01. Cout d'etat.

Luka di sekujur tubuh membuat pria itu tak sanggup lagi untuk memegang pedangnya. Kulit lengan penuh luka irisan, punggung dengan bekas cambukan, bagian dada pun tak luput dari tancapan anak panah, dan wajahnya dipenuhi lebam. Tangan Pangeran Alaric Gladiolus gemetar hebat, tak mampu lagi mengancingkan pedang hingga menjatuhkannya ke tanah. Wajah Alaric memerah, sesekali terbatuk darah dengan pandangan yang semakin kabur akibat rasa pening menyerang kepalanya.

Tidak pernah ia duga jika nasibnya akan berakhir dengan cara demikian. Digulingkan dari tahta kerajaan tepat pada hari penobatannya sebagai raja. Pangeran kedua yang tidak terima karena terpilihnya ia sebagai raja yang baru pun mengajak para bangsawan melakukan kudeta. Mereka menyebarkan rumor kekejaman Pangeran Alaric yang jelas hanyalah kepalsuan. Dengan bukti-bukti yang juga dipalsukan, akhirnya rakyat Kerajaan Adenium pun termakan fitnah para bangsawan.

Ketika pintu gerbang istana dibuka agar rakyat menghadiri pesta penobatan Pangeran Alaric sebagai raja yang baru, jutsru mereka datang tidak dengan niat seperti itu. Rakyat diberikan senjata berupa pedang, tombak, dan panahan. Mereka berbondong-bondong ke istana dan menyerukan nada kebencian terhadap sang pangeran. Pangeran Alaric yang keluar dari istana pun langsung mendapatkan serangan.

Tidak hanya rakyat, bangsawan dan prajurit istana sama-sama menyerang. Beruntung, para pejabat dan kesatria yang memihak padanya melindungi sehingga bisa memberikan jalan kabur menuju hutan. Sayangnya, pasukan sang adik masih bisa mengejar.

"Tahta kerajaan lebih cocok berada di tanganku daripada dipimpin olehmu." Pria sombong yang telah merebut mahkota Alaric itu pun berujar sembari turun dari kudanya.

Alaric terjebak di tengah-tengah kepungan prajurit istana, mereka membentuk formasi melingkar dan membuat Alaric berada di tengah-tengah. Alaric yang jatuh dalam keadaan bertumpu pada lutut di tanah mendongak, menatap pada wajah sang adik yang sama sekali tak memiliki belas kasih terhadapnya.

Alaric menggeleng dengan pelan lantas menjawab, "Kau akan mendapatkan balasan atas perbuatanmu ini, Aster."

Pangeran Aster, putra bungsu raja Kerajaan Adenium tertawa menggelegar. Lelaki itu terpingkal-pingkal sampai memegangi perut yang kram akibat tertawa berlebihan.

"Jangan bercanda!" seru Aster sembari memberikan tendangan hingga kakaknya terguling jatuh lalu telentang di tanah.

Ucapan Alaric membuat pria itu kesal hingga serangannya membabi buta. Tendangan demi tendangan pun dilancarkan, tidak luput pula tubuh Alaric ditindih dan wajahnya diberi banyak pukulan. Bahkan ketika Alaric memuntahkan banyak dari mulutnya, Aster sama sekali tidak tergerak apalagi merasa kasihan. Pria itu kemudian berhenti dan beralih merogoh sesuatu dari balik punggung. Aster mengambil sebuah belati dari sana. Tangannya yang memegang belati itu pun terangkat, siap untuk mendaratkan tusukan di wajah Alaric yang masih bisa memasang ekspresi tenang.

"Matilah di tanganku, Alaric! Tahta Kerajaan Adenium hanya milikku seor–" Seruan Alaric terhenti akibat sesuatu yang mengalihkan perhatian. Pergelangan tangannya tertusuk oleh sebuah anak panah yang entah dari mana datangnya. Rasa sakitnya membuat ia menjatuhkan belati dan berseru sembari menyentuh bagian yang terluka.

Melihat Aster tidak fokus pada kegiatan sebelumnya, Alaric menjadikan itu sebagai kesempatan. Di sisa-sisa tenaganya, ia mendorong tubuh Aster hingga terjungkal dan membuat dirinya terbebas dari jeratan. Sepertinya, alam sedang berpihak pada Alaric. Di waktu yang sama, sebuah angin kencang membentuk pusaran datang ke arah mereka. Angin kencang itu menyapu para prajurit bersama dengan seluruh kuda tunggangan mereka. Tak terkecuali Aster yang juga ikut tersapu oleh angin yang sama.

Alaric juga susah payah berpegangan pada pohon besar agar tidak terbawa arus angin kencang. Namun, tenaganya benar-benar sudah terkuras pada pertarungan sebelumnya. Mata Alaric semakin berkunang-kunang akibat diterbangkan memutar oleh angin kencang. Hingga akhirnya, ia benar-benar terpejam.

Alaric tidak tahu sudah berapa lama waktu yang berlalu sejak dirinya yerbawa oleh angin kencang. Saat ini, ia memaksakan diri untuk membuka mata meski masih terasa berat dan pandangannya memudar. Butuh beberapa kali mengerjap agar bisa melihat dengan jelas. Kemudian, ia menyentuh bagian kepalanya yang masih terasa pening dan seperti akan kembali pingsan. Namun, Alaric memaksakan diri untuk terbangun dari baringannya saat ini.

"D-Di mana ini?" Ia bergumam seraya melihat ke sekeliling. Tempat ini sangat asing, ingatannya pun hanya menangkap detik-detik ia tidak sadarkan diri setelah serangan angin. Ia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya dan tiba-tiba saja sudah berada di tempat tak dikenal.

Dengan perlahan-lahan, Pangeran Alaric turun dari tempat tidur. Kakinya melangkah, tangannya menyentuh ke arah meja, dinding, dan rak yang ada dalam kamar. Sudah sangat jelas jika kamar itu bukan miliknya. Sebuah kamar yang luasnya sekitar dua puluh hasta itu berisikan sebuah lemari kayu usang, meja dengan banyak botol berisi cairan asing di atasnya, rak yang dipenuhi buku-buku usang berdebu, dan beberapa tanaman hias di setiap pojok ruangan. Bahan-bahan untuk kamar ini semuanya dari kayu, tampak unik tapi ia tidak terbiasa dengan aroma debu.

Alaric berpindah ke sisi kanan, menghampiri meja dan menemukan sebuah kertas berisi catatan. Di atasnya tertulis, "Jangan ke mana-mana, aku pergi sebentar untuk mencari ramuan. Aku tidak akan lama dan akan segera pulang."

Alaric meletakkan kembali kertas tersebut. Namun, apa yang disampaikan dalam catatan tidak ia laksanakan. Tanpa berpikir lebih panjang, Alaric memutuskan untuk keluar. Angin lembut pun menyapa dirinya, suara-suara nyanyian burung, kupu-kupu beterbangan di udara, dan pepohonan rindang jadi perhatiannya.

Senyum kecil Alaric terbit di wajahnya yang tampan. Pemandangan di sekitar benar-benar memanjakan mata. Sebuah hutan yang cukup unik dengan bentuk pohon spiral menjulang tinggi. Bahkan rumah seseorang yang telah menyelamatkannya pun berada di tengah-tengah batang pohon yang besar. Otaknya bertanya-tanya bagaimana bisa ada sebuah pohon yang diameter besarnya cukup untuk dibuat rumah dengan banyak ruangan. Alaric terkesima.

Langkah kakinya pun kembali bergerak untuk menjelajahi sekitar. Hingga pria itu melihat sebuah kelinci di tanah yang melompat sedikit demi sedikit menuju ujung lorong kecil di hutan. Tanpa sadar ia menunduk dan  mengejar kelinci itu untuk ditangkapnya. Kelinci kecil berbulu putih itu terus melompat jauh hingga kemudian bersembunyi di balik kain putih. Alaric memastikan bahwa kain putih itu adalah gaun seseorang karena matanya juga melihat sepasang kaki dengan sepatu kaca bening bersih terpakai.

Mata Alaric lantas memindah dari bawah, mulai dari kaki yang dilihatnya, semakin ke atas hingga tiba di bagian wajah. Pria itu terkejut, mundur sedikit serta merasa canggung.

"Tolong jangan tangkap peliharaan saya, Tuan." Suara pelan dan lembut dari seorang wanita bergaun putih bersih, dengan pernak-pernik emas pada bagian pinggang dan renda di bagian lengan. Seorang gadis dengan mahkota berwarna perak di kepalanya begitu halus dalam bertutur kata. Pangeran Alaric sampai tercengang melihat wajah putih bersih dan senyum manis serta tatapan teduh yang diberikan oleh si pembicara.

"O-Oh, maafkan saya, Nona. Saya tidak tahu jika kelinci itu adalah peliharaanmu." Alaric menjawab dengan gugup. Jantungnya berdebar begitu kencang. Ini adalah kali pertama ia melihat seorang gadis yang sangat cantik melebihi kecantikan gadis-gadis yang pernah ia temui di kerajaannya ataupun kerajaan tetangga.

Dilihat dari perhiasan dan mahkota gadis tersebut, sudah bisa dipastikan bahwa si bukanlah dari kalangan biasa.

"Tuan Putri!" Suara teriakan mengalihkan perhatian keduanya. Baik Alaric maupun gadis itu menoleh ke sumber suara. Seorang prajurit berseragam abu-abu dan menggunakan armor serta membawa sebuah tombak sedang menuju ke arah mereka. Dilihat dari penampilan prajurit itu, Alaric bisa memastikan bahwa itu bukan dari kerajaannya.

"Yang Mulia Raja bisa menghukum mati hamba jika Tuan Putri menghilang." Prajurit itu mengeluh sedang gadis yang dipanggil Tuan Putri tertawa.

"Aku harus mencari Abel yang pergi melompat dari kereta kuda," jawab gadis itu sambil menggendong kelinci putih peliharaannya.

"Siapakah gerangan lelaki ini, Tuan Putri?" Prajurit itu bertanya dengan pandang tertuju pada Alaric.

"Saya adalah Alaric Gladiolus." Alaric memperkenalkan diri.

Kedua lawan bicaranya lantas terkejut. Sang Putri kemudian bertanya, "Alaric Gladiolus yang dikudeta oleh rakyatnya?"

"Ah, panjang ceritanya. Sesungguhnya saya tidak benar-benar melakukan kejahatan seperti yang para bangsawan tuduhkan." Alaric berucap sedih dengan kepala tertunduk.

"Saya tahu itu tidak akan mungkin dilakukan oleh orang seperti Pangeran." Tanggapan dari gadis itu membuat Alaric membulatkan mata.

"M-Maksud Nona?" tanya Alaric terheran.

"Saya Allea Gailarda, Putri dari Kerajaan Mandevilla. Ayahanda saya bersahabat dekat dengan Raja Kerajaan Adenium dan saya sudah banyak mendengar kabar tentang Pangeran sebelumnya," jelas Putri Allea.

"Begitu kah?" Alaric memastikan.

Allea mengangguk lantas kembali berucap, "Izinkan saya mendengar segala cerita kudeta tersebut dengan mengundang Pangeran ke istana."

Undangan Putri Allea tidak bisa diabaikan. Justru Pangeran Alaric dengan senang menerima. Setidaknya, untuk saat ini ia bisa menemukan tempat singgah sementara. Hingga tiba waktunya nanti, ia harus kembali ke Kerajaan Adenium untuk meluruskan apa yang telah terjadi sebenarnya.

.
.

🌹🌹🌹

Bersambung~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top