10. Dalang dan Kecurigaan
Niat awal Shizuka yang ingin memberitahukan hal ini kepada Aoda, kini telah sirna sudah. Lelaki itu memang belum memutuskan kalau akan membiarkan kakaknya sekali lagi meninggalkannya, tetapi Shizuka bisa merasakan penyesalan dan rasa bersalah itu saat mengobrol dengannya beberapa saat yang lalu. Kini ia hanya bisa termenung saat mencoba memulihkan tubuh Aoda, lelaki itu bercakap-cakap sesekali dan menanyai kehadiran adiknya yang sudah absen selama beberapa hari. Aoda hanya tak tahu kalau Ryunosuke datang di saat dirinya tengah tak sadarkan diri.
Wajah sang sulung semakin pucat, beberapa garis-garis retakah tubuh yang mulai rusak dari dalam pun terpampang di kulit. Sangat terlihat menyiksa, namun Aoda seperti sudah tak terlalu merasakan sakitnya karena kondisi tubuhnya yang semakin buruk. Laki-laki itu kadang terlihat linglung.
"Bagaimana perasaan Anda, Tuan Muda?"
Aoda tersenyum kecil. Ia menggelengkan kepalanya.
"Aku tak tahu, kadang aku merasa ditempat yang aneh, tetapi aku sadar aku masih di dunia ini. Aku bahkan sudah tak mengerti kalau ini sangat sakit, aku tak tahu aku sedang bagaimana. Aku tak tahu, tapi aku paham di sini adalah kesalahan untukku. Aku bukan di sini, Shizuka."
Gadis itu menatap prihatin, Aoda sudah mengerti dengan kondisinya. Apalagi lelaki itu telah sadar betul bahwa ia seharusnya telah mati. Hingga menjadikan momok tersendiri untuknya, ia bilang dirinya kedinginan dan juga kepanasan di saat bersamaan. Dan Shizuka paham, jiwa Aoda mulai dimakan kegelapan. Hanya tinggal menunggu waktu hingga jiwanya akan terhempas ke neraka karena kekeraskepalaan adiknya itu. Kalau sampai hal ini terjadi, Aoda tak akan bisa bereinkarnasi lagi.
"Ah, bagaimana kau dan Ryunosuke? Apakah dia baik?"
Shizuka mengangguk.
"Ia mengundang saya untuk minum teh di gazebo pribadinya beberapa hari lalu."
"Syukurlah dia baik, dan tetap berada pada tanggung jawabnya. Aku hanya tak tahan melihat kesedihan di matanya, aku tahu ini adalah ulahnya dan aku sama sekali tak menyalahkan dirinya."
Shizuka terteguh. Apa yang dikatakan tuan muda ini tadi? Apakah dia tak salah dengar dengan apa yang diucapkan tadi? Atau Aoda hanya asal bebicara saja.
"Maksud, Tuan Muda?" Shizuka memancing.
Aoda terlihat tersenyum, ia melirik Shizuka.
"Kau memiliki energi spiritual, bukan? Kukira pasti kau sudah menyadarinya. Aku memang tak memiliki hal semacam itu, namun bagiku tak ada yang bisa disembunyikan Ryunosuke dariku." Aoda terdiam dan Shizuka pun sama, ia tak bisa asal bicara, dan masih belum benar-benar memastikan mengenai apa yang dikatakan Aoda.
"Aku tahu ini semua ulah Ryunosuke. Tapi, aku tak ingin berprasangka buruk kepadanya. Namun, semakin hari aku semakin yakin. Shizuka, aku tahu kau masih meragukanku karena keadaanku yang seperti mengambang dan tak jelas dalam bebicara belakangan ini, tetapi ada kalanya aku bisa menjadi seperti diriku yang biasa, seperti sekarang."
Shizuka terlihat sedih, ia menundukkan kepala karena menatap senyuman Aoda.
"Jangan beri tahu kalau aku sudah mengetahu kebenarannya. Aku tak ingin dia sedih, nanti aku sendiri yang akan memberitahu kesalannya ini dan tentu saja dia tetap harus dihukum karena perbuatannya. Kau mau membantuku? Sepertinya ia akan sangat kesal kalau aku menunjukmu sebagai pengawas prilakunya, agar ia tak sembarangan dan jangan lupakan hukuman yang lama. Ia akan menjagamu hingga kau menikah kelak. Itu terlihat mengesalkan, bukan."
"Tuan Muda, tak perlu seperti ini."
Dan Shizuka melihat Aoda tertawa kecil dengan polosnya.
.
.
.
Seperti dugaan Ryunosuke, semua yang diprediksikannya mengarah tepat ke sasaran. Ia sedang duduk dengan para petinggi, penasihat dan jendral di dalam ruangan pertemuan. Mereka membahas tentang para perampok yang telah membentuk satuan untuk mengambil alih kekuasaan Hakudoshi. Alis lelaki berambut panjang dan dikuncir tinggi itu mengerut, ia tak bisa percaya ada kelompok perampok yang seberani ini terhadap kalangan penguasa.
"Apakah ini tak terlalu mencurigakan?" lelaki bermarga Hakudoshi itu mengeluarkan unek-uneknya.
"Saya juga berpikir sedemikian, Tuan Muda. Terlalu menggebu bagi mereka untuk melawan kekuasaan Hakudoshi dengan orang-orang yang jumlahnya tidak seberapa dibandingkan kita. Maksud saya, walau jumlah mereka banyak, tetapi tetap saja ini adalah tindakan yang gegabah bagi mereka." Penasihat Aoda yang bernama Ran menyumbangkan pikirannya.
"Tetapi, semua perampok itu memang gegabah. Mereka kira, mereka cukup kuat untuk menjarah negeri ini, itu sebabnya mereka memulainya dari wilayah timur." Jendral Juugo pun mengomentari yang diucapkan Ran.
Terlihat sang penasihat sang ayahanda dahulu, Obuki Sasato menganggukkan kepalanya.
"Tuan Muda, hamba rasa, kemungkinan ada campur tangan pihak lain. Hingga mereka merasa di atas awan." Jenggot putih penasihat sang raja terdahulu dielusnya perlahan, matanya menatap ke arah meja sambil berpikir.
"Itu dugaanku, Penaseihat Sasato. Apakah mereka dibayar oleh klan lain untuk menjatuhkan Hakudoshi?" Ryunosuke kembali menerangkan apa yang ada di kepalanya.
Beberapa petinggi lain menganggukkan kepala, mereka berkomentar sama dan membenarkan dugaan ini. Karena memang bagaimana pun tidak ada perampok yang akan seberani ini, mungkin mereka memang menjarah desa-desa kecil. Tetapi untuk mendeklarasikan perang secara terang-terangan, seperti yang diselidiki oleh orang kepercayaan Ryunosuke, ini terlalu mustahil.
"Aku rasa kita harus mempersiapkan pasukan perang. Jendral, bagaimana menurutmu?" Ryunosuke menaruh sikunya di atas meja, jari-jari tangannya saling menggenggam menjadi satu.
"Karena kecurigaan ini semakin terbukti, saya akan membagi pasukan menjadi dua. Untuk berperang di wilayah timur, juga untuk penjagaan ketat di desa kita. Masing-masing berjumlah 1000 pasukan. Akan diberi kode, Ame dan Yuki. Yuki akan menjaga di desa untuk meminimalisir kecurigaan kita dan yang akan terjadi, dan Ame akan berperang melawan para perampok."
Lelaki muda itu menganggukkan wajahnya, rambut hitam panjangannya bergoyang.
"Baiklah ada pedapat lagi? Jika tidak, kita harus mempersiapkannya sedini mungkin, dan rombongan Ame akan ikut bersamaku ke medan pertempuran, kelompok Yuki akan dipimpin oleh Jenderal Suitoru. Nanti petang, para jendral akan berdiskusi denganku lagi mengenai stategi apa yang akan kita gunakan. Sekarang, sebaiknya kita mengatur persiapannya."
Mereka pun membubarkan diri, Ryunosuke lantas menuju ruangannya untuk beristirahat siang. Ia menatap sejenak beberapa dayang yang bersujud hormat saat dirinya melewati mereka. Pikirannya sedang dalam keadaan bercabang antara kakaknya dan desa. Kalau saja Aoda yang menghadapi hal ini, lelaki itu akan bisa melaksanakannya lebih baik, kakaknya terlalu ahli memprediksi sesuatu dan hal itu bisanya selalu tepat sasaran.
Ada hela napas, situasi genting ini tak boleh sampai bocor pada sang kakak.
Niat awal ingin beristirah di kamar sambil menikmati suguhan teh hijau, namun kakinya malah membawanya kepada kediaman pribadi sang kakak. Lucu sekali, ia sangat merindukan sosok itu entah karena apa.
Teriakan pengawal menandakan sang kakak sedang dalam keadaan terjaga, mungkin tabib panggilan itu sedang menangani kakaknya. Tentu waktu masih pertengahan, Shizuka pasti masih memeriksa tubuh Aoda.
Ia melangkah masuk dan melihat sosok kakaknya yang berbaring dan tersenyum, di sebelahnya ada Shizuka yang menyujudkan diri.
Sebelah tangan diangkatnya dan ia menyentuh wajah dingin sang kakak yang mulai terlihat memiliki retakan seperti yang diceritakan Shizuka.
"Kau terlihat lelah, Otoutou."
Ryunosuke menggelengkan kepalanya, Aoda berkata lagi agar Shizuka memeberikannya teh dan pendamping yang sangat tak disukai Ryunosuke, apalagi kalau bukan kue manis. Lelaki itu menghela napas, saat tangan yang lebih kecil itu menyodorkan dengan apik dan sopan secawan tembikar dengan cairan beraroma hangat dan menenangkan, juga sebuah wasaghi manis yang memiliki rasa seperti gula.
"Ya, aku menjadi mengerti perasaanmu, Aniue." Ryunosuke menyeringai, main-main dan membuat Aoda mendengus malas.
"Aku mengatakan kepada Shizuka, kalau ia bisa menyelidiki prihal klan Chizuuru di perpustakaan kita. Aku mengingat ada beberapa gulungan yang membahas tentang klan Chizuuru dan keistimewaanya. Bagaimana menurutmu, Otoutou?"
"Aku kira terserah saja. Jika dia menginginkannya, kenapa tidak? Lagi pula, sangat menyiksa kalau kau tak mengetahui jati dirimu. Begitukan, Shizuka?"
Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya. Ia memang penasaran dengan jati dirinya. Kalau memang benar ia adalah salah satu keturunan Chizuuru yang talah musnah belasan tahun silam, apalagi dengan segala keistimewaan yang ia punya dan merupakan ciri khas klannya. Lalu, apa yang menyebabkannya terasing di negeri orang dan sampai diasuh oleh nenek Aiko?
"Apakah saya boleh membacanya di ruangan saya, Tuan Muda?"
"Tentu."
Hari-hari berikutnya, suasana panik mulai terasa, desa mereka yang selalu aman kini dipenuhi para tentara yang berjaga di lima titik untuk melindungi desa. Pasukan satu rombongan Yuki yang paling banyak akan menjadi tameng bagi istana, beberapa kapten dan jendral berada di garis depan, mulai mempersiapkan penjagaan. Di bagian lainnya, rombogan Ame mulai berkumpul di lapangan sudut istana, mereka akan keluar dari pintu gerbang samping yang akan berhadapan langsung dengan bagian timur.
Gadis itu berjalan untuk melakukan aktivitas biasanya di pagi hari, ia tidak diperbolehkan berkeliling istana karena sekarang para pengwal tengah menyiapkan diri dan posisi. Jadi, dirinya hanya akan berniat untuk mengunjungi Aoda dan melihat keadaannya.
Tatapannya sedikit terhenyak saat menadapati Ryunosuke berjalan dengan beberapa orang berpakaian sama seperti pemuda itu. Kelihatannya orang yang bersama Ryunosuke juga memiliki kuasa di sini, mengenakan baju zirah perang yang sangat mencolok dan membuat Shizuka terpukau hanya dengan sekali tatap.
"Shizuka!" lelaki itu memanggilnya ketika jarak mereka sudah berdekatan. "Kalian tunggu aku di gerbang timur." Shizuka menunduk, dan sebesit ia melihat dua orang lelaki yang berjalan di belakang pria itu menganggukkan kepala dan meninggalkan mereka.
Hela napas terdengar, Ryunosuke melepas pelindung kepalanya yang berbentuk topi yang sisinya memanjang sampai mendekati leher, dan terbuat dari baja. Ia berjalan lebih mendekati gadis itu.
"Aku tak punya banyak waktu, perang sudah di depan mata, kami harus bisa menangani ini dan semoga kecurigaanku tak menjadi kenyataan."
"Kecurigaan?"
Ryunosuke menganggukkan kepalanya.
"Ya, semoga ini hanya fantasiku, tetapi aku menaruh curiga kalau mereka dinaungi klan lain untuk meruntuhkan Hakudoshi." Ryunosuke dapat melihat bola mata Shizuka terhenyak.
"Lalu ... bagaimana?"
"Kami sudah mempersiapkan diri, aku mengirim surat ke Kerajaan Matahari untuk meminta bantuan Akashi-douno, tetapi mereka akan sampai kemungkinan esok pagi. Waktu kita terlalu sempit, Shizuka." Ryunosuke terdiam, ia kemudian melanjutkan perkataannya dengan hela napas kembali. "Jika terjadi sesuatu yang mencurigakan. Selamatkan dirimu, di perpustakaan ada sebuah ruangan di dekat ujung barat di bawah lantai tatami ke 20, itu adalah jalur untuk meloloskan diri, ikuti saja jalannya, kau akan sampai di hutan terlarang. Aku akan memberikan dua orang komandan untuk menjagamu Shizuka."
Bola mata sejernih keristal itu menatap Ryunosuke, tidak tahu harus mengatakan apa, tetapi masih tidak yakin dengan apa yang didengarnya.
"L-lalu, bagaimana dengan Tuan Muda Aoda?"
Ryunosuke mendengus.
"Kau masih memikirkan keselamatan orang lain disaat genting begini? Aoda pada awalnya memang sudah mati, mereka tidak akan bisa menyakiti tubuhnya selama aku belum melepaskan jiwanya. Tenang saja, dia tidak akan apa-apa."
"T-tapi, Tuan Muda Aoda pasti akan menyaksikan semuanya." Shizuka sudah bersuara seperti cicitan.
"Kau bisa membawanya bersamamu, aku akan menjemputmu ... ya, kalau selamat dari maut ... di tangah hutan. "
Shizuka tercengang, dan itu membuat Ryunosuke tertawa kecil untuk pertama kalinya.
"Se-sebentar, lalu bagaimana dengan Tuan Muda Ryunosuke nantinya?" Shizuka gelisah, dan Ryunosuke hanya menatap gadis itu dengan sudut bibir yang berkedut geli.
"Aku tidak akan mati, Shizuka. Walau mereka bisa melukaiku jika aku lengah, tapi tetap saja aku tidak akan mati."
Mengambil napas, Shizuka setidaknya merasa lega, ia memikirkan nasib sang tuan muda tentu saja.
"Jadi, benar kalau anda bersektu dengan iblis, Tuan Muda Ryunosuke?" Shizuka menatap serius, merasakan aura manusia yang hangat dari tubuh Ryunosuke.
Ke mana iblis itu disembunyikan lelaki ini? Rahasia Sang Pangeran memang sangat sulit di bongkar.
Lelaki itu berjalan, tidak menjawab Shizuka. Setelah beberapa langkah di depannya, ia membalikkan muka dan berhenti. "Aku hanya memakannya." Bibir Ryunosuke menyeringai karena ia yakin Shizuka tidak akan paham, padahal ini bukanlah kiasan.
Tepat, alis Shizuka berkerut. Tidak paham dengan ucapan yang lagi-lagi ambigu baginya. Kenapa sepertinya lelaki itu sangat senang memenjarakannya dengan perkataan seperti ini? Ia bisa tidak tidur karena memikirkannya kelak.
Tak mau berlama-lama, Shizuka juga berjalan menuju ruangan pribadi Aoda. Lagi pula, Ryunosuke sudah menghilang di balik bagunan.
.
.
.
Bersambung
Gazebo: Saung. Tempat bersantai dan menenangkan diri.
Ame: Hujan.
Yuki: Salju
Otoutou: Adik laki-laki.
Aniue: Kakanda.
Douno: Tuan besar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top