17. Penyamaran
BAB XVII
Penyamaran
"Bagaimana kalau dengan cara itu?" Ryunosuke berwajah datar ketika mengucapkan kalimat se- mikian, tetapi secercah merah muda menebar di pipinya. Bola mata hitam itu pun tak menatap diri Shizuka, melainkan arah samping. Namun, kelihatannya sang gadis tidak sadar dengan kecanggungan Ryunosuke.
"Ah, benar juga!" Shizuka terlihat senang dan membuat Ryunosuke mengerutkan alis cu-riga.
Mereka pun terlihat saling tatap.
Perlahan, Shizuka mendekat-kan tubuhnya, tepat berada di samping Tuan Muda yang tak berdaya, lebih dekat dan lebih dekat lagi. Rambut kecokelatan dan ikal terlihat berjatuhan ke depan dada di kala sang gadis terlihat menundukan tubuh, se-makin menghilangkan jarak, hingga Ryunosuke bisa dengan jelas merasakan air sungai masuk dari bibir dan mengalir ke dalam kerongkongannya. Jangan ber-pikir kalau sekarang bibir mereka tengah menyatu, tidak―karena Shizuka hanya menggunakan mulut daun yang dijadikan se-perti corong dan dituangkan ke mulut Ryunosuke secara per-lahan.
Dahaga itu teratasi, tetapi Ryunosuke belum juga menutup mata untuk merajut mimpi.
Keesokan harinya, Ryunosuke merasa lebih baik. Ia sudah mulai bisa menggerakkan tubuh untuk sekadar duduk, sehingga Shizuka juga bisa membasuh tubuhnya dengan handuk kecil. Dan se-karang ia sudah memakai kimono bersih, hal ini sangat mem-buatnya merasa nyaman.
Gadis itu terlihat tengah me-rapikan bungkusannya, menata-nya ulang agar lebih kecil. Me-mindahkan beberapa barang, lalu melipatnya dengan rapi.
"Setelah ini, apakah Anda akan menuju istana Tsuki di Kerajaan Bulan, Tuan Muda?"
Ryunosuke menggelengkan ke-pala, mereka sedang menyantap umbi-umbian yang ditemukan Shizuka tak jauh dari semak hutan, mereka membakarnya dan mengisi perut.
"Aku akan mengantarmu da-hulu ke desamu. Seperti kata Aoda, aku masih berstatus se-bagai penjagamu." Lelaki itu kembali menggigit ubi dalam genggamannya.
"Saya kira, Tuan Muda Aoda hanya ingin membuat Anda se-bal."
"Kau berpikir seperti itu?"
Kepala sang gadis meng-angguk-angguk kecil.
"Soalnya dia tertawa jenaka saat mengatakan hal ini kepada saya."
Menghela napas, Ryunosuke jelas masih sangat mengingat pembicaraan empat mata antara dirinya dan Aoda sebelum jiwa lelaki itu ia lepaskan. Sang kakak mengatakan dua hal, yang per-tama adalah mengenai seluk-beluk istana, termasuk mengenai jalur pelarian rahasian dan sim-bol labirin. Yang kedua adalah tentang keinginan Aoda untuk menjaga Shizuka karena gadis itu memiliki kekuatan istimewa dari klan Chizuuru yang sudah bi-nasa.
Aoda mengkhawatirkan, jika ada klan lain yang mengetahui hal ini, maka nasib Shizuka bisa dipastikan tidak akan baik.
Mereka bisa saja menculik Shizuka dan memanfaatkan ke-kuatan gadis itu untuk berperang atau sebagai pertahanan istana. Untuk itu, Aoda memberikan tugas kepada Ryunosuke agar dirinya bisa menjaga sang Chizuuru setidaknya sampai gadis itu tiba di kediamannya di desa Kitsune.
"Yang dikatakan Aoda benar, bagaimanapun kau itu bagian dari Chizuuru yang dahulu sangat tersohor. Kalau Ayahanda dan Kakek saja sampai pernah membahas tentang klan kalian, sudah dipastikan kekuatan per-tahanan kalian bukanlah isapan jempol semata."
"Tetapi, perjalanan akan sangat jauh jika harus menuju ke desaku terlebih dahulu karena kita se-dang melewati jalur memutar. Bukannya sebaiknya menghemat hari dengan menuju istana Tsuki terlebih dahuu?"
"Aku sudah memikirkan ren-cana. Yang terpenting kau harus kembali ke desamu, di sana cukup aman karena jauh dari istana Hakudoshi. Lalu, aku juga harus memulihkan tubuh dan memeriksa keadaan istana se-belum meminta bantuan klan Tsuki di Kerajaan Bulan. Aku harus memastikannya sendiri."
Menghela napas, Shizuka pun mengangguk patuh.
Lagi pula, rasanya aku benar-benar penasaran dengan kondisi istana. Apakah prajurit Kerajaan Langit berhasil mengalahkan pe-rampok? Apalagi bantuan dari Kerajaan Matahari sudah pasti menjadikan kemenangan dipihak kita, lantas kenapa Kakanda berkata seperti itu? Firasatku sangat tak enak.
***
Ratusan mil jauhnya dari tempat Ryunosuke dan Shizuka berada, sebuah ruangan pribadi dari seseorang yang memiliki kuasa atas negerinya, tengah di-ketuk oleh seorang lelaki. Setelah terdengar samar-samar suara Penguasa, lelaki itu lalu me-nyujudkan diri dengan hormat kepada pemimpinnya. Ia lantas tersenyum saat menyerahkan sebuah gulungan yang berisi informasi dari orang kepercayaan sang pemimpin.
"Bagaimana menurutmu, Kap-ten Nawaki?"
"Seperti yang diinformasikan, Tuan Muda. Gadis itu tidak berada di desa Kerajaan Langit sekarang, jika menurut penga-matan saya, dia masih bersama Hakudoshi Ryunosuke dan Hakudoshi Aoda, dan telah melarikan diri dari desa. Kita juga kehilangan kontak dengan Jendral Daito Ran, kemungkinan dia telah terbunuh. Pasukan yang mencari pun masih belum me-nemukan hasil, dimohon Tuan Muda untuk bersabar sebentar lagi."
Anggukkan kepala menan-dakan sang pemimpin mengerti.
"Gadis itu harus kita dapatkan, bagaimanapun kekuatan kekkai klan Chizuuru adalah yang terkuat di sepanjang sejarah peperangan. Katakan kepada pasukanmu, untuk membuat ke-lompok pencarian lagi. Kalian harus menangkap Chizuuru Shizuka secara hidup-hidup. Kau diberikan tugas untuk mencari informasi apapun tentang gadis Chizuuru itu, beberapa minggu yang lalu ia berada di istana Hakudoshi, kuharap kau me-ngerti apa yang harus kaulakukan setelah ini. Bawa dia hidup-hidup, Kapten Nawaki."
Lelaki itu menganggukkan kepala hormat kepada sang Pemimpin, ia lalu berpamit diri dan keluar dari ruangan pribadi sang pemimpin.
"Baik, Tuan Muda."
***
Sepanjang malam Ryunosuke dan Shizuka berada di belantara hutan, dengan alas seadanya mereka memejamkan mata di udara yang dingin. Malam kian larut, Ryunosuke tertidur dengan tubuh menyandar di batang po-hon, sedang Shizuka di samping lelaki itu meringkuk merengkuh tubuhnya sendiri karena ke-dinginan.
Pagi harinya, mereka bangun dan memakan umbi yang mereka bakar tadi malam. Shizuka tidak bisa memancing, jadi mereka hanya memakan apa yang bisa Shizuka dapatkan saja.
Menjelang siang mereka mulai berbenah untuk meneruskan per-jalanan, setidaknya mereka harus mencari desa terdekat agar bisa beristirahat di bawah atap rumah, mereka juga memerlukan ma-kanan yang lebih layak untuk mengisi perut dan menambah nutrisi.
Ryunosuke sudah merasa lebih baik, ia bisa berdiri dan bergerak leluasa, ternyata obat yang Shizuka berikan memanglah manjur, ia menjadi merasa cukup bersalah karena sempat ber-tingkah menyebalkan dikarena-kan obat yang sangat perih ketika tersentuh kulitnya yang terluka.
Lelaki itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya di salah satu batu yang terdapat di bibir sungai, ia belum diperbolehkan mandi karena kondisi luka dan perban yang mengelilingi perut. Jadi, Ryunosuke hanya meng-gunakan handuk kecil milik Shizuka untuk membasuh wajah dan tubuhnya yang tak tertutupi perban, setidaknya ia merasa lebih segar dan siap untuk melanjutkan perjalanan.
"Apakah Tuan Muda sudah selesai?" Ryunosuke menoleh karena mendengar suara Shizuka, ia melihat gadis itu datang mendekatinya.
"Satu hal lagi."
Sebelah tangan Ryunosuke mengambil belati yang me-rupakan milik Aoda dan telah diserahkan untuk Shizuka, dan ia menarik benda itu dari sa-rungnya. Kemudian dengan tangan kanan, Ryunosuke mem-buka ikatan rambut yang pagi tadi sudah sudah payah dirapikan Shizuka. Ia lalu menggenggam rambut panjangnya dan dengan tangan kiri yang memegang belati, ia potong rambut hitam itu dengan sekali sayatan kuat.
Mata Shizuka terbelalak, ia melihat Ryunosuke telah me-mangkas rambut panjang indah lelaki itu hingga hanya me-nyisakan sebatas tengkuk.
"Kenapa Tuan Muda potong?" Shizuka sangat histeris di dalam hati.
Mendengus pelan, Ryunosuke kemudian membuang rambutnya di aliran sungai dan meng-gunakan tangan kanannya untuk menyibak anak poninya hingga menutupi seluruh dahi. Ia lalu mantap Shizuka dan tersenyum kecil.
"Dengan begini, tak akan ada yang mengenaliku."
Walau sebenarnya Shizuka sa-ngat menyayangkan hal itu, tetapi tetap saja ia tak bisa sem-barangan memerotes sang tTuan Muda. Lagi pula, yang dikatakan lelaki itu memang benar, dengan penampilan baru ini, Hakudoshi Ryunosuke tidak akan dapat dikenali. Shizuka memperhati-kan, terfokus kepada rambut lelaki itu yang kelihatan sangat berbeda. Sangat disayangkan, dalam hati Shizuka masih me-ngeluh karena rambut indah sang Tuan telah kandas.
Beberapa hari setelahnya, Sang Lelaki sudah merasa lebih baik hingga mereka tak perlu berjalan lagi untuk menuju desa terdekat. Ryunosuke meng-gendong Shizuka dan membawa gadis itu terbang bersamanya di sepanjang malam, barulah ketika menjelang pagi mereka sampai di desa kecil di samping bukit. Menurunkan diri di hutan ping-gir desa, ia lantas melepaskan Shizuka dalam rengkuhan ta-ngannya agar gadis itu bisa berjalan sendiri.
Matahari sudah semakin me-ninggi ketika mereka memasuki gerbang desa kecil yang terletak di samping bukit.
"Mungkin, saya bisa menawar-kan diri untuk mengobati warga yang sakit dan mengusir roh jahat yang ada di desa, agar kita mendapatkan tempat untuk menginap."
Anggukkan Ryunosuke terlihat di bola mata hijau itu, mereka mulai melihat-lihat rumah-rumah penduduk. Tatapan Shizuka me-najam, ia merasakan sesuatu, itu adalah aura iblis yang me-ngelilingi salah satu rumah yang paling besar. Alisnya berkerut untuk lebih memfokuskan ke-kuatan spiritualnya.
Bukan hanya Shizuka yang menyadari hal itu, Ryunosuke juga dapat merasakan dan me-lihat aura keunguan dan cen-derung hitam yang sedang melingkupi rumah, mereka pun memutuskan untuk melangkah mendekati beberapa orang lelaki yang terlihat berkumpul di halaman tersebut.
"Selamat pagi, Tuan."
Lelaki berusia sekitar 45 tahun menjawab sapaan Shizuka dan membalas hormat sang gadis dengan turut menundukkan kepala.
"Selamat pagi, Nona."
Mereka lalu terdiam dan melihat keadaan, hingga seorang yang barusan mereka sapa kembali berbicara kepada lelaki yang bersebelahan dengannya.
"Tuan Aoi tidak seperti biasanya, dia menghukum siapa pun yang berani mengintip ke dalam kamar," bisik lelaki itu ngerih. Sepertinya Tuan Aoi adalah seseorang yang cukup berpengaruh di desa ini.
"Mohon maaf sebelumnya, sebenarnya apa yang sedang terjadi di desa ini?" Shizuka membuka suara.
Beberapa lelaki terlihat seperti berpikir dahulu, kemudian mereka pun mulai bercerita tentang kepala desa muda yang sangat baik, disiplin dan taat yang tiba-tiba berubah menjadi sangat beringas dan selalu mengurung diri di dalam kamarnya, hingga tak mem-perbolehkan sang anak dan istri untuk sekadar memeriksa ke-adaan lelaki itu. Bukan hanya itu saja, salah satu pelayan mereka pun dihukum mati karena melanggar peraturan yang sudah dibuat beberapa minggu lalu. Tidak boleh ada seorang pun yang melihat ke dalam kamar.
Kepala Shizuka terlihat meng-angguk-angguk. Gadis itu sekarang paham, kemungkinan sang Kepala Desa Muda itu tengah dirasuki oleh roh jahat yang ingin membuat kekacauan di desa. Tatapan Shizuka kembali menelisik ke sekeliling rumah, aura yang ditimbulkan cukup membuatnya sesak karena perbenturan energi yang sering berbenturan.
"Begini Tuan, kalau di-perkenankan, saya adalah murid dari seorang Miko di desa saya, dan juga seorang tabib. Saya bisa sedikit membuat penangkal un-tuk mengusir momonoke yang mengelilingi rumah ini."
"Momonoke? Jadi ini semua ulah momonoke?" beberapa lelaki yang berada di halaman itu terdiam seketika, mereka memang sudah curiga bahwa ada yang tidak beres dengan kepala desa baru mereka, hingga melakukan hal kejam seperti itu. Padahal Aoi adalah orang yang taat dalam beragama.
"Kalau begitu, saya akan mempersilakan Nona untuk bertemu dengan istri beliau." Lelaki itu mengantar Shizuka dan Ryunosuke masuk ke dalam rumah, melewati beberapa ba-gian lorong untuk bisa menuju ke salah satu ruangan yang ditempati istri dari kepala desa.
Saat pintu diketuk, munculah seorang wanita berusia sekitar dua puluh lima tahun, yang terlihat anggun dan berparas sedih. Ia lalu mempersilakan Shizuka dan Ryunosuke masuk, dan menyajikan hidangan kecil untuk mereka.
Mempersilakan tabib dan lelaki untuk meneguk teh dan menyantap kue manis yang telah disuguhkan, lalu sang istri bebicara kepada tamu-tamu yang hadir untuk membantu permasalahannya ini. Sepintas Misaki―istri Aoi sedikit bingung, ketika Ryunosuke dan Shizuka dikenalkan sebagai pengembara yang kebetulan lewat, ba-gaimanapun terlihat cukup tak meyakinkan bahwa mereka adalah musafir jika dilihat dari kimono mewah yang terpasang ditubuh.
"Saya adalah Eiji Misaki, istri dari Eiji Aoi." Suara yang lemas dan sedih terdengar ketika Misaki memperkenalkan diri. Wanita itu menganggukkan ke-palanya, yang kemudian dibalas oleh Shizuka.
"Ah, saya adalah Chizuuru Shizuka, seorang tabib."
"Ryunosuke."
Wanita itu mengangguk dan beberapa saat menatap dua orang muda-mudi yang duduk ber-hadapan dengannya.
"Jadi, kalian adalah pasangan suami-istri muda." Bibir wanita itu tersenyum tulus, sedang Shizuka tersentak dalam ba-tinnya, tetapi kalau dipikirkan jika ia membantah ucapan wanita ini, pasti nanti Misaki akan menanyakan marga Ryunosuke. Ia melirik lelaki itu, tetapi yang terlihat hanya wajah datar yang tak menunjukkan tanda ke-beratan. Jadi, dirinya pun mengikuti saja perkataan sang penghuni rumah, ia meng-anggukkan kepala.
Setelah melihat anggukan itu, Misaki kemudian melanjutkan omonganya, "Saya sudah mendengar penjelasan dari Pe-layan Hidate, kalau Nyonya Shizuka bisa merasakan aura momonoke di kediaman kami ini, apakah itu benar?"
Shizuka menganggukkan ke-palanya lagi, ia lalu menjelaskan kembali mengenai apa yang ia lihat dan ia rasakan. Sama seperti beberapa pria di luar sana, sang istri pun tersentak kaget ketika mengetahui bahwa kemungkinan sang suami tengah dirasuki.
Wanita itu kembali berwajah muram, dan menundukkan kepala mengerti. Kemudian, ia mengatakan kalau sebaiknya mereka beristirahat dahulu, dan pemeriksaan dilakukan ketika hari menjelang malam saja. Shizuka menyetujui perkataan sang istri, ia lalu mengikuti wanita itu untuk berkeliling di rumahnya.
"Ini adalah kamar yang akan kalian tempati. Saat makan siang nanti, pelayan akan datang untuk mengantarkan hidangan ke ka-mar."
Rasa sungkan menghampiri hati Shizuka, ketika ia men-dapatkan pelayanan yang lagi-lagi berlebihan menurutnya. Ia pun hanya tersenyum untuk menu-tupi rasa tak nyaman ini.
"Kalau begitu, saya permisi, Nyonya dan Tuan Chizuuru." Saat ucapan Misaki mengakhiri pertemuan mereka, Shizuka langsung terlihat salah tingkah dan hanya bisa tersenyum kaku untuk meladeni ucapan sang pemilik rumah. Ia malu setengah mati sekarang.
Pintu kamar Shizuka tutup, dan ia menatap Ryunosuke yang sudah duduk bersandar di dinding. Lelaki itu terlihat agak lelah karena perjalanan yang mereka tempuh. Shizuka lalu mendekati sang Tuan Muda dan menanyakan kondisi lelaki itu.
Sakit yang dirasakan Ryunosuke tak terlalu menyebabkan kenyerian lagi, tetapi sesekali ia bisa merasakan denyutan di area luka di perut. Namun, sekarang masalah luka bukanlah yang paling di-pikirkannya. Mata hitam itu menatap pada figur sang gadis.
"Apa kau yakin bisa me-lakukannya? Aura ini cukup kuat."
Shizuka terlihat mengerutkan alis, ia menimbang untuk men-jawab pertanyaan Ryunosuke.
"Kurasa tak ada salahnya kita mencoba. Namun, sepertinya saya bisa menangani hal ini. Kita akan memulai memeriksa ke-adaan kepala desa dahulu. Setelah itu kita bisa putuskan apakah ini penindakan yang tepat atau tidak karena kita masih belum mengetahui sampai di mana kekuatan makhluk itu."
Telinga sang gadis dapat mendengar suara dengusan Ryunosuke, alis mata itu pun semakin berkerut dalam.
"Kalau bukan karena untuk mendapatkan tempat menginap, aku tak akan bersusah payah. Yang menggangguku, kau seharusnya jangan memakai kata 'saya' atau 'Tuan Muda' jika berada di depan mereka nanti. Bukankah kita suami-istri, Koishi." Ryunosuke menyeringai, dan membuat Shizuka merengut antara kesal dan malu. Namun, yang dikatakan Ryunosuke memang benar. Mereka seti-daknya jangan sampai mem-bongkar penyamaran sendiri.
"Ya, setidaknya kita harus membalas budi dari kemewahan ini. Lagi pula, R-Ryunosuke membutuhkan istirahat yang baik dengan tempat yang baik pula."
"Ya, kau benar. Namun, se-baiknya jangan terlalu memaksa-kan diri nanti karena perjalanan kita masih jauh. Tenang saja, makhluk itu bisa ditangani de-ngan mudah."
Shizuka mengangkat alisnya, ia bingung.
"Bukannya tadi Ryunosuke bilang aura makhluk itu cukup kuat?"
"Untuk ukuran manusia. Lagi pula, kalau mau mengukurnya, kau bisa membedakan antara kediaman ini dengan istana Hakudoshi. Namun, jangan salah, itu hanya sebagian kecil karena jika aku mengeluarkan lebih, kalian tak akan bisa bertahan. Dan aku juga tak berminat untuk ikut campur dengan hal ini."
Dalam batinnya, Shizuka men-jerit histeris. Memangnya lelaki di depannya ini apa? Ok, ia memang mengetahui kalau Ryunosuke itu memiliki ke-janggalan, bahkan perubahan dalam bentuk iblis itu sudah beberapa kali ia lihat. Namun, jika dia sekuat itu, kenapa Ryunosuke bisa terluka?
"Lantas kenapa kau bisa terluka, Ryunosuke?" Shizuka menaikkan kembali alisnya. Ia lalu tersenyum di dalam hati karena mungkin cukup terbiasa memanggil lelaki di depannya ini dengan nama kecilnya.
Ryunosuke hanya menatap sang gadis, kemudian ia menyeringai kecil.
"Kalau aku memberitahukan kepadamu, sama saja dengan membongkar rahasiaku sendiri." Ia lalu menutup mata dan tak mau mendengar pertanyaan berapi-api dari gadis tabib yang masih berwajah sebal. Shizuka terlihat mengigit bibir karena kesal bukan main. Ia lalu memilih untuk duduk sejauh mungkin dari laki-laki sok misterius itu dengan wajah merajuk.
.
.
.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top