41). Welcome Back, Hara!
"Oh my gosh! Don't you think weird dressed like that? And look at your hair! You're a girl, Hara Arganta!" hardik Joan setelah sebelumnya memutar bola mata dengan jengah dan menyensor Hara persis seperti di awal mereka bertemu.
"So what?" balas Hara, tidak melupakan tatapan jengahnya juga pada Joan yang sekarang mendelik sebagai wujud ekspresinya karena tidak menyangka akan dibalas seperti itu. "I love being myself."
Namun Joan menggerakkan jari telunjuk ke kiri dan ke kanan berkali-kali dengan tidak sabar sementara Ariga hanya bisa menyimak interaksi antara keponakan dengan atasannya.
Mereka telah bersiap, bahkan barang-barang mereka telah diangkut oleh truk pengangkut sejak kemarin, yang mana kapasitas kendaraannya belum pernah dilihat oleh Ariga. Meskipun demikian, tetap saja masih lebih baik daripada niatan Joan yang sempat menawarkan untuk menggunakan helikopter pribadi agar bisa membawa semuanya dalam sekali angkut yang untungnya segera dihalangi oleh pria itu.
Entahlah, sepertinya benar kalau orang yang mempunyai latar belakang konglomerat itu sedikit sinting. Itulah sebabnya ada istilah crazy rich people, kan?
"Kamu itu cantik, Ra. Apalagi kalo kamu punya rambut panjang trus digerai--oh, aku punya beberapa wig yang khusus aku pesan dari Singapore seminggu yang lalu. Halus banget, sumpah. Pakenya juga nyaman, serasa punya rambut asli jadinya. Bentar, aku ambil ya. Kebetulan ada di koper."
Hara mau menggeram, tetapi tidak tega karena ada Ariga. Gimana ya, cewek itu punya perasaan kalau pamannya juga punya perasaan khusus pada Joan, apalagi setelah sesi curhat-curhatan serta pencapaian win-win solution untuk semua pihak. Intinya, ya gitu deh. Hati Paman Ariga seperti tergerak karenanya.
Benar saja. Hara mendengus pendek ketika melihat Paman Ariga beranjak hanya untuk membantu Joan menyusun kembali barang-barang pribadi ke dalam kopernya yang sempat berhamburan ke mana-mana demi kepentingan menemukan wig. Bahkan pamannya bersedia merepotkan diri untuk melipatnya.
Joan langsung sumringah setelah memakaikan wig di rambut Hara dan lantas memutar-mutar cewek itu untuk meneliti hasilnya. "Perfect. Kamu cantik banget, Ra. Mau aku olesin foundation? Aku punya yang baru aku pesan dari--"
"Big no, thanks," tolak Hara tegas hingga menyilangkan lengan membentuk huruf X di depan dadanya, apalagi setelah cewek itu membayangkan jika Joan harus mengobrak-abrik isi koper lagi dan membuatnya berantakan. Nggak lucu kan kalau Paman Ariga merepotkan diri lagi?
"Pakaian kamu nggak match banget sih sama penampilan kamu. Kaos putih sih okelah ya masih make sense, tapi celanamu harus ganti, Ra. Nih pake punya aku. Kayaknya ukuran celana kita sama," desak Joan dan dia lantas menyerahkan celana berbahan yang sama dengan yang dipakai Hara, hanya saja bedanya adalah celana yang wanita itu berikan adalah celana pendek atau bahasa kerennya hot pants.
Hara refleks menggeleng.
"Ganti. Buruan," desak Joan, kali ini nadanya terdengar berbahaya. Hara tidak punya pilihan dan seketika tidak kunjung paham mengapa dia mau-mau aja menuruti keinginan Joan.
"Selipin kaosnya ke dalem dong. Ah, kamu ini nggak ngerti fashion banget sih!" omel Joan dan dia segera turun tangan untuk membantu Hara menyelipkan ujung kaos ke dalam celana yang telah dikenakannya. "Hmm mungkin setelah semuanya selesai, kamu harus belajar fashion sama aku, termasuk perawatan lengkap yang wajib dilakuin oleh wanita cantik kayak kita. Ahhh... bakal sibuk nih, tapi kedengarannya seru. Aku jadi punya temen me-time."
"Emangnya Kakak nggak sibuk?" tanya Hara, entah kenapa merasa perlu bertanya. "Juga jarak antara rumah kita belum tentu deket, Kak."
"Siapa bilang? Rumah yang di seberang rumah kamu udah jadi milik aku dan sedang dalam proses renovasi, lebih tepatnya bersebelahan sama rumah milik Pak Nugroho."
"Milik Pak Nugroho?" tanya Hara, melongo saking kagetnya, tetapi segera mengerti apa tujuannya. "Jangan bilang... itu tujuannya buat Owen sama teman-teman serumahnya?"
"Bingo! Ngomong sama kamu memang semulus itu ya karena kamu sepeka itu. Nggak heran, jenius sih." Joan memuji. Siapa sangka Hara bisa tersipu meski hanya berselang beberapa detik. "Aku kepoin Pak Lukas soalnya, apalagi setelah dia tau keterlibatan aku dalam keluarga Arganta--ahhh... jadi merasa kayak udah jadi bagian keluarga kalian aja. Hehehe... nah intinya, yang aku tau, kalaupun misalnya win-win solution dari aku nggak pernah ada, Pak Nugroho udah perintahkan kepengurusan konstruksi di seberang rumah kalian supaya kamu sama keluarga bisa tetap tinggal bareng di rumah lama itu, trus cucunya serta teman-temannya nggak bakal jauh-jauh dari kalian. Bisa ke sekolah bareng, main bareng, nongkrong bareng, have fun bareng. Ih, asik banget nggak sih! Aku jadi nggak sabar mau cepet-cepet urus pengerjaan konstruksi rumah aku juga. Hmm... bisa kali ya ngejar seminggu? Roro Jonggrang aja mampu ya membangun seribu candi dalam semalam."
Hara tidak tahu apakah dia harus senang atau kesal dengan semua kenyataan ini. Namun yang jelas, cewek itu bisa membayangkan hari-harinya akan menjadi tiga kali lipat lebih sibuk dimulai dari sekarang.
*****
Hara tahu sifat Gara tidak jauh berbeda dengan Vico hingga dia merasa mereka lebih cocok menjadi saudara kandung, tetapi cewek itu tidak menyangka duo laknat tersebut akan selebay itu. Masalahnya begitu Hara turun dari mobil, mereka menyambutnya seakan dia adalah idol Korea yang ketenarannya sepantaran dengan ITZY.
Mengapa disebut demikian? Karena teriakan mereka ngalah-ngalahin toa, udah gitu ngomongnya tidak berhenti seakan ingin menunjukkan teriakan siapa yang lebih kencang untuk menarik perhatiannya Hara, meski kemudian berakhir ke sesi adu mulut untuk berargumen siapa yang berhak memeluk cewek itu duluan.
"KYAAA! HARAAA!" teriak Gara sekencang-kencangnya ketika Hara baru saja turun dari mobil, membuat cewek itu menatap kembarannya seakan dia sangat tidak waras.
"YA AMPUN! HARA, LO CANTIK BANGETTTT! GUE NGGAK NYANGKA KALO LO--"
"DIEM LO, VICO! GUE LAGI NYAMBUT ADEK GUE! HARAAA, SINI OPPA PELUK--"
"HEI HEI HEI! MINGGIR, GUE JUGA MAU PELUK HARA!"
"HEH, APA-APAAN SIH! ORANG DIA ADEK GUE! LO ITU PLAYBOY KALENGAN, NGGAK AKAN GUE BIARIN LO MELUK-MELUK ADEK GUE!"
Saking keasyikan debat, duo laknat tersebut tidak sadar kalau Galang telah menarik Hara untuk menjauh setelah sebelumnya melempar tatapan datar.
"It's nice to see you again, Hara," ucap Galang dengan tatapan lembutnya yang biasa dan dia mencondongkan tubuh untuk memeluk Hara. Pelukan tersebut tergolong ringan dan berlangsung sebentar seakan hanya sekadar formalitas. Meskipun demikian, bagi Hara penyambutan itu sudah lebih dari cukup.
"Sebenarnya curang banget," keluh Alka setelah Galang mundur sedikit agar Hara bisa berkomunikasi dengan yang lain, termasuk Owen yang sekarang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, membuat Hara refleks menggumamkan kata 'dasar cemen' padanya. "Karena gue sama sekali nggak tau lo itu cewek, jadi kesannya kayak gue nggak peka banget. Gimana, ya. Vico aja bisa ngerasa kalo lo itu cewek."
"Ah, masa?" tanya Hara, ekor matanya refleks melirik ke objek yang dibicarakan Alka. Kini yang bersangkutan sedang sibuk memiting Gara sedemikian rupa hingga kepalanya didongakkan ke atas, membuat kembarannya berteriak kesakitan dan memohon pada Vico yang tampak sangat menikmati momen ini.
"Lo nggak nyadar?" tanya Alka, sementara Hara menatap kembali padanya. "Dia sering bersikukuh kalo lo yang saat itu jadi Gara, sedang kerasukan arwah cewek dan walau begitu, tetap aja dia nggak merasa aneh deket-deket atau peluk-pelukan sama lo. Itu jelas, pikiran bawah alam sadarnya menyadari kalo lo itu memang cewek."
"Hmm... masuk akal sih," kata Hara setelah mengingat kembali kata-kata yang pernah diucapkan oleh Vico dan cewek itu merasakan tatapan tidak suka dari Owen. Kentara sekali kalau dia sedang cemburu. Lantas, cowok itu menarik Hara ke dalam pelukannya, membuat yang dipeluk refleks merasakan sesuatu yang bergejolak dalam perutnya, meski di satu sisi dia sebenarnya ingin menertawai aksi cemburunya.
"Yahhh... keduluan Owen!" seru duo Gara dan Vico bersamaan dengan nada kecewa setelah menyadari pelukan Owen-Hara yang lebih lama dari seharusnya.
"Welcome back, Hara. Gue seneng banget bisa liat lo lagi," kata Owen dari balik punggung Hara, sepertinya dia masih belum berniat untuk melepaskan pelukannya.
Hara menarik senyum lebar, dia juga mengulurkan tangannya untuk menepuk punggung Owen dengan sayang, lalu berkata, "Thanks, Owen. Mulai hari ini, kita lupain semua hal yang membuat kita sedih dan fokus sama yang bikin kita bahagia, ya?"
"Ini peluknya kok lama banget, sih?" protes Vico dan dia segera melepas paksa pelukan Owen-Hara. "Gue juga mau dong. Eh, nama kamu Hara, ya? Nama kamu cantik banget sih--"
Sayangnya gombalan Vico harus terputus karena Gara mengambil kesempatan untuk memeluk adiknya duluan, membuat cowok itu merasa terkalahkan untuk kedua kalinya.
"Hara, welcome back. Mulai sekarang gue bakal lebih ekstra jagain lo, sayangin lo, perhatian sama lo, pokoknya jadi oppa yang benar-benar oppa buat lo," kata Gara yang ketulusannya ternyata sampai ke hati Hara karena cewek itu merasakan matanya mulai memanas meski hatinya juga terasa hangat di sisi lain.
"Thanks, Brother," ucap Hara sembari melepas pelukannya pada Gara dan segera kaget karena melihat mata kembarannya telah basah oleh air mata. "Lo nangis?"
Gara buru-buru menghapus air matanya. "Nggak kok, siapa bilang gue nangis?"
Tetapi sia-sia saja karena air mata Gara mengalir semakin banyak tanpa bisa dicegah, membuat Hara ikut bersimpati dan air matanya mengalir juga seolah-olah tertular.
Kemudian secara bersamaan, keduanya menangis sesenggukan hingga jejeritan, menjadikan mereka seperti sedang memerankan adegan drama yang serasa cheesy tetapi membahagiakan di sisi lain, lalu diakhiri dengan pelukan massal oleh Owen, Vico, Galang, dan Alka, berhasil menjadikan pelukan tersebut tidak ada bedanya dengan pelukan Teletubbies.
"Berpelukannn!" seru mereka berenam spontan seakan saling berbagi telepati.
Ariga yang sedari tadi menonton, tersenyum begitu lebar hingga tidak sadar kalau Joan telah mengaitkan lengan mereka, kemudian senyam-senyum sendiri layaknya orang kasmaran, tetapi segera terkesiap dan menarik lengannya kembali saat ekor matanya menangkap sepasang mata milik seorang wanita.
Sepertinya dia adalah kakak kandung Ariga.
"Ariga," panggil wanita itu setelah dia sudah berada dalam jarak pandang di hadapan Ariga.
Ariga segera memeluknya setelah melihat siapa yang memanggilnya. "Kak Fina!"
"Lama nggak ketemu," kata Fina setelah pelukan mereka dirasakan cukup dan wanita itu memperhatikan Ariga secara detail sepanjang lengannya. "Makin ganteng aja."
"Ah, masa sih," respons Ariga malu-malu sementara Joan yang tidak sabaran menyikut pelan sisi lengan pria itu.
"Kenalin aku, dong."
Fina mengalihkan atensinya pada Joan dan tersenyum sementara Ariga menuruti kemauan Joan yang memasang ekspresi malu-malu uwu. "Kak, dia atasan aku--Joan Carolina."
"Heh, kok kenalin aku sebagai atasan kamu, sih?" protes Joan yang langsung merasa terhina dan terluka. "Tega banget!"
"Loh, emang iya kan?" tanya Ariga, gagal paham sekaligus sangat tidak peka.
"Yang namanya Joan ini ingin dikenalkan sebagai pacar kamu. Bener kan, Dek Joan?" tanya Fina sembari mendengus geli. "Saya kenal kamu kok. CEO Grup Carols, kan? Kamu termasuk salah satu pebisnis terkenal dalam dunia konglomerat."
"Iya, Kak. Aku Joan Carolina. Salam kenal ya, Kak Fina," ucap Joan sembari mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Fina. "Wah, kulit Kakak muda banget. Kakak pake serum dari mana?"
"Ah kamu bisa aja," jawab Fina sambil tersipu malu dan lantas menyentuh wajahnya sendiri. "Nggak pake serum kok, pake masker aja kadang-kadang."
"Kalo masker, aku tau mana yang recommended. Bentar, aku punya beberapa di koper, baru pesen dari Singapore," kata Joan bersemangat hingga hampir melompat-lompat saat melangkah menuju mobilnya.
"Kayaknya Joan nggak cuma menjadi pemenang dalam bisnis, tetapi juga punya potensi untuk menjadi pemenang dalam hati kamu," kata Fina dengan tatapan penuh jenaka pada Ariga.
"KAKAK!" seru Ariga dengan mata yang dipelototkan maksimal. "Baru pertama ketemu juga udah langsung ambil kesimpulan aja."
"Loh dulu kamu kan pernah bilang mau ketemu jodoh yang langsung klik sama Kakak? Kalo klik ke Kakak, bakal klik ke kamu juga. Lagian bukan pertama ketemu, kok. Kakak udah kenal dia juga, walau dalam dunia bisnis. Tapi yaaa, her first impression is not that bad, I think."
Ariga tidak tahu apakah dia harus senang atau kesal dengan semua kenyataan ini. Tetapi yang jelas, pria itu bisa membayangkan hari-harinya akan menjadi tiga kali lipat lebih sibuk dimulai dari sekarang.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top