22). Alka as Happyboy
Seperti yang telah diperingatkan oleh Pak Yunus termasuk sejumlah rumor yang beredar, memang benar bahwa pelatihan tersebut tidak main-main. Semua murid tidak hanya melakukan pemanasan saja, tetapi mental mereka juga diuji, seakan mereka adalah peserta wajib militer yang sesungguhnya.
Hampir semua murid mengeluh saat instruktur tentara memerintahkan mereka untuk mengulangi pemanasan dari awal, padahal mereka sudah melakukan pemanasan selama hampir tiga puluh menit.
"Sudah saya bilang, setiap ada dari kalian yang mengeluh, akan saya ulangi terus pemanasannya! Saya nggak akan melunak, jadi kalo kalian mau cepat selesai, nggak usah banyak bacot!" teriak instruktur tersebut dengan galak lewat pengeras suara yang berada di tangannya, sukses membuat kicep semua orang termasuk Vico yang biasanya senang menyeletuk.
Entahlah, mungkin celetukan sudah tidak lagi menyenangkan, apalagi tentara yang membina mereka jelas tidak mungkin mau diajak bercanda. Jangankan membalas candaan Vico, bisa-bisa kepalanya menjadi sasaran tembakan karena sedari awal cowok itu sudah menyadari senjata yang nangkring cantik di tali pinggang mereka dan segera bergidik ngeri karenanya.
Mereka semua berada di lapangan terbuka Villa Hambalang setelah melakukan perjalanan selama hampir dua jam dari sekolah, yang mana langsung diwajibkan untuk melakukan pemanasan. Jangankan makan siang, istirahat saja tidak diizinkan. Mereka tidak mempunyai pilihan, meski ekspresi wajah yang mendominasi adalah ekspresi kesal sekaligus tidak terima.
Namun kembali lagi ke tujuan awal; namanya juga pelatihan, kan? Meskipun demikian, tetap saja Hara tidak mengerti menguras energi yang selevel dengan kerja rodi bisa membentuk kepemimpinan seseorang.
Tapi ya sudahlah ya. Sebagai murid di SMA Berdikari, memangnya dia bisa apa? Lagi pula, Hara bisa mengambil hikmahnya.
Setidaknya Gara tidak perlu mengikuti pelatihan seperti ini. Hara bisa membayangkan secara jelas bagaimana reaksi kembarannya. Dia yakin ekspresinya tidak akan jauh berbeda dari Vico yang sekarang berdiri di posisi arah jam 2 darinya; alisnya berkerut hingga membentuk gelombang sementara dia mengikuti pemanasan dengan gaya ogah-ogahan, tetapi segera berpura-pura serius saat merasakan adanya bahaya karena diawasi.
Tingkahnya mengingatkan Hara setiap disuruh membereskan pekerjaan rumah sewaktu mereka kecil.
Kemudian, terdengar keluhan keras dari belakang barisan tepat ketika mereka hampir selesai berhitung, membuat semua murid spontan menoleh ke belakang dengan ekspresi murka.
Berhubung barisan paling belakang dan paling sudut adalah Alka, cowok itu jelas menjadi korbannya. Puluhan pasang mata menatapnya dengan galak, menuduhnya sebagai pelaku yang mengeluh.
Aksi tersebut memancing emosi Alka hingga ke ubun-ubun dan lantas berteriak, "HEH, KALO MAU NUDUH MIKIR DULU KEK PAKE OTAK, BUKAN PAKE EMOSI! SIAPA JUGA YANG MAU NGELUH HANYA DEMI NAMBAH-NAMBAH PEMANASAN? GILA AJE YE, NUDUH KOK NGGAK KIRA-KIRA!"
"ALKA ORLANDO, BAHASAMU!" teriak Pak Yunus yang sedari tadi berdiri di belakang Alka. "Kamu mau disuruh push up 100 kali?"
"Daripada difitnah, Pak! Enak aje saya dipikir jelek sama mereka!" jawab Alka tidak terima sementara tatapan yang melekat padanya belum berkurang. Bahkan instruktur yang memimpin pemanasan lantas bertolak ke barisan belakang.
"Alka! Lo nggak takut sama pistol?" tanya Vico dari barisan agak depan, menatap Alka ke belakang dengan tatapan penuh peringatan. "Jangan gila, dong!"
"Mereka yang gila kali nuduh-nuduh gue sembarangan! Heh kalo kalian mau tau, pelakunya bukan gue, tapi—–"
Pengakuan Alka terpaksa dipotong oleh Pak Yunus yang membungkam mulutnya dengan sebelah tangan yang bebas dari rotan.
"Apa-apaan ini?" tanya instruktur tersebut dengan ekspresi yang tidak ada bedanya dengan singa yang ditantang untuk berduel. "Kamu nggak capek pemanasan terus, ya?"
Alka berusaha melepaskan diri dari belenggu Pak Yunus, tetapi sebelum dia menggunakan tenaganya, Maya yang kebetulan berbaris di sebelah cowok itu, lantas menjawab dengan kalem, "Pelakunya bukan Alka Orlando, Pak, tapi Pak Yunus."
"Apa?" pekik instruktur tersebut dengan tidak percaya, disambut pekikan teman-teman lain, bahkan tidak sedikit yang membelalakkan mata mereka.
"Nggak percaya, ya? Kalo nggak percaya, kenapa Pak Yunus sampe nahan Alka buat ngaku siapa pelaku sebenarnya? Dari tadi juga beliau sembunyi di belakang Alka."
"Maya Florensia!" tegur Pak Yunus meski nadanya sudah tidak sepede tadi. "Ahhh... kamu ini nggak asik banget!"
"Bapak Yunus!" panggil Maya dengan nada yang dimanis-maniskan, bahkan sampai menambah irama, membuat yang mendengar merasa lucu hingga gemas. "Bapak juga nggak bijak kalo mau pake strategi gini. Kalo Bapak mau kerja sama dengan instruktur supaya kami bisa lakuin pemanasan dalam waktu yang lama, harusnya jangan pake strategi gini dong, apalagi sampai milih Alka jadi tumbalnya. Masa milih korban yang alim nan teladan kayak dia? Kalo saya jadi Bapak, saya berdirinya di belakang murid troublemaker yang otaknya paling tumpul. Atau kalo perlu, pemanasannya dikasih variasi banyak dikit kek jadi nggak perlu pake cara ginian!"
"Mei," panggil Alka dengan nada lembut. "Lo belain gue?"
Nadanya berubah 180 derajat dengan nada sewaktu marah-marah tadi dan herannya Maya memberi senyum padanya, walau sekilas.
Pak Yunus berdeham, berusaha mencairkan suasana sementara semua tatapan kini tertuju pada beliau, menuntut penjelasan.
"Ck! Oke, Bapak ngaku. Ini juga demi kebaikan kalian, jadi kalian jangan...."
Lantas, semua murid mengembalikan atensi mereka ke depan usai menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan jengah. Meski kesal, mereka sudah terbiasa dengan keisengan Pak Yunus yang minus akhlak, bahkan itu juga sudah biasa di antara guru-guru yang ikut terlibat.
"Ya ampunnn... saya dikacangin," keluh Pak Yunus sementara instruktur memutuskan kembali ke depan.
Secara tidak terduga, rupanya ada guru lain yang mendekati Pak Yunus.
"Pak Yunus, menurut saya alangkah baiknya Bapak lebih bijak dari siswa kalo nggak mau respeknya berkurang," tegur guru tersebut dengan nada pelan supaya suaranya tidak didengar yang lain. "Making some jokes is fine, but slandering? That's beyond me."
"Hmm... Bu Naura, maaf, saya...."
"Kenapa minta maaf sama saya? Saya cuma menyuarakan pendapat atas perlakuan Bapak sebagai sesama guru. Maaf kalo saya lancang."
Lantas setelah mengatakan semua itu, Bu Naura kembali ke barisannya, mengabaikan Pak Yunus yang sekarang menatap punggungnya dengan sedih.
"Ya ampunnn... saya dikacangin lagi. Tapi kenapa kali ini lebih sakit ya rasanya?"
*****
"Cieeeee cieeeee...." Vico meledek sepuasnya ke telinga Alka yang merasa risih, tetapi saat ini dia sedang berada dalam mood yang sangat baik sehingga dia tidak sesensi biasanya sementara mereka berjalan menuju area terbuka lain khusus camping, bergabung dengan murid lain.
Sebenarnya, lokasi untuk mendirikan tenda tidak jauh dari kawasan pemanasan tadi, berhubung area tersebut sangat luas dan memang difungsikan untuk kepentingan berkemah.
"Kayaknya tinggal dikasih bumbu gombalan, lo pasti berhasil!" seru Vico dengan tatapan nakal, mengabaikan tatapan ingin tahu dari teman-teman sekelasnya. "Trus jangan lupa, wajah lo harus sedekat mungkin sama dia, biar bisa ngerasain gereget gimanaaa gitu. Kayak gini nih."
Tanpa permisi terlebih dahulu, Vico merangkul bahu Alka dan lantas mendekatkan wajahnya seintim mungkin, padahal mereka sedang berjalan di antara murid lain sampai ada yang mendorong punggung Vico dari belakang, membuat tubuhnya limbung dan dipastikan akan jatuh jika Alka tidak menangkapnya.
Semua memekik dan meledek sesuka hati mereka, menambah kehebohan yang mengundang tatapan ingin tahu dari kelas lain.
"Kelas kalian kok banyak yang gay, sih!"
"Sayang banget sih, padahal ganteng."
"Kalo ada sinetron Ganteng Ganteng Serigala, kalian Ganteng Ganteng Homo. Ckckckck!"
"Ngeri dahhh, mending sama cowok yang wajahnya standar aja daripada sama wajah ganteng tapi aslinya suka sama sesama cowok."
"HEH! MEREKA SEMUA ITU NORMAL, TAUK! NGGAK USAH SOK TAU DEH!" teriak Maya yang tersulut emosi lagi.
"Iya. Kalian ini kalo nggak tau apa-apa, jangan main hina-hina dong!" timpal Kimmy tidak disangka-sangka, membuat semua mata tertuju padanya.
Masalahnya Kimmy terkenal dengan sifatnya yang jutek hingga terkesan tidak peduli dengan dunia sekitar, terbalik dengan Galang.
Oleh karena itu, Galang juga sempat takjub yang kemudian segera paham saat radar indera keenamnya otomatis berfungsi.
Galang teringat bagaimana ekspresi Kimmy sewaktu dia tersedak karena pengakuan Hara yang lebih memilihnya menjadi pacar, juga bagaimana tatapan absurd Kimmy pada Hara di kelas, bahkan saat ini.
Galang menangkap basah Kimmy yang refleks mengalihkan fokus ke Hara yang sudah berdiri di area tenda dan sedang bersiap untuk memasangnya, ditemani oleh Owen. Lebih tepatnya jarak Kimmy dan kerumunan lain tidak jauh dari area tenda.
"Gue sama Alka nggak homoan kali! Dia sukanya sama Maya kok. Kalian lupa ya Alka ngebucinin Mei sejak kelas X?" tanya Vico dengan nada tersinggung.
"Iya, sih. Kita cuma merasa aja lo kayaknya makin terpengaruh sejak berteman sama Gara dan Owen. Kayaknya lo ikut-ikutan mereka jadi homoan juga, buktinya lo udah nggak jalan sama cewek random lagi," tuduh salah satu cewek yang ikut mengatai mereka tadi.
"Alahhhh, Adelia! Lo mah niat balas dendam! Lo kan belum ngajak gue pacaran, jadi lo pasti kesel karena gue udah pensiun pacaran sama cewek random, yekan?" jawab Vico percaya diri. "Gue udah tobat, gue nggak mau kasih harapan sama cewek yang nggak gue suka. Bener yang dibilang Alka ke gue; 'Kita berhak nolak kalo kita nggak punya perasaan yang sama terhadap orang itu daripada kesannya mempermainkan perasaan karena nge-PHP-in'."
"Jadi maksudnya, lo udah suka sama seseorang? Emangnya siapa?" tanya cewek yang bernama Adelia dengan ekspresi terluka, tidak menyangka kalau Vico akan mengeluarkan statement seperti itu.
Namun, Vico tidak menjawab. Dia sengaja mengangkat kedua bahu dengan cuek lalu meneruskan langkah ke area tenda di mana ada Hara-Owen.
"GAAA~ RAAA~. GUE BANTUIN YAAA!" teriak Vico dengan nada yang berirama seperti bernyanyi.
Bisa ditebak bagaimana ekspresi Hara, kan? Dan rupanya itu berlaku juga untuk ekspresi Owen.
Hingga semua yang melihat ketiganya lantas tidak terima dengan kejanggalan ini.
"Gue boleh mengumpat, nggak?" tanya Adelia yang keki dengan pemandangan ini.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top