24). Maya as Sadgirl

"Vico Anderson, lo disuruh Pak Yunus ngambil kantong tidur buat dibagiin ke kelas kalian," lapor salah satu teman kelas sebelah ketika cowok itu sedang dalam perjalanan menuju ke tendanya. Bisa dibilang, dia adalah murid terakhir dari kelas XII IPA-2 yang masih berkeliaran dengan langkah ogah-ogahan di saat yang lain sudah kembali ke tenda.

"Oke," jawab Vico yang masih saja malas-malasan, tetapi segera bersemangat ketika melihat seseorang yang paling ingin ditemuinya usai menguping pembicaraannya setengah jam yang lalu. "WOI GARA!"

Hara sukses dibuat kaget dengan teriakan Vico, lantas membalas, "Apa-apaan sih? Di sini tuh bukan gunung, ngapain teriak-teriak kayak toa gitu?"

"Muehehehe... temenin gue ambil kantong tidur, yuk!" ajak Vico yang langsung saja menarik pergelangan tangan milik Hara tanpa permisi terlebih dahulu.

"Dasar barbar! Ngajak tapi maksa banget sih!" protes Hara, tetapi dia tidak menolak untuk mengikuti langkah Vico.

Vico menarik tangannya sendiri untuk berjalan bersama, tetapi dia sama sekali tidak berniat untuk lepas persis seperti insiden di toko serba ada, yang segera saja membuat Hara merasa tidak nyaman.

"Kayaknya lo bangga banget deh nunjukin skinship ginian di depan publik," komentar Hara dengan tatapan datar, yang dibalas dengan senyuman jahil alih-alih merasa tersinggung.

"Nggak ada yang lihat kok, tenang aja. Untungnya gue malas-malasan tadi, jadi gue bisa ketemu sama lo dan kita bisa jalan bareng."

"Jangan gila, Vico. Gue ini normal dan nggak gay."

"Tenang aja, gue juga normal kok."

"Trus ini apaan?" tanya Hara sembari mengangkat tangannya sendiri yang masih saja digenggam erat oleh Vico seperti borgol hidup.

"Kalo buat lo, pengecualian namanya," jawab Vico enteng. "Gue serius, Ga. Walau kita ini cowok tapi gue punya firasat lo masih dirasuki sama arwah cewek tulen. Kedengarannya memang gila dan nggak masuk akal, tapi seperti yang pernah gue bilang sebelumnya ke elo, gue ini orangnya realistis dan nggak mau banyak mikir."

Keduanya tidak berbicara lagi setelahnya atau lebih tepatnya Hara tidak mau meladeni obrolan sintingnya, tetapi sebelum langkah mereka sampai ke tenda khusus guru di ujung lapangan, langkah Vico tiba-tiba berhenti.

"Ga, gue boleh nanya nggak? Tapi lo jangan marah, ya."

"Lagi-lagi," protes Hara sembari menutup mata selama beberapa saat untuk menghirup banyak-banyak oksigen demi kesabaran. "Nggak lo, nggak Kimmy. Belum nanya udah nyuruh gue jangan marah. Terkhusus buat lo, gue bakal marah jadi nggak usah nanya aja, oke?"

Vico menarik tangannya lagi sehingga Hara dipaksa harus memutar tubuh untuk menghadapnya.

"Selain sinting ternyata lo keras kepala juga, ya." Hara berujar sinis "Lima menit. Cepetan nanya."

"Lo suka sama Owen, kan?"

Hara menggeram frustasi, membuat Vico sukses terbahak setelahnya. Cowok itu jelas mengetahui apa saja obrolan antara Kimmy dengan Hara tadi, itulah sebabnya pertanyaan pertama dari Vico memang mengandung unsur kesengajaan.

"Oke, gue ralat. Kalo gitu pertanyaan gue; kenapa lo berbohong kalo lo ternyata sesuka itu sama Owen?"

"Vico—–"

"Gue denger pembicaraan kalian di kamar waktu itu atau lebih tepatnya, di malam waktu lo mau pindah ke kamar lo sendiri."

Mata Hara membelalak hingga ke bukaan maksimal. Cewek itu lantas mengingat kembali apa saja perkataan yang telah diungkapkan pada Owen waktu itu.

Parahnya, bukankah dalam obrolan mereka, jelas-jelas Owen memanggilnya dengan sebutan 'Ra' dan sempat mengungkit kalau tidak lama lagi Gara yang asli akan kembali?

Mampus gue.

"Lo... lo denger semuanya?" tanya Hara pelan, menyerupai bisikan sementara keringat dingin mulai membasahi keningnya.

"Satu hal yang pasti, gue jadi tau kalo lo sebenarnya suka sama Owen, tapi lo juga nolak dia. Kenapa, Ga? Apa karena lo merasa itu adalah hubungan terlarang? Makanya lo maksain rasa suka lo ke Kimmy? Itu PHP namanya, Ga!"

Piuhhh, rupanya Vico masih sebego itu.

"Woya jelas itu terlarang. Lagian rasa suka gue ke Owen nggak seperti yang lo pikirin kok. Gue suka sebagai sahabat dekat karena dari kecil udah bareng-bareng."

"Trus yang perpisahan itu apa?" tanya Vico, sukses membuat Hara membeku untuk kedua kalinya. "Setau gue, lo nggak pernah pisah dari Owen."

"Oh, gue cuma asal ngomong kok," kilah Hara dengan nada meyakinkan yang dilengkapi dengan cengiran lebar untuk mencairkan suasana. "Suatu saat kita emang bakal berpisah, kan?"

Vico mengernyitkan alis, merasakan ketidaksinkronan antara penjelasan Hara dengan apa yang didengarnya dengan telinganya sendiri, tetapi pada detik berikutnya secara menakjubkan cowok itu tersenyum lebar.

"Ohhh... gue paham sekarang. Lo berusaha supaya bisa mengubah pemikiran Owen biar nggak gay lagi, kan? Hmm... salut sama lo, Ga. Lo ternyata seloyal itu, ya."

"Bener banget. Nah jadi udah clear, kan? Kita mesti segera balik ke tenda, oke?"

"Oke. Yuk!" Vico mengiyakan. "Yang paling terakhir sampai tenda berhak milih posisi tidur! Gue duluan!"

Vico lantas mengambil langkah seribu, melesat menuju tenda guru yang letaknya sudah tidak jauh lagi, membuat Hara kesal dan ikut berlari.

"Dasar curang!"

*****


"Kimmy," panggil Maya, membuat sang pemilik nama menoleh ke arahnya. "Kayaknya pasaknya nggak cukup kuat nih. Lo liat deh, kayak mau lepas. Kalo tenda kita oleng malam-malam, gimana?"

Kimmy mengikuti arah tatapan Maya, lantas menganggukkan kepalanya. "Bener. Gue ambilin palu, ya? Eh, tapi kayaknya udah gue kembaliin ke Alka deh."

"Gue yang ambil aja, deh. Lo ngawasin pasaknya ya jangan sampai lepas. Sekalian kalo lo liat siapa yang punya palu, lo langsung pinjem ya?"

Kimmy menganggukkan kepalanya lagi sementara Maya melangkah menuju tenda Alka yang mana posisinya berada di arah jam sepuluh dari tendanya.

Alka tidak berada di tenda, mungkin dia sedang sibuk dengan tugasnya sebagai ketua kelas sehingga Maya berpikir untuk mencari Owen atau siapa pun yang berada di tenda.

Langkah Maya hampir saja sampai ke mulut tenda saat ekor matanya menangkap benda yang mirip dengan benda dicarinya. Lantas, dia memutari tenda dan tersenyum setelah memastikan kalau itu adalah palu yang memang dicarinya.

Maya seharusnya berputar kembali ke tendanya sendiri, tetapi ada potongan obrolan yang mengusik pendengarannya karena dia mengenali suara itu.

Yang berbicara dengan nada rendah adalah Galang, yang mana sedang berdiri di belakang tenda bersama seseorang yang segera Maya kenali sebagai Owen karena cewek itu bisa melihat siluetnya dari pantulan lampu. Meski tidak jelas, dia yakin kalau dia adalah Owen.

Benar saja. Maya bisa mendengar respons Owen pada Galang.

"Kasian Hara. Meski dia keliatan nggak peduli, tapi gue yakin dia pasti bakal merasa nggak nyaman kalo tidur setenda sama kita," ujar Galang dengan suara rendah.

Hara?

"Gue juga mikir gitu. Tapi mau gimana lagi, kan? Ini demi Gara. Hara juga udah memperhitungkan setelah Gara sembuh, dia akan kembali ke asalnya," jawab Owen dengan nada sedih.

"Gue juga udah menduga ini. Tapi bagi gue, ini termasuk pemecah rekor. Dengan karakter Hara yang tsundere gini, nggak mungkin banget dia bisa kembali ke sifatnya yang dulu. Kalo gue tebak, gue rasa ini berkat lo, Wen. Lo yang mengubah Hara, ya kan?"

"Dia juga suka sama gue, Lang. Gue tau itu. Tapi dia bilang dia nggak bisa nerima gue, karena—–"

"Karena dia takut terlibat lagi. Dia takut terluka kan, Wen?" potong Galang. "Gue paham sama perasaannya. Lo yang sabar aja ya. Gue yakin perasaan suka lo sama dia bukan sekedar main-main. Lo tulus sayang sama dia. Buktinya lo rela dianggap gay sama yang lain karena dia. Karena lo melihat Hara dalam diri kembarannya. Lo sesuka itu sama dia. Hara jelas tau meski dia masih perlu proses untuk menerima semuanya."

Maya tidak sadar telah menjatuhkan palu yang dipegangnya hingga benda tersebut sukses jatuh mengenai salah satu jari kakinya, membuat cewek itu meringis kesakitan. Suaranya membuat duo Owen dan Galang menoleh ke arah sumber, menatapnya dengan tatapan mencelus.

Owen berlari mendekati Maya dan meremas bahunya. "Mei, kaki lo kena palu ya? Coba gue lihat."

"Nggak usah, gue nggak apa-apa," jawab Maya dengan nada dingin dan matanya memandang nanar ke titik lain dan ada luka yang terpancar di sana. "Gue balik ke tenda dulu, ya."

Owen segera mengerti kalau Maya pasti telah mendengar semuanya. Maka, dia menarik pergelangan tangannya untuk menghentikan langkahnya yang sempat tertatih-tatih karena palu tersebut. "Ikut gue, gue obati luka lo."

"Lepasin gue," kata Maya dingin. Untuk pertama kalinya dia membalas tatapan Owen dengan tajam, tetapi tidak berlangsung lama karena mata tersebut telah dihalangi oleh lapisan bening.

Menyadari air matanya akan menetes sebentar lagi, Maya mendongakkan kepala ke atas untuk bertahan padahal bibirnya telah gemetar. Cewek itu akhirnya memilih untuk menutupinya dengan mengembuskan napas konyol ke udara, selagi Owen menatapnya dengan rasa bersalah yang mengental.

"Finally, I do understand what exactly the reason you never and will never notice me. What a fuckin' fool that I like you for a long time to know this."

Owen speechless, lebih tepatnya perkataan dingin Maya serasa menampar pipinya dengan sukses. Meskipun demikian, dia berpikir dia harus berbicara empat mata dengan cewek itu. Itulah sebabnya, Owen segera menarik tangannya begitu saja sementara yang ditarik sempat menolak pada awalnya, tetapi dia tidak mempunyai pilihan lain karena cengkeraman pada tangannya yang terlalu kuat untuk dilepas.

"Galang, I will solve this. Please don't tell Hara, okay?"

Galang mengangguk sebagai respons dan dia segera menghampiri Alka yang baru saja kembali ke tenda mereka. Ekor matanya sempat menangkap siluet Owen yang menarik Maya yang berjalan agak janggal di belakangnya.

"Maya kenapa?" tanya Alka dengan ekspresi khawatir.

"Kakinya kena palu," jawab Galang kalem, tetapi dia refleks merangkul Alka untuk mencegahnya menyusul Maya.

"Lepasin gue!" perintah Alka tegas.

"Menurut gue, Maya bakal baik-baik saja. Lagian kalo mau jujur, gue yakin untuk sekarang ini Maya lebih milih Owen daripada elo. Tunggu sebentar lagi, oke? Akan ada saatnya lo yang harus berada di sisi Maya untuk mengobati lukanya, menggantikan posisi Owen. Trust me."

Meski ingin membantah, tetapi entah kenapa suara Alka seperti tersumbat di tenggorokannya.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top