Epilog

NB : Terima kasih saya ucapkan pada teman-teman semua atas dukungannya, baik dari sosialisasi dalam grup Wattpad Facebook, DM pribadi di akun wattpad hingga segala vomen yang disematkan dalam setiap cerita yang saya publish 😁. Tanpa kalian, karya saya hanyalah tulisan yang tidak akan berkembang bahkan dikenal sampai kapanpun.

Jika ada kata-kata atau ejaan yang masih salah, mohon maaf ya. Oleh karena itu sangat diharapkan pada teman-teman semua untuk memberikan kritik dan saran secara terbuka 💪.

Dan di atas semuanya, semoga cerita ini menghibur kalian semua ya.

Semoga saya masih diberikan kesempatan untuk terus berkarya agar bisa menghibur pembaca sekalian 🙏.

*****

"HARAAA!" teriak suara Gara dari ruang tamu, memanggil kembarannya dengan suara yang ngalah-ngalahin toa. Seperti biasa.

"HAAA~ RAAA~"

"APAAN SIH?" balas Hara dari lantai dua, nadanya terdengar mencela karena kegiatannya harus diganggu oleh Gara.

"KE SINI DEH!"

"BILANG DULU, KENAPA?"

"SINI DULU DEH! BANTUIN GUE!"

"ISHHH! NGGAK BISA NANTI, YA? GUE LAGI SIBUK NIH!"

"NGGAK BISA, HARA!! LO HARUS KE SINI, CEPETANNN!"

Meski sangat keberatan, akhirnya Hara mengalah. Lagian, Gara tipenya lebih keras kepala dan kalau sudah mendesak, tidak pernah dikondisikan.

"APA?" tanya Hara galak, tetapi dia menuruni anak tangga buru-buru karena sempat mengira mungkin saja Gara benar-benar membutuhkan bantuannya atau yang terburuk, mungkin kaki kanannya yang pernah cedera patah tulang, sakitnya kambuh lagi.

Tetapi ternyata... yang terjadi benar-benar di luar prediksi, membuat Hara sukses dibuat emosi hingga ke ubun-ubunnya.

Masalahnya, Gara berbaring di sofa dengan kepala yang berbantalkan sebelah lengan sementara lengan yang lain dijulurkan ke meja sofa dengan gerakan absurd, seperti hendak berusaha menggapai sesuatu tetapi tidak berhasil karena lengannya tidak cukup panjang.

Teknisnya, Gara bersikap seakan kakinya telah dipaku di sofa dan tidak ada yang bisa digerakkan kecuali sebelah lengan, yang sia-sia saja fungsinya.

"Gue mau ngambil remote tapi nggak bisa," keluh Gara, tangannya masih berusaha menggapai-gapai benda yang dimaksud dengan tatapan tanpa berdosa.

"Punya kakak nggak ada akhlak ya kayak gini," umpat Hara dengan gigi menggertak hingga suaranya hampir teredam. "Siapa sih yang waktu itu bilang mau jadi kakak yang baik dan dewasa?"

"Jangan gitu," jawab Gara sambil memajukan bibir bawah sebagai usahanya untuk ngambek. "Justru itu. Gue lagi gabut dan lo nggak mungkin mau turun kalo nggak pake cara ini."

"Mampir ke rumah Owen aja. Tuh deket. Tinggal nyebrang, kan?" sindir Hara, berusaha menahan keinginan untuk menjitak kepala kembarannya.

"Maunya bareng lo ke sana."

"Ya ampun, Gara! Lo bukan balita lagi, kan? Yang ke seberang rumah aja harus dianter?"

"Ra... Galang tuh rencana mau masak shabu-shabu lagi, tapi harus ngajak lo soalnya porsinya lumayan banyak. Alka ngajak Maya juga, loh."

"Lo ajak Kimmy dong kalo gitu. Kimmy kan uda jadi pacar lo."

"Justru itu. Owen nyuruh gue ajak lo biar dia nggak baper, katanya."

Hara mendengus tawa konyol yang terdengar keras, lalu berkata, "Dan kenapa dia nggak ngajak gue langsung? Kenapa lo yang jadi perantaranya?"

"Lah gimana mau ngajak langsung? Hp lo aja nggak bisa dihubungi dan lo udah bilang mau semedi seharian di rumah. Lo ngapain sih sebenarnya di kamar? Nggak lucu kan kalo lo lagi nge-stalking akun siapaaa gitu?"

"Ck. Mau tau aja," kata Hara sok rahasia-rahasiaan, padahal dia lagi asyik ngobrol sama Joan. Topiknya? Banyak. Termasuk dunia cewek dan perawatannya sih, sesuai yang pernah dibilang Joan padanya tempo hari.

"Jadi? Gabung, yuk! Mumpung hari Minggu juga. Gabut gue di rumah nggak ngapa-ngapain."

"Ck. Fine. Gue ganti baju dulu."

"Loh ngapain ganti baju? Udah cakep kali," kata Gara, menatap outfit Hara yang sekarang sedang mengenakan kaos polos berwarna hitam dengan celana pendek yang berbahan katun.

"Mana sopan pake baju ginian ke sana?" protes Hara, mendecakkan lidahnya lagi dengan tidak sabar dan segera berbalik menuju ke lantai dua untuk mengganti pakaian.

"Sejak kapan sih lo jadi perhatian banget sama penampilan lo?" protes Gara kesal tetapi pada detik berikutnya, cowok itu memperhatikan pakaiannya sendiri dan berkata, "Kayaknya gue ganti baju juga deh. Kesannya kok santai banget, ya? Nanti Kimmy malu dong sama pacarnya yang nggak paham fashion?"

Lima belas menit kemudian, Gara mendekati Hara yang menyipitkan mata dengan kesal karena telah menunggunya terlalu lama di ruang tamu. "Yang tadi nyuruh nggak usah ganti baju, siapa? Emang dasar lo ini emang nggak ada duanya, ya."

"Ya iyalah, gue kan selalu jadi satu-satunya, mau itu sebagai oppa buat lo atau pacar yang menggemaskan buat Kimmy."

"Ck."

Keduanya lantas mengunjungi rumah Owen yang jaraknya terlalu dekat itu.

"Haraaa, lo imut banget sih, jadi pengen mel--"

Vico yang telah menjulurkan kedua tangan ke arah Hara saat ekor matanya melihat cewek itu, segera ditepis oleh Owen yang menatapnya dengan aura kecemburuan yang mengental. "Heh, dilarang meluk-meluk pacar gue!"

"Ishhh! Pelit banget. Cuma meluk doang," sungut Vico, tetapi dia merangkul sekeliling bahu Hara untuk mengajaknya masuk, mengabaikan Owen yang masih saja menatapnya dengan tatapan protes. "Cuma merangkul, nggak masalah kan?"

Namun sayangnya rangkulan itu hanya berlangsung sebentar karena Hara telah menyikut bagian dada Vico dengan siku tangan, sukses membuat yang disikut merasa kesakitan dan menatapnya terluka.

Owen melempar tatapan senang yang dibalas Hara dengan tatapan yang sama, sedangkan Gara mengelus bahu Vico dengan gaya kebapakan. "Rangkul gue aja deh, Bro, sebagai gantinya."

"Lo udah punya Kimmy," kata Vico, terdengar seperti menuduh. "Semuanya udah punya pacar, gue yang jomblo sendiri."

"Udah gue bilang, Vico. Lo nggak sendiri, lo punya gue," kata Galang yang tahu-tahu nimbrung dari dapur dengan sebelah tangan mengaduk panci tinggi berisi kaldu.

"Kenapa lo belum nyari pacar, Lang?" tanya Gara mendadak kepo, memperhatikan Galang memasak dan gerakannya diikuti oleh Vico juga di sebelahnya. "Lo sempurna sih menurut gue. Udah gitu, jago masak sama urus rumah lagi."

"Belum nemu yang cocok aja," jawab Galang santai tetapi tidak ada yang tahu kalau ekor matanya memperhatikan seseorang di sudut dekat meja makan, satu titik yang mana mengarah ke posisi Hara berdiri. "Lo sendiri, Vic? Apa lo jadi kapok pacaran sama cewek random?"

Vico menyeringai dan lantas secara tidak disangka-sangka juga melirik Hara dengan ekor matanya, yang mana tidak luput dari perhatian Galang yang peka seperti biasa. "Kayaknya gue setuju sama Galang; belum nemu yang cocok aja. Selama ini kan gue dapet pacar karena mereka yang mau, bukan gue."

"Nggak nyangka kalian sehati ya," kata Gara yang kemudian menarik Galang dan Vico ke sisi kiri dan kanannya untuk merangkul mereka masing-masing. "Seperti kata Papa gue, perjalanan kita masih panjang jadi nggak usah mikir pacaran dulu deh."

"NGGAK USAH MALING TERIAK MALING DEH, LO SENDIRI PACARAN SAMA KIMMY!" teriak Galang dan Vico bersamaan dari dua belah sisi hingga membuat Gara refleks menutup telinganya demi keselamatan indera pendengaran.

"Ck! Telinga gue sakit, tauk!" protes Gara mendadak ngambek, tetapi langsung sumringah ketika melihat sosok Kimmy yang sudah bergabung. "Eh, ada Kimmy gue!"

"Dasar bucin!" seru Galang dari balik punggung Gara yang menjauh.

"Emang dasar ya, kelakuan nggak ada akhlak! Minus bener! Pengen gue karungin trus--"

"Itu berlaku juga buat lo!" potong Galang, menudingnya dengan sendok kuah panjang yang dipegangnya, membuat yang dituding kicep seketika. "Nggak usah maling teriak maling! Lo juga sama nggak ada akhlaknya kalo ngomong!"

Mengabaikan adu debat mereka yang masih berlanjut, Alka yang baru selesai dengan kegiatan beres-beres segera melaju ke halaman rumah untuk menunggu Maya. Untung saja dia tepat waktu karena cewek itu baru muncul tidak lama setelahnya.

"Kenapa nunggu di luar?" tanya Maya setelah dia berada dalam jarak pandang di depan Alka.

"Nungguin lo. Gue kan udah janji mau serba duluan," jawab Alka, lantas mengulurkan sebelah tangannya di hadapan Maya. "Yuk, masuk."

"Harus pegangan tangan, nih?" tanya Maya, menatap tangan Alka dengan canggung tetapi dia juga tidak menolak saat cowok itu berinisiatif untuk mengaitkan jemarinya di antara jemari miliknya.

"I have said that I will do everything first," kata Alka, lantas tersenyum lebih lebar lagi sewaktu mengatakan hal itu. "Kalo udah mulai nerima gue, kasih kode aja ya. Biar gue yang nembak lo duluan."

"Kayak password aja pake kode-kodean," protes Maya, tetapi cewek itu membalas senyuman Alka dan kesannya malu-malu. "Mau kode-kodean yang gimana, sih? Gue nggak paham."

Langkah Alka berhenti dan dia memutar tubuhnya ke arah Maya. "Jadi, udah boleh nih?"

"Ap--"

"Gue suka sama lo. Jadi pacar gue, ya?"

"Ck! Apaan sih? Nggak keren banget masa nembaknya di depan rumah Owen, sih?"

"Oh iya ya," kata Alka sembari menepuk jidatnya dengan tatapan minta maaf. "Oke, noted. Nanti gue ajak lo ke suatu tempat trus nembak lo di sana. Oke?"

"Bukan gitu maksud gue!" protes Maya kesal, berusaha menjelaskan tetapi dia juga tidak tahu harus berkata apa. Hingga akhirnya cewek itu menghela napas panjang dan menatap Alka dengan intens. "Ya udah deh, yang penting lo seneng kan?"

"Banget, Mei. Jadi, uda official nih?" tanya Alka yang saking senangnya hingga melompat-lompat absurd seperti anak kecil, membuat Maya mau tidak mau merasa gemas dengannya.

"Ya ampun, segitunya. Jadi gemeshhh," kata Maya yang tidak tahan untuk tidak menekan kedua pipi milik Alka hingga bibir cowok itu dibuat manyun ke depan. "Iya, udah official. Tapi jangan bilang-bilang dulu ke--"

Terlambat. Gegara antusiasnya Alka menanggapi acara tembak-menembak ini, keduanya tidak sadar kalau sedari tadi semua teman-temannya, tanpa terkecuali, menatap mereka dengan tatapan menggoda dan menaik-turunkan alis secara kompak.

Lantas tanpa aba-aba, mereka semua meneriakkan, "CIEEEEEEEE!"

Saking kencangnya suara mereka, dipastikan bakal kedengaran hingga toko serba ada yang letaknya di ujung gang.

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top