3). Next Trouble?
Hara membuang muka dan lantas berpikir untuk meninggalkan Gara ketika ponselnya berdering.
Panggilan tersebut rupanya dari Ariga.
"Halo?"
"Hara... ada kabar buruk." Suara Ariga terdengar cemas.
"Apa lagi, Paman?" tanya Hara kesal, emosinya refleks memuncak tanpa bisa dicegah. "Kayaknya sejak denger Gara kecelakaan, aku yang ketiban sialnya."
Hara bisa mendengar kekehan Gara yang tidak ada akhlaknya sementara helaan napas berat Ariga terdengar. "Ra, Jason ngadu kejadian kemarin ke papanya dan dari penjelasan Wali Kelas yang menghubungi Paman, kayaknya kasus kalian nggak bakal mereda dengan cepat."
"Oke, aku pulang sekarang."
"Jangan, Ra!" teriak Ariga tiba-tiba, membuat Hara tidak jadi menegakkan tubuhnya dari bangku.
"Alasannya?" tanya Hara dengan aura bicara yang terkesan berbahaya, bahkan sanggup membuat Gara melongo. Dalam kurun waktu 8 tahun perpisahan mereka, sangat wajar jika cowok itu belum pernah melihat sisi tsundere dari adiknya.
Mendadak, Gara baru sadar kalau ini ada hubungannya dengan insiden 8 tahun yang lalu.
"Paman udah ambil keputusan yang terbaik, jadi kamu tetap di sana aja ya sama Gara."
"Apa keputusannya?" tanya Hara tidak sabar, mengabaikan saran Ariga. "Tell me the point, please. I hate asking."
Terdengar jeda sesaat dan Hara tahu kalau dia berhasil membuat sang paman terkesiap karena perkataannya.
"Oke. Paman memutuskan untuk mengeluarkan kamu dari SMAN 12."
"APA?!" teriak Hara, spontan membuat Gara mendapat syok seakan sedang mengalami gempa dadakan.
"Ini kalo mau teriak kasih peringatan kek!" sungut Gara kesal sembari berusaha menenangkan jantungnya dengan elusan penuh kasih sayang. "Kalo gue sampai mati karena jantungan, dosa lo bakal nambah loh!"
Namun, Hara mengabaikannya dan itu sukses membuat ekspresi Gara berubah menjadi terhina.
Cowok itu sepertinya membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi dengan karakter adiknya yang berubah 180 derajat itu.
"Hara, kamu nurut sama idenya Gara aja, ya? Dipikir-pikir ini solusi terbaik. Kita hanya perlu sedikit waktu lagi untuk mendapatkan kembali hak milik rumah itu."
"Oh, gitu ya? Gara bayar Paman berapa?"
"Heh, Ra! Lo kira gue keturunan Nugroho? Ya kali kalo gue tajir kayak keluarga Owen, gue beli peramalnya sekalian biar bisa revisi isi ramalannya, jadi lo nggak perlu pisah rumah sama gue!"
Gara melotot, tetapi ekspresinya menjadi waspada saat Hara membalas tatapan matanya dengan tatapan yang tidak ada bedanya dengan tatapan membunuh. Lantas, cewek itu menghela napas panjang setelah mendengar penuturan dari Ariga.
"Ra, can you please stop that overthinking? Berhenti terus-terusan berpikir kalo kami nggak sayang sama kamu. Kamu nggak dibuang, Hara!"
"Aku lebih memilih menderita bareng daripada mengorbankan masa kecil aku," jawab Hara dengan mata yang sarat akan luka pada Gara, membuat cowok itu segera diselimuti oleh perasaan bersalah.
Nada ucapan Hara begitu dingin dan menusuk, membuat Gara benar-benar yakin kalau karakter adik kembarannya jelas disebabkan karena diabaikan terlalu lama.
Meski Gara tidak pernah mengalaminya karena tumbuh bersama kedua orang tuanya, dia bisa merasakan bagaimana perasaan Hara sekarang. Umur Hara saat itu masih membutuhkan perhatian dari orang tuanya, belum lagi dengan masa kecilnya yang terpaksa harus dikorbankan karena ramalan tersebut.
Wajar jika Hara merasa eksistensinya tidak diharapkan.
"Ra...."
"Oke, anggap aja aku setuju. Trus gimana sekolah aku? Apa aku juga harus mengorbankan 6 bulan sekolah aku hanya demi Gara?"
Mendengar kata 'hanya demi' dari mulut Hara membuat Gara refleks mengeluh dan lantas dibuat kicep lagi oleh tatapan kembarannya yang ngalah-ngalahin kucing garong kalau lagi sensian.
"Etdah... cuma ngeluh aja udah dilaserin, apalagi kalo ngomel ya?" celetuk Gara pelan dan tatapannya berubah menjadi horor. "Paman Ariga makan apa sih sampai kuat hadapin lo selama 8 tahun? Betah juga ya dia."
"Tenang aja, Hara. Kamu kan jenius, gampang aja kalo mau lompat kelas. Jangankan lompat satu semester, kamu bisa lompat dua kelas sekaligus asal kamu mau," kata Ariga dengan nada riang. "Jadi kamu setuju kan gantiin Gara?"
"Ini jelas penipuan, Paman!" hardik Hara emosi. "Sejak kapan Paman sinkron gini sama Gara? Apa ini karena Paman simpatik sama kecelakaannya Gara? Dia baik-baik aja, Paman!"
"Siapa bilang gue baik-baik aja? Lo--"
"OH, SHUT YOUR MOUTH UP!"
Sepertinya Gara harus belajar menenangkan dirinya sendiri setiap berada di dekat Hara.
"Dan juga ramalan itu. Bukannya kalian harus ngejauhi aku daripada menempatkan aku dalam situasi kayak gini?" tanya Hara pada Ariga setelah puas mengintimidasi Gara.
"Gue nggak mau lagi percaya setelah ketiban kecelakaan seperti ini," jawab Gara, alih-alih Ariga. Ekspresi wajah Gara seketika berubah menjadi serius, membuat Hara mengalihkan tatapan ke arahnya dan memilih diam.
Karena ucapan Gara terdengar lebih tulus saat ini.
Hara tidak sadar telah mengabaikan pembicaraan dengan Ariga, yang sepertinya segera paham karena dia juga mendengar suara Gara. Bahkan ketika panggilan tersebut diputuskan secara sepihak, Hara tidak berpikir untuk menelepon balik.
"Bahkan setelah lo nggak tinggal sama gue lagi, gue juga merasa kesepian, Ra. Hidup gue serasa kosong. Gue bener-bener nyesal udah mengabaikan lo selama ini. Maafin gue, ya?"
"Gue nggak butuh maaf dari lo," sahut Hara dingin dan tatapannya masih tajam setelah jeda agak lama.
"Lo masih benci sama gue?" tanya Gara sedih.
"Masih nanya?"
"Ampun, Haraaa. Lo galak amat sih. Gue harus ngapain biar lo melunak sama gue?"
"Diem aja, banyak bacot soalnya."
"Ishhh!"
"Pertanyaan paling penting sekarang, kalo ketahuan gimana?" tanya Hara serius. "Meski kita kembar identik, nggak menutup kemungkinan kita bakal ketahuan. Dan gue yakin Owen bakal tau duluan karena dia tau lo punya saudara kembar."
"Justru itu," kata Gara pede. "Owen bisa melindungi lo. Gue yakin dia nggak bakal mungkin bisa mengkhianati kita."
"Kenapa lo bisa seyakin itu?" tanya Hara dengan sebelah alis terangkat.
"Karena dia gay, Ra. Dia suka sama gue."
Gantian Hara sukses dibuat kicep oleh perkataan kembarannya sendiri. Jika diartikan, tatapannya berarti; what-the-hell-are-you-saying-?
"Gue nggak keberatan, gue malah seneng karena bisa manfaatkan kesempatan. Kapan lagi sih tiap hari ditraktir makanan enak? Belum lagi gue sering dapet hadiah dadakan dari Owen. Oh ya, jangan lupa tethering unlimited dari dia."
"Jangan bilang lo juga gay kayak Owen?" tanya Hara sembari memicingkan matanya dengan penuh kecurigaan. "Nggak nyangka ternyata kalian sepasang kekasih yang punya selera aneh."
"Helowww... gue normal ya, sori-sori aja!" bantah Gara tidak terima. "Gimana ya, walau Owen gay, tapi dia nggak grepe-grepe keterlaluan sama gue, palingan suka ngerangkul gue aja kayak bromance dalam drama-drama. Nah, kayak anggota The Boyz siapa tuh, si Juyeon sama Hyunjae! Nah kayak gitu deh relationship-nya. Hubungan kita tuh deket sampai merasa nggak berminat pedekate sama cewek."
"Itu sama aja maknanya dengan gay, Gara!" keluh Hara dengan gigi menggertak. "Nggak butuh cewek, tapi butuhnya cowok, kan?"
Gara mengangkat kedua bahunya dengan cuek. "Gue nggak peduli selama bisa porotin duitnya Owen. Lagian duit keluarganya nggak bakal habis mau itu tujuh turunan. Jadi daripada mubazir, mending kasih ke gue. Yekan?"
Gara menarik senyum lebar hingga menunjukkan deretan gigi depannya sementara Hara memutar bola matanya dengan jengah.
"Oke, jadi apa kita boleh lanjut ke sesi perkenalan dengan teman-teman gue?" tanya Gara sembari menaikturunkan alisnya dengan nakal, membuat Hara merasa geregetan.
"Gue nggak ada pilihan lain, kan? Pokoknya kalo ketahuan, lo yang harus tanggung jawab karena idenya dari lo!"
"Woya jelas, tenang aja sissy-ku sayang," kata Gara riang. "Oppa-mu akan melindungimu."
"Cowok laknat kayak lo nggak cocok jadi oppa," protes Hara.
"Trus jadi apa?"
"Mau diterusin?" tanya Hara dengan nada berbahayanya lagi.
"Iya deh iya. Ampunnn.... Galak amat sih. Bisa tua loh!"
"Bagus kalo tua. Gue nggak perlu menyamar jadi lo!"
"Yahhh... kok gitu sih? Nggak asik, ah! Mana Hara aku yang dulu? Hara yang dulu banyak senyumnya, banyak cerianya."
"Udah gue bilang, nggak usah banyak bacot!" hardik Hara, menyerang Gara dengan tatapan membunuhnya lagi.
Gara tidak mempunyai pilihan lain, kan?
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top