31). Mid-test
Pak Yunus menghela napas panjang dengan tatapan yang penuh simpatik pada murid-muridnya usai membalas sapaan selamat pagi. "Seperti yang telah Bapak sampaikan di Villa Hambalang kemarin, kalian akan disibukkan dengan ujian karena kalian sudah di tahun terakhir SMA. Kalian harus fokus dan serius supaya bisa lulus, ini berlaku tidak hanya untuk siswa yang nilainya di bawah rata-rata, tetapi juga yang nilainya di atas karena tidak menutup kemungkinan ada juga yang tidak lulus dari kalangan siswa yang latar belakang nilainya bagus. Bapak bukannya mau menurunkan semangat kalian, Bapak justru berharap kalian bisa lebih aware sama pentingnya ujian di tahun terakhir kalian--ahhh seperti biasa Bapak selalu bisa keren di saat yang tepat."
Terdengar tawa membahana dari murid-murid kelas XII IPA-2, yang mana menjadi tanggung jawab Pak Yunus sebagai wali kelas.
"Baik, Pak. Kami mengerti maksud Bapak," jawab Alka, sengaja menegakkan punggung seakan menunjukkan keteladanannya sebagai ketua kelas. "Doain kami supaya bisa lulus semua ya, Pak."
"Tentu saja. Bapak harap semuanya bisa lulus dan kita nggak akan ketemu lagi," jawab Pak Yunus yang tahu-tahu menatap langsung ke mata Vico yang pura-pura menatap polos ke arah beliau dengan sangat hebat. "Terutama kamu, Vico Anderson."
"Bapak kan orangnya asik, saya sebenarnya nggak rela lepasin Bapak," jawab Vico sembari memanyunkan bibir dengan sok imut, tetapi tatapannya penuh jenaka sehingga sekilas kelihatannya dia ingin mencium wali kelasnya.
"Malah bangga," respons Pak Yunus dengan tatapan jengah. "Sebenarnya nggak hanya kamu doang yang Bapak khawatirkan, ada satu sahabat kamu yang nilainya sebelas dua belas sama kamu tapi Bapak terkejut sampai syok sama hasilnya yang berkembang sangat pesat secara tidak terduga."
Pak Yunus lantas mengangkat salah satu lembaran yang dipastikan adalah laporan hasil ulangan selama kira-kira dua bulan terakhir dan menunjukkannya pada semua murid di kelas. "Nilainya bahkan menyaingi nilai Alka Orlando."
Semua murid tampak seperti syok mendengar penuturan dari Pak Yunus. Masalahnya sebagai sesama murid yang sekelas dengan Alka, tidak ada yang bisa menyaingi cowok itu. Jangankan menyaingi, mengejar nilainya saja tidak akan mungkin. Ibarat level dalam gim, level Alka itu udah masuk level pro, sedangkan yang lain mungkin hanya mampu hingga level noob meski tidak banyak.
Bisik-bisik seru mulai terdengar, mempertanyakan siapa gerangan murid jenius yang dimaksud oleh Pak Yunus, bahkan beberapa dari mereka menyebarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas, seakan dengan demikian, pelaku yang bersangkutan akan segera mengakui dirinya sendiri.
"Gara Arganta," panggil Pak Yunus, segera disambut tatapan kaget yang sekaget-kagetnya pada murid yang bernama Gara Arganta, bahkan Vico menolehkan kepalanya terlalu cepat, mengakibatkan otot lehernya menegang hingga terdengar bunyi 'krek'.
"Ya, Pak?" Hara malah menjawab kalem, seakan sudah bisa menduga peristiwa ini. Di antara semua tatapan syok, hanya Owen dan Galang yang tampak lebih bisa mengendalikan diri mengingat keduanya telah mengerti seberapa hebat IQ-nya Hara.
Jika IQ Hara diungkapkan di hadapan kelas, mungkin harga diri Alka bakal dipertaruhkan.
"Nilai kamu bagus sekali. Apa selama ini kamu pura-pura nggak mampu atau kelamaan main sama Vico jadi mau senasib sama dia? Bapak beneran takjub sama hasil kamu. Bahkan esai yang kamu kerjakan tulisannya sama persis kayak nyontek--hmmm, bukan maksud Bapak nuduh kamu nyontek. Kamu paham maksud Bapak, kan?"
"Iya, Pak. Saya paham," jawab Hara yang masih mempertahankan keanggunannya dengan tatapan tidak penting. "Bukan hanya Bapak yang salah paham dengan nilai saya sampai mengira saya menyontek. Jadi saya nggak kaget lagi."
"Gara, ini beneran elo, kan?" tanya Vico dengan tatapan tidak percaya. "Lo seperti orang lain. Kayak titisan dewa, nih."
Alka juga terlihat kaget dan tidak menyangka, tetapi secara tidak terduga cowok itu merespons Vico dengan suara lantang yang berefek tatapan takjub dari teman-temannya, termasuk Maya. "Semua orang pada dasarnya pinter, hanya saja tergantung dari ketelatenan dan konsisten. Kalo lo punya kemauan yang kuat lo juga pasti bisa, Vico."
"Benar sekali," puji Pak Yunus bersungguh-sungguh. "Bapak salut sama sikap sportif kamu. Nah, Gara. Maju sini untuk ambil hasil laporan kamu."
Setelah Hara mengambil hasil prestasinya, Pak Yunus kemudian membagikan hasil lainnya ke murid-murid sesuai nama yang tertera pada lembaran.
"Gara, kamu hebat banget sih," puji Kimmy, lantas memperhatikan nilai Hara dengan kagum.
Vico memutar tubuhnya lagi ke belakang, merebut lembaran milik Hara tanpa permisi, yang ditanggapi dengan biasa-biasa saja karena sudah tidak kaget lagi dengan kelakuannya yang minus akhlak.
"Ga, tapi gue baru ngeh sama tulisan lo. Apa emang dari dulu ya tulisan lo serapi ini? Atau seperti yang dibilang sama Pak Yunus kalo lo sengaja pura-pura bego gitu supaya nggak ada yang tau kekuatan lo yang sebenarnya?"
"Pura-pura bego?" ulang Galang yang lantas mengalihkan atensinya pada Vico setelah diam-diam mengoles lipbalm di belakang punggung salah satu temannya. "Isn't that too harsh?"
"Oke, pura-pura nggak mampu kalo gitu," ralat Vico tanpa merasa bersalah. "Tapi gue ngomong gini bukannya tanpa alasan. Gue baru inget kalo tulisan Gara nggak secantik ini. Bentar, kebetulan gue inget Gara pernah bantuin gue pindahkan catatan."
Vico mengobrak-abrik isi tas punggungnya dengan semangat yang tidak perlu, selagi Galang menatap Hara dengan penuh arti yang dibalas kalem secara tidak terduga. Sedangkan Owen, cowok itu sedang sibuk menatap mata Maya dengan tajam karena dia memperhatikan Hara dengan intens.
Owen khawatir kalau Maya akan mengungkap semua yang didengarnya sewaktu di tenda dua hari yang lalu. Ini jelas menjadi kesempatan yang tepat bagi jika dia ingin memerankan peran antagonisnya.
Vico mengangkat buku catatannya dengan sikap pamer, lalu berkata, "Nah, kalian bakal satu pikiran sama gue kalo bandingin tulisan Gara yang dulu dengan yang sekarang. Coba deh kalian liat."
Maya yang duluan mengulurkan tangan lebih cepat dan memperhatikan tulisan Gara yang asli dengan tulisan di lembaran nilai. Matanya mengeksplor dan membandingkannya berkali-kali sebelum menyeringai, "Yang lo bilang bener, Vico. Tulisannya jelas beda; yang satu kayak cacing kepanasan dan satunya lagi kayak tulisan cewek."
Mata Maya lantas berpindah ke mata kucing milik Hara, yang balas menatapnya dengan berani, sama sekali tidak gentar ketika seharusnya dia gemetaran karena statusnya kini berada dalam bahaya, sementara Vico tampak senang karena asumsinya dibenarkan oleh Maya.
"Tuh kan bener gue bilang!"
"Maya, jadi maksud lo apa?" tanya Owen dingin, mengabaikan tatapan mencela Alka karena menurutnya Maya cuma berargumen dan itu bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan hingga harus berujar dingin.
"Loh, gue kan cuma memberikan penilaian. Lagian lo deket sama Gara, kan? Seharusnya lo lebih dari peka dong sama tulisannya Gara."
Vico menjentikkan jemarinya hingga mengeluarkan suara khas. "Nah bener. Coba lo liat, Wen. Tulisannya bener-bener beda. Gue gagal paham beneran, apakah kecelakaan bisa membuat tulisan berubah juga?"
Alih-alih menerima buku catatan dan lembaran hasil ulangan dari Maya, Owen balas menatapnya benci. Maya masih mempertahankan senyum seringainya namun secara tidak terduga juga, dia tersenyum manis ke arah Hara pada detik berikutnya seakan dia sedang menunjukkan bakat aktingnya yang mumpuni. "Tulisannya memang beda, tapi gue rasa Gara sengaja deh. Ya kali aja habis kecelakaan, Gara jadi lebih waras dan mau tobat dari kesalahannya yang dulu. Jadi lo harus teladani Gara dong, Vico, bukannya malah komentar doang."
Kalimat terakhir Maya ditujukan pada Vico sementara yang ditatap percaya saja dengan asumsi tersebut.
"Oh iya ya. Kalo gitu lo ajarin gue dong, Ga. Biar kita bisa lulus bareng trus kuliah bareng-bareng. Lo mau bantuin, kan?"
"Nah bener. Gue jadi punya ide. Gimana kalo kita belajar bareng? Persiapan PTS udah mau deket nih," usul Maya sembari menatap Owen dengan penuh arti hingga menaikkan kedua alisnya dengan sok seakan menunjukkan kalau dia telah berjasa dalam melindungi Hara.
Owen mau membuka mulutnya, tetapi suara Alka telah berseru spontan di sebelahnya, "Ide bagus, nih. Gue sama Gara bakal jadi tutor kalian. Dua jam tiap sore dimulai dari hari ini, oke? Galang, lo setuju, kan?"
"Lo nggak nanya gue?" tanya Owen dengan nada tersinggung, mengalihkan perhatiannya pada teman sebangku.
"Lo selalu ikut Gara jadi kalian sepaket," jawab Alka enteng. "Dan Gara nggak bakal nolak gagasan ini soalnya Gara yang gue kenal sepeduli itu sama teman serumahnya. Bener kan, Ga?"
Hara membalas tatapan mata Alka dan tersenyum manis. "Gue iya-in aja deh biar cepet."
"Gue ikut boleh kan, Ga?" tanya Kimmy dengan mata besarnya yang mirip puppy eyes jika dikonversikan dalam dunia kartun.
Ah iya. Gue belum ngomong sama Gara. Tapi kayaknya harus setelah ujian baru bisa ngomong sama dia tentang Kimmy dan perasaannya.
"Of course. You deserve it."
Hara bahkan bisa merasakan bagaimana kata-katanya memberikan damage yang tidak main-main pada Kimmy.
Sori ya, Kim. Lo harus bertahan sebentar lagi supaya penantian lo nggak sia-sia. Gue bakal bantuin lo.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top