4). The Unknown Secret

Pintu kamar VIP yang telah dibuka sebagian oleh seseorang segera ditutup setelah merasa apa yang didengarnya sudah lebih dari cukup. Helaan napasnya berat dan ditilik dari ekspresi wajahnya, dia jelas mempunyai beban di dalam pikirannya.

Dia, yang berjenis kelamin cowok dan memiliki paras sempurna, membalikkan tubuh tetapi langkahnya berhenti saat ekor matanya menangkap sepasang pria dan wanita yang sangat dikenalnya. Mereka lantas berjalan agak cepat untuk mendekatinya.

"Owen, kamu baru datang?" tanya pria itu dengan tatapan penuh tanya, ekspresinya juga sama dengan wanita di sebelahnya. Mereka adalah orang tua Gara-Hara--Willy dan Fina.

"Om, Tante. Hmm... sebenarnya udah lama," jawab Owen sopan.

"Trus kenapa nggak masuk?" tanya Fina dengan tatapan gagal paham karena barusan dari kejauhan, wanita itu jelas melihat Owen hanya berdiri mematung di balik pintu yang telah dibuka sedikit.

"Hmm... ada Hara soalnya, Tante. Daripada masuk ke dalam, ada hal yang jauh lebih penting," jawab Owen dengan ekspresi serius. "Om sama Tante ikut saya bentar, ya?"

Kedua orang tua Gara lantas mengangguk meski sempat bingung dengan apa yang akan disampaikan oleh Owen, mengingat dia tidak pernah menunjukkan ekspresi seperti itu.

Owen membawa mereka ke salah satu bangku panjang di koridor rumah sakit yang tidak jauh dari sana. Mereka bertiga duduk berderet, sempat terdiam sebentar karena sibuk dengan pemikiran masing-masing meski dalam situasi yang berbeda; pasangan paruh baya diam sekaligus bertanya-tanya tentang topik yang akan dibicarakan sedangkan Owen masih berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk menyampaikan semua ini.

"Hmm... Om sama Tante, sebelumnya saya mau minta maaf," ucap Owen tiba-tiba setelah jeda yang cukup lama, berhasil membuat duo Willy dan Fina membelalakkan kedua mata mereka.

"Kenapa, Wen?" tanya Willy bingung, berusaha memikirkan kemungkinan Owen melakukan kesalahan tetapi tidak kunjung menemukan jawaban.

"Sebenarnya... ramalan 8 tahun yang lalu bukan ditujukan buat keluarga Arganta, melainkan buat keluarga Nugroho."

"Ap-apa?" bisik Fina pelan sementara Willy tampaknya terlalu syok hingga tidak bisa berkata-kata. "Ba-bagaimana bisa?"

"Kedengarannya mungkin terkesan nyari-nyari alasan, tapi saya baru paham semua kebenarannya baru-baru ini. Lebih tepatnya... waktu denger Gara kecelakaan," jawab Owen yang sedari tadi menundukkan wajahnya dalam-dalam seakan dengan begitu, dia berharap bisa mengurangi perasaan bersalahnya. "Isi ramalan itu ditujukan buat saya, bahwa saya yang harus hidup terpisah dengan keluarga inti supaya nggak ketiban sial sampai saya berumur 18 tahun. Itulah sebabnya mengapa sedari kecil saya nggak pernah tinggal sama orang tua saya."

"Jika yang kamu bilang tadi adalah kebenarannya, mengapa Pak Hendri memilih berbohong pada kami?" tanya Willy, berusaha untuk mengurai benang kusut dengan kepala dingin alih-alih emosi. Bagaimanapun, pria itu menghargai usaha Owen mengungkapkan semua kebenaran ini.

Alih-alih menutupinya, Owen jelas akan menjadi pihak yang dirugikan setelah menceritakan semua ini. Bahkan cowok itu sebenarnya tidak mempunyai kewajiban untuk menjelaskan semuanya.

"Alasannya sederhana saja, Om. Karena kakek saya yakin kalo Om sama Tante pasti bakal nolak. Jadi kakek saya merencanakan semuanya supaya--"

"Jangan bilang kalo..." Fina menatap dengan tatapan horor, "... perusahaan Om bangkrut... apa ini bagian dari rencana kakek kamu?"

Helaan napas berat Owen yang menyusul berhasil menambah kadar syok dari kedua orang tua Gara. Bahkan Fina tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menurunkan mentalnya karena wanita tersebut hampir pingsan. Willy segera menahan sisi tubuh istrinya supaya tidak ambruk.

"Lantas, mengapa harus keluarga kami?" tanya Willy lagi. "Maksud Om, akan ada banyak keluarga yang lebih bisa dipercayai untuk menjaga kamu alih-alih...."

"Karena hanya keluarga Om dan Tante yang membuat saya nyaman. Lagi pula, ada Gara dan Hara yang menjadi teman bermain saya, membuat saya sejenak bisa melupakan kesepian karena tidak mempunyai orang tua di sisi saya.

"Karena Om dan Tante-lah yang bersedia menerima saya dengan tulus, tidak seperti yang lainnya," tambah Owen lagi ketika tidak ada satu pun dari orang tua Gara mengeluarkan suara, seakan berusaha memahami dalam-dalam isi penjelasan darinya.

Fina menghirup napas banyak-banyak, lantas menegakkan tubuh setelah berhasil menenangkan diri. Ada beberapa situasi yang jauh lebih penting setelah mengetahui kebenarannya. "Sekarang Tante paham tentang beberapa situasi yang menurut Tante terlalu janggal untuk terjadi dalam kehidupan kami. Owen, Tante ingin bertanya, apakah semua rezeki yang kami terima selama ini, ada kaitan sama kakek kamu? Yang salah satunya adalah situasi ketika Om tiba-tiba mendapatkan pekerjaan lebih layak di salah satu anak perusahaan milik kakek kamu?"

"Rumah lama kami..." Willy tiba-tiba menimpali tepat setelah Fina bertanya, menghalangi Owen untuk menjawab, "... apakah ini ada kaitannya juga? Yang katanya akan diserahkan ke Gara setelah berumur 18 tahun?"

"Semuanya benar, ada kaitannya dengan kakek saya." Owen menjawab pelan. "Kakek merasa bersalah karena telah mengorbankan keluarga Om sama Tante untuk tujuannya sendiri. Soal rumah itu... sebenarnya tujuannya supaya saya bisa tetap berada di sekitar keluarga Om sama Tante hingga saya berulang tahun yang mana tinggal 3 bulan lagi. Itulah sebabnya mengapa kakek beralasan kalau rumah itu akan dikembalikan setelah ulang tahun Gara tiba.

"Sebenarnya, kakek akan menceritakan semua ini sendiri, tapi saya sudah telanjur mengetahui semuanya duluan. Saya... saya menyesal karena telah menyebabkan semua kekacauan ini, Om dan Tante. Minta maaf memang nggak akan bisa mengembalikan waktu yang terjadi selama 8 tahun, tapi saya berjanji akan menebus semuanya, bahkan hingga akhir hidup saya."

"Kamu nggak bisa disalahkan, Owen." Willy berkata setelah menghela napas panjang dan menatap cowok itu dengan tatapan yang lebih intens dari sebelumnya, membuat yang ditatap merasa terharu hingga sepasang netranya memerah.

"Tante tau ini bukan kemauan kamu," hibur Fina, bersamaan dengan air mata Owen yang berhasil menetes hingga membuatnya sesenggukan. "Kamu juga pasti syok dengan semua ini."

Owen tidak sanggup berbicara karena tangisannya menghalangi pita suara, tetapi dia masih berusaha untuk meminta maaf dengan layak.

Owen beranjak, lantas menekuk kedua lututnya di lantai dingin koridor rumah sakit, hendak bersimpuh di hadapan Willy dan Fina yang segera dibuat syok entah yang keberapa kalinya.

Fina menarik lengan Owen, tetapi dia tetap bergeming di tempat sementara tangisannya terdengar semakin pilu dan menyedihkan. "Om, Tante. Maafin kakek saya ya. Kesannya mungkin seperti membela kakek saya, tapi saya tau kakek saya nggak jahat. Saya-lah yang seharusnya disalahkan karena saya adalah akar dari semua ini."

"Owen, berdirilah," pinta Fina, ikut meneteskan air matanya. "Tante paham ini juga nggak mudah buat kamu. Meski Hara harus dipisahkan selama 8 tahun lamanya dari kami, setidaknya dia dibesarkan oleh keluarganya sendiri. Sementara kamu... sungguh ironis setelah tau kalo orang tua kamu terpaksa mengabaikan kamu karena ramalan tersebut."

Willy menegakkan tubuh Owen dengan tenaganya, kemudian memeluknya. Pria itu menyayangi Owen dan sudah menganggapnya sebagai bagian dari keluarganya. "Walaupun demikian, kami tetap sayang sama kamu, Owen. Masa kecil Gara dan Hara mungkin sudah dikorbankan untuk ini, tapi kamu juga berada di posisi yang sama. Jadi, bukankah lebih baik jika kita fokus dengan yang sekarang dan yang akan datang?"

Fina ikut berdiri, menepuk punggung Owen yang sekarang bergetar hebat karena tangisannya semakin meledak. "Makasih ya, Owen. Kamu mau menceritakan semua kebenaran pada kami. Kami salut sama keberanian kamu."

Owen gantian memeluk Fina dengan erat. "Makasih, Tante. Saya nggak akan lupakan kebaikan Om sama Tante.

"Oh ya... Om, Tante. Saya dengar Gara perlu waktu 6 bulan untuk sembuhin kakinya," kata Owen setelah berhasil menenangkan diri dan menghapus jejak air matanya.

Willy mengangguk, ketiganya kemudian kembali ke bangku panjang untuk duduk. "Benar, Owen. Tulang kaki sebelah kanannya patah jadi proses penyembuhannya bakalan lama."

Fina menghela napas panjang. "Gara ceroboh sekali, padahal udah Tante ingatkan untuk berhati-hati."

"Hmm... trus apa Tante ada dengar rencana mereka? Soal Hara yang bersedia jadi Gara selama 6 bulan?"

"Apa? Hara bersedia?" tanya Willy, kembali syok, sementara Fina menatap Owen tidak percaya.

"Untuk apa?" tanya Fina gagal paham. "Trus sekolah Hara gimana?"

Owen lantas menceritakan semua yang didengarnya barusan.

"Itu terlalu berisiko," keluh Fina. "Mereka memang kembar identik, tapi itu jelas penipuan. Beruntung kamu udah ceritakan semuanya ke Tante dan Om, kami rasa penyamaran ini sama sekali nggak diperlukan. Tante akan bicarakan ini ke adik Tante untuk membatalkan niatnya mengeluarkan Hara dari sekolah."

Fina beranjak, tetapi Willy menahannya. "Jangan, Fina. Aku rasa ini bukan waktu yang tepat."

"Kenapa?"

"Pikirkan ini. Meski Gara selamat dari kritisnya, kondisinya masih lemah. Berita ini terlalu berisiko untuknya. Begitu pula dengan Hara. Mentalnya belum cukup untuk mendengar semua ini mengingat dia baru kembali ke sisi kita. Bukannya ini terkesan terlalu buru-buru dan memaksa?"

"Tapi, Wil--"

Namun Willy mengalihkan atensinya kembali ke Owen dan bertanya, "Apa Om bisa minta bantuan kamu? Ini kedengarannya konyol karena kesannya Om dukung tindakan mereka, tapi apa kamu bisa bantuin Om lindungi Hara supaya nggak ketahuan? Gimanapun kalian masih terlalu muda untuk menerima semuanya ini terutama Hara. Selama 8 tahun dia hidup tanpa pengawasan orang tua kandungnya, sementara Gara juga masih perlu perhatian dari kami."

"Willy, aku rasa ini bukan ide bagus," kata Fina dengan nada khawatir. "Jika Hara benar-benar harus berpura-pura menjadi Gara, itu berarti dia harus tinggal di rumah yang isinya adalah laki-laki. Bagaimana mungkin--"

"Aku percaya sama Owen, Fina. Selama ini, bukankah Owen udah menjaga Gara juga? Mereka toh kembar, anggap aja Owen juga menjaga Gara yang sama selama 6 bulan ini."

"Oke, anggap aku setuju. Tapi sampai kapan?" tanya Fina yang masih diselimuti oleh kecemasan yang kentara.

"Sampai aku resmi berumur 18 tahun, Tante," jawab Owen, alih-alih Willy. Keduanya lantas menatap cowok itu dengan intens. "Dan itu tiga bulan lagi jika dihitung dari sekarang. Percaya sama aku, aku yang akan bertanggung jawab sepenuhnya atas Hara. Aku akan melindungi dia."

"Owen...."

"Supaya Om dan Tante nggak cemas, aku bakal jujur. Aku udah lama suka sama Hara, jadi aku nggak mungkin membiarkan dia dalam masalah. Lagipula aku dicap sebagai gay, jadi aku yakin nggak bakal ketahuan karena aku selalu berada di sisi Gara di manapun dia berada."

"Tunggu--" kata Willy dengan mata yang sarat akan rasa penasaran yang tinggi. "Apa itu sebabnya kamu memberikan perhatian lebih pada Gara hanya karena kamu anggap dia kayak Hara?"

Owen tersenyum manis, lantas rona merah mulai menjalari pipi hingga daun telinganya. "Kentara banget ya, Om? Iya, aku suka sama Hara. Waktu aku kira aku kehilangan Hara, tanpa sadar aku menganggap Gara jadi Hara. Karena aku kangen banget sama dia."

"Ini sebenarnya nggak masuk akal," respons Fina, tetapi wanita itu ikut tersenyum. "Tapi kalo kamu orangnya, Tante harus mengakui kalo Tante setuju."

"Iya, Om juga. Kalo begitu, kami serahkan anak perempuan kami sama kamu, ya."

"Dengan senang hati, Om dan Tante," ucap Owen sembari berusaha mengabaikan letupan seperti petasan dalam jantungnya.


Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top