanjiri wajah dan tubuh. Siapa? Dalam benaknya bertanya. Tatapan Shizuka membulat, saat wajahnya dipaksa untuk menatap bola mata aneh itu. Shizuka merasa pusing bukan main, ia terlelap kembali dan tak menyadari apa pun yang terjadi setelahnya.
"Lebih cepat menggunakan cara halus, bukan." Pernyataan itu mengakhiri seringai Nawaki sang kapten dari Kerajaan Langit. Ia lantas membawa Shizuka dalam pelukannya dan menggedongnya seperti pangeran berkuda dalam cerita dongeng. Meninggalkan seorang nenek yang sudah terhiasi pekat merah amis dan terbujur kaku.
Malam itu, tikus mencicit-cicit. Merayap di dinding kayu, mencari makanan yang bisa didapat dari rumah yang tak berpenghuni lagi.
Suara tapak kuda memecah keheningan malam. Sang lelaki menggunakan sebelah tangannya untuk memegang tali kekang dan satunya lagi melingkari tubuh gadis Chizuuru yang tak sadarkan diri.
.
.
.
Malam di saat terang bulan, sesosok aneh terbang membelah awan. Tak terlihat jelas bentuk tubuhnya, hanya sepasang sayap mengerikan yang tetangkap mata telanjang, jika dilihat dari balik jendela. Tubuh lelaki yang berkulit cokelat itu mendarat saat mata peraknya menangkap gerbang desa yang menjadi tempat bersembunyi rakyat-rakyatnya. Di wilayah selatan, Hakudoshi Ryunosuke sang pewaris berjalan cepat untuk menemukan para petinggi Hakudoshi lainnya.
Angin bertiup dan menggoyangkan rambut pendek Ryunosuke, mata elang menatap para petinggi yang tergopoh-gopoh berjalan dan menghadap dirinya, menyujudkan diri dan berterimakasih kepada Dewa karena menyelamatkan sang tuan muda.
"Hamba sangat bersyukur, Tuan Muda datang dengan selamat."
Ryunosuke menganggukkan kepala dan ia mengikuti para petinggi Hakudoshi yang mempersilakannya masuk ke ruang peristirahatan khusus untuknya.
Lelaki itu mengistirahatkan diri, ia memberi perintah kepada bawahan, bahwa esok pagi mereka akan melakukan pertemuan untuk membahas masalah desa. Untuk sekarang, lelaki Hakudoshi itu lebih memerlukan rihat, tubuhnya letih bukan main karena dipaksa terbang dan mengejar waktu. Malam kian larut, perlahan cahaya api dari lilin terendam oleh kegelapan malam, meninggalkan gulita yang menyelimuti tubuh.
Seperti yang sudah diperintahkan, pagi harinya setelah mengisi perut, mereka para petinggi istana berada di ruang rapat untuk membicarakan permasalahan desa. Ryunosuke masuk setelah teriakan beberapa pengawal mengirinya, para petinggi dan jendral memberi hormat, dan mengangkat kepala ketika sang penguasa Hakudoshi memberi wewenang.
Lelaki itu menjelaskan apa yang terjadi, yang didukung oleh beberapa orang kepercayaan seperti jendral Hiro, yang kemudian melanjutkan penjelasan mengenai apa yang dilihatnya di wilayah istana Hakudoshi. Suasana menjadi keruh karena mereka para petinggi tak mempercayai kalau dalang dari semua ini adalah Kerajaan matahari yang sudah beraliansi sejak era Tuan Besar Kotoya yang merupakan kakek dari Ryunosuke.
"Kalau begitu, tujuan mereka sejak awal memang ingin menjatuhkan istana Hakudoshi dan mengambil kekuasaannya." Pernyataan Hakudoshi Rei pun keluar begitu saja, lelaki yang merupakan paman dari Ryunosuke itu mengerutkan alis, dan menatap para petingi lain yang berwajah resah sepertinya.
Mereka sedang terusir sekarang, menumpang di salah satu desa terpencil yang memiliki wilayah luas, Ryunosuke bersyukur Aoda memiliki banyak rencana yang sudah disusun sejak lama, lelaki itu sepertinya memang selalu awas terhadap apa pun.
"Ya, rencana jangka panjang. Awalnya dengan bersatunya kedua kerajaan kuat, maka mereka akan bisa lebih berkuasa untuk menjatuhkan klan dan kerajaan lain. Namun, di balik itu semua, tujuan utama Kerajaan Matahari adalah untuk menghancurkan dan menguasai Hakudoshi dan Kerajaan Langit." Ryunosuke menaruh siku di atas meja, kedua tangannya saling menggenggam di depan dagu.
"Hamba rasa, Kerajaan Matahari sejak awal sudah memperhitungkan, Tuan Muda. Bahwa suatu saat Tuan Besar Harada akan meninggal dunia, begitu pula dengan Tuan Muda Aoda yang kondisi tubuhnya memerihatinkan, maafkan kelancangan hamba. Namun, inilah pendapat hamba, Tuan Muda."
Ryunosuke menganggukkan kepalanya, benar apa yang dikatakan salah satu petinggi itu, Kerajaan Matahari benar-benar menyusun rencana dengan apik. Rasanya sulit untuk mempercayai kalau Akashi yang kelihatan perhatian dengan sang kakak, juga merupakan salah satu dalang dari hancurnya Hakudoshi. Ya, ekspresi memang bisa menipu, hanya orang licik yang dapat melakukannya.
"Aoda-niisama mengatakan kalau sebaiknya kita meminta bantuan kepada Klan Tsuki Kerajaan Bulan. Fokus utama kita adalah merebut kembali istana dan menyelamatkan tahanan. Lalu, setelah itu kita bentuk pasukan khusus dan meminta bala bantuan dari klan besar lainnya, Klan Kazama dan Klan Sanagumi pasti mau membantu kita."
.
.
.
Siang hari yang terik, Ryunosuke dan Jendral Hiro masih berbenah dengan para pasukannya. Mereka mengutus beberapa pengawal agar mencari tabib di desa ini untuk mengobati para prajurit yang terluka. Makan siang bersama dan berkeliling memeriksa rakyat yang bertempat di desa ini. Banyak yang menunduk hormat saat ia lewat dengan kuda dan beberapa pengawal. Di belakangnya selain Hiro, ada pamannya Rei yang sudah berada di sini sedari awal saat membantu rakyat mengungsi.
Para rakyat terlihat sudah mulai membiasakan diri, bercocok tanam, berdagang dan ada pula yang membantu membangun rumah. Cukup tenang dengan perekonomian yang beberapa minggu lalu sempat terdesak karena kedatangan mereka, perlahan berjalan normal karena rakyat dari desa naungan Hakudoshi membawa cukup banyak perbekalan. Beberapa ada yang membawa emas dan perak, atau bahkan hasil kebun untuk kebutuhan mereka. Setidaknya hal itu membuat para penduduk desa ini tidak kesulitan dalam berbagi makanan secara gratis.
"Jadi, setelah ini kita akan mengunjungi Klan Tsuki. Paman rasa, kita biarkan dulu para musuh merasakan kemenangan mereka, lagi pula kita masih harus memulihkan kondisi rakyak yang terlihat masih tertekan. Setidaknya, sekarang kita adakan upacara pengangkatakmu sebagai kepala klan dan raja. Agar rakyat percaya dan lega karena mereka masih memiliki pemimpin dan pewaris Hakudoshi."
"Saya menyetujui yang dikatakan Tuan Rei, Tuan Muda. Walaupun berada di sini kita hanya sementara waktu, setidaknya kita harus tetap memberikan kepercayaan kepada mereka, bahwa Pemimpin Hakudoshi bisa menangani hal ini. Maafkan kelancangan saya, jika Tuan Muda tidak berkehendak."
"Kalian benar, ayahku dan kakakku telah meninggal dunia, dan seharusnya aku menarik minat para rakyat untuk memercayaiku sebagai pemimpin yang akan membimbing mereka. Setidaknya kita pulihkan dahulu kondisi masyarakat di desa ini. Penjagaan dan rasa aman, itu yang akan kita dahulukan." Ryunosuke turun dari kudanya dan menatap cahaya matahari dari bawah bukit, ia mengingat nama seseorang ketika memandang mentari yang terik dan sinarnya mengintip dari sela-sela daun.
Shizuka, apa kau baik-baik saja?
Beberapa hari setelah kedatangan Ryunosuke ke desa tersembunyi Hakudoshi, lelaki itu menepati janjinya untuk membuat para rakyat merasa aman dengan menambah jumlah pengawal. Sang kepala desa, Kakeruya menjelaskan kalau pasukan pengaman desa tak sebanyak seperti di istana inti Hakudoshi, maka dari itu Ryunosuke memberi titah bagi setiap lelaki yang berkeinginan untuk menyelamatkan desa untuk berkumpul di alun-alun desa agar Ryunosuke bisa melatih mereka menjadi seorang prajurit.
Sore itu, para lelaki berkumpul, tak seperti dugaanya, jiwa patriot itu membara saat melihat ratusan orang sudah berada di alun-alun seperti perintahnya.
Ryunosuke yang menaiki kuda dan berjalan pelahan pun berdiri di depan para calon prajurit.
"Aku sangat bangga kepada kalian para pejuang, dengan gagah berani dan keteguhan hati, kita akan memulai latihan untuk memperjuangkan desa kita ini. Kalian akan dibimbing oleh para pahlawan perang. Jendral Hiro, Kapten Mashiya, Kapten Ichiru dan Kapten Jirobo."
Nama-nama yang dipanggil Ryunosuke sudah maju di depan para lelaki yang ingin meningkatkan penjagaan.
"Baiklah, bagi menjadi tiga bagian, masing-masing kapten akan membimbing kalian dan kalian akan diawasi langsung oleh Jendral Hiro. Membaralah para prajurit perang!"
Mereka yang berada di bawah pengawasan sang kapten mulai berlatih, bertarung dengan tangan kosong, melatih kemampuan pedang dan memanah. Sang kapten selalu dengan sigap membimbing dan juga memberi arahan jika para calon prajurit kesusahan. Mereka terus berlatih hingga matahari perlahan tenggelam.
Minggu selanjutnya, para pengaman desa sudah terbentuk dengan setiap regu yang berjaga bergantian, mulai dari perbatasan desa, di bagian-bagian tertentu hingga berkeliling untuk mengawasi dan menjaga para penduduk yang sedang berktivitas. Kebanyakan yang bergabung dalam regu keamanan dan prajurit adalah para pemuda desa yang jumlahnya cukup banyak, dengan semangat muda mereka tentu sangat diharapkan untuk menjaga desa dengan teguh nantinya.
Upacara pengangkatan Ryunosuke sebagai ketua klan dan raja muda dilakukan beberapa hari kemudian, saat situasi telah stabil dengan ketatnya penjagaan yang telah dibentuk. Lelaki itu kini sedang mempersiapkan diri untuk melakukan kunjungan resmi ke wilayah Kerajaan Bulan, saat meninggalkan desa, ia akan membawa beberapa orang kepercayaannya seperti sang paman dan Jendral Katsuto, setra beberapa petinggi lainnya. Desa akan dijaga ketat selama ia pergi melakukan kunjungan.
Ryunosuke berada di ruangannya, di atas meja dengan sebuah kertas dan alat tulis, ia mengambil kuas dan mencelupkannya kepada tinta. Laki-laki itu menulis, setelahnya membungkus kecil surat dan berjalan ke arah jendela untuk memanggil elangnya.
Kalung dengan bandul berbentuk peluit, kemudian ditiup beberapa kali. Elang mengarungi langit di atasnya, mengepakkan sayap dan menungkik tajam menuju lengan Ryunosuke yang berada di luar jendela. Lelaki itu menarik lengannya dan mengelus kepala sang elang, lalu memasukkan sebuah gulungan kertas kecil yang berisikan pesan untuk sang gadis yang berada di belahan bumi lainnya. Sorot matanya menghangat, bibirnya tersenyum tipis kala ia mengingat sosok yang selalu dimimpikannya.
"Pergilah, ke rumah Shizuka, Taka." Ryunosuke membuang lengannya dan membiarkan sang elang kembali mengarungi angkasa, menuju tempat yang diucapkannya tadi dengan kecepatan tinggi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top